KETIK, PALEMBANG – Persidangan perdana perkara gugatan perbuatan melawan hukum terkait kerusakan televisi merek Polytron digelar di Pengadilan Negeri (PN) Palembang, Senin 10 November 2025.
Gugatan ini diajukan oleh Yaprudin Zakaria selaku penggugat, melawan Polytron Service Center Palembang (tergugat I), PT Sarana Kencana Mulya Palembang Office (tergugat II), dan PT Hartono Istana Teknologi (Polytron) selaku tergugat III.
Sidang yang dipimpin Hakim Ketua Parmatomi SH ini belum dapat dilanjutkan karena ketiga pihak tergugat tidak hadir di persidangan.
“Untuk sementara sidang kita gelar hanya untuk pemeriksaan surat kuasa dari pihak penggugat. Karena tergugat satu, dua, dan tiga belum hadir, maka sidang kita tunda tiga minggu ke depan,” ujar Hakim Parmatomi sambil mengetuk palu menutup sidang.
Usai persidangan, Kuasa Hukum Penggugat Sapriadi Syamsudin mengungkapkan alasan kliennya menempuh jalur hukum terhadap produsen elektronik ternama tersebut.
“Klien kami membeli TV Polytron dan baru tiga bulan digunakan sudah rusak. Saat diajukan klaim garansi, pihak service center menolak dengan alasan kerusakan di luar tanggung jawab garansi,” jelas Supriadi.
Kuasa Hukum Penggugat, Sapriadi Syamsudin SH MH, memberikan keterangan kepada awak media usai sidang perdana gugatan terhadap perusahaan elektronik Polytron di Pengadilan Negeri Palembang, Senin 10 November 2025. (Foto: M Nanda/Ketik.com)
Menurutnya, penolakan tersebut tidak memiliki dasar hukum kuat. Setelah dua kali somasi dan satu kali pertemuan tanpa titik temu, pihaknya akhirnya melayangkan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) ke PN Palembang.
“Ini menyangkut hak-hak konsumen yang dilindungi Undang-Undang. Produsen wajib bertanggung jawab atas produk yang dijual, apalagi jika telah dijanjikan garansi,” tegasnya.
Supriadi juga mengungkap, kliennya bahkan sempat diminta membayar biaya servis hingga Rp3 juta, padahal televisi masih dalam masa garansi.
“Kerusakan itu bukan karena kelalaian konsumen. Tidak jatuh, tidak tersiram air, dan tidak tersambar petir. Jadi jelas ini kerusakan internal produk,” tambahnya.
Dalam gugatannya, penggugat menuntut ganti rugi material dan immaterial senilai Rp2 miliar, dengan dasar hukum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
“Ini bukan gugatan sederhana. Kami ingin menguji sejauh mana tanggung jawab produsen terhadap konsumen di bawah regulasi perlindungan konsumen. Kasus ini bisa jadi tolok ukur kepastian hukum bagi masyarakat,” pungkas Sapriadi.(*)
