KETIK, MALANG – Peringatan Hari Ibu bukan sekadar seremonial bagi Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Prof Ilfi Nur Diana, namun juga momen refleksi. Nilai-nilai keibuan menjadi revolusi bagi gaya kepemimpinan di dunia akademik.
Menurut Prof Ilfi, gaya kepemimpinan feminim mendobrak stigma tentang gaya pemimpin yang hanya ditonjolkan ketegasan dan kaku. Sebagai rektor perempuan di perguruan tinggi keagamaan Islam, Prof Ilfi membawa paradigma bahwa naruliah melindungi anggota dan institusi melekat kuat dalam gaya kepemimpinan perempuan.
"Jiwa keibuan akan muncul dan menjadi kelebihan, bukan kelemahan. Orang berpikir ibu baperan, itu bukan kelemahan, tapi kelebihan karena tersentuh hatiny, menunjukkan kita lebih peduli dengan pegawai atau anggota," ujarnya, Senin 22 Desember 2025.
Kepemimpinan perempuan tak sekadar berorientasi pada tugas namun hubungan yang terbangun. Dalam lingkungan akademik, dosen, mahasiswa, dan tenaga kependidikan harus dirangkul dan diberdayakan sehingga orientasi tugas dan hubungan dapat berjalan seimbang.
Untuk itu Prof Ilfi tak lagi melihat dominasi laki-laki sebagai tantangan dalam kepemimpinannya. Melainkan peluang untuk membuktikan kapasitas diri untuk melampaui capaian pemimpin sebelumnya.
"Ini menjadi motivasi bagi saya untuk membuktikan bahwa perempuan bisa melakukan hal yang minimal setara atau bahkan lebih tinggi dari apa yang sudah dikerjakan laki-laki. Jika saya tidak bisa setara atau melebihi, saya merasa belum berhasil," ucapnya.
Pada momen Hari Ibu, Prof Ilfi turut mengapresiasi kinerja para ibu khususnya yang berada di lingkungan akademik. Peranan ibu sebagai madrasah bagi anak-anak, termasuk anak bangsa menjadi peluang untuk mengembangkan kapasitas diri.
"Bagi ibu-ibu di kampus, peran Anda sangat tepat karena tidak jauh dari peran sebagai 'madrasah'. Bukan hanya bagi anak sendiri, tapi bagi anak-anak bangsa. Teruslah upgrade kapasitas dan kapabilitas diri," ungkap Prof Ilfi.
Ia menegaskan bahwa jangan sampai perempuan merasa rendah diri dan merasa posisinya berada di bawah laki-laki. Mengingat Allah SWT telah menciptakan manusia secara setara dan yang membedakan perempuan dan laki-laki hanyalah tingkat ketakwaan.
"Kita setara. Tuhan menciptakan manusia itu setara, yang membedakan hanyalah ketakwaannya. Saya sering menemukan ibu-ibu yang masih kurang percaya diri dengan kemampuannya. Inilah yang harus kita perkuat bersama," tutupnya. (*)
