KETIK, SIDOARJO – Pemkab Sidoarjo mengundang pihak-pihak terkait polemik tembok pembatas di kawasan Perumahan Mutiara City, Mutiara Regency, Mutiara Harum, hingga kawasan Desa Banjarbendo dan Desa Jati. Semua yang terkait mendapatkan kesempatan untuk menyampaikan aspirasi masing-masing. Keputusan diambil pekan depan.
Audiensi berlangsung di Ops Room, Lantai II Kantor Bupati Sidoarjo. Yang hadir, antara lain, perwakilan warga Perumahan Mutiara Regency, Mutiara City, maupun Mutiara Harum. Pemerintah Desa Banjarbendo dan Desa Jati juga datang. Kades didampingi Sekdes.
Dari Pemkab Sidoarjo, hadir Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang, Dinas Perhubungan, Dinas Perizinan dan Penanaman Modal, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan, Dinas PU Bina Marga dan SDA, Bagian Hukum, dan Badan Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset (BPKAD) Sidoarjo.
Ikut pula dalam audiensi itu, perwakilan Dishub Jawa Timur, Bupati Sidoarjo Subandi, Kapolresta Sidoarjo Kombespol Christian Tobing, Dandim Sidoarjo Letkol Shobirin Setiyo Utomo, Kasi Datun Kejari Sidoarjo Darojat, serta Asisten II Sekretaris Daerah Pemkab Sidoarjo M. Mahmud yang memimpin jalannya rapat.
Kepala Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang (CKTR) Bachruni Aryawan memastikan jalan-jalan yang melalui perumahan dan di Desa Banjarbendo dan Jati itu sudah merupkan prasarana dan sarana dan utilitas (PSU). Sudah ada penyerahan kepada Pemkab Sidoarjo.
”Sudah menjadi bertanggung jawab dan wewenang pemerintah daerah,” jelasnya.
Sutrisno, perwakilan warga Perumahan Mutiara Regency, mendapat kesempatan pertama untuk berbicara. Sutrisno, warga RT 36, Perumahan Mutiara Regency menjelaskan bahwa tembok yang membatasi perumahannya sudah ada sejak lama. Tidak dibangun ketika ada ramai-ramai sekarang ini.
”Jadi tidak seperti yang dinarasikan, seolah-olah warga Perumahan Mutiara Regency menutup jalan,” terangnya.
Bahkan, sebelum dirinya membeli rumah di perumahan itu, sambung Sutrisno, tembok itu sudah ada. Kalau dibutuhkan penjelasan lebih lanjut, warga RT-RT lain siap menjelaskan.
Salah satu paparan pengembang PT Purnama Indo Investama tentang pengembangan Perumahan Mutiara di Desa Banjarbendo dan Jati. (Foto: Fathur Roziq/Ketik.com)
Alex, sekretaris RW di Perumahan Mutiara Harum mengatakan, PSU perumahan sudah diserahkan ke pemerintah dan menjadi aset pemerintah. Selama ini, warga Perumahan Mutiara Regency juga melewati jalan perumahannya yang masuk Desa Jati. Perumahan Mutiara Regency masuk Desa Banjarbendo.
”Karena kami ingin ikut partisipasi untuk integrasi dan kemajuan Kabupaten Sidoarjo,” ujarnya.
Pihaknya hanya mempertimbangkan kemaslahatan masyarakat. Warga Desa Banjarbendo mengeluhkan ramainya kendaraan warga perumahan yang melewati jalan desa mereka.
Ada anak-anak sekolah jadi korban. Tertabrak. Sebab, lebar jalan desa cuma sekitar 5 meter. Kalau simpangan mobil, harus keluar ke trotoar. Warga kemudian berunding dengan pengembang, pemerintah desa, lalu mengirim surat tentang pentingnya integrasi jalan.
Di sisi lain, Pemerintah Desa Banjarbendo memilih bersikap netral. Tidak berpihak pada salah satu. Kades Banjarendo Sugeng menyatakan posisinya independen. Kalaupun nanti tembok dibuka, dia meminta ada mediasi yang enak.
Selama ini, belum ada penjelasan yang enak kepada warga kalau tembok itu dibuka bagaimana. Yang banyak dijelaskan baru soal site plan-site plan perumahan. Karena kurang paham, akhirnya informasi yang disampaikan ke warga banyak yang keliru.
”Kami pasrah kepada Pak Bupati, para OPD. Monggo dirembuk yang enak supaya ada titik temu,” timpal Sekdes Banjarbendo Kusnadi.
Kades Jati Ilham mengatakan memang pernah ada aduan ke balai desa. Jalan sering macet pagi sampai sore. Pernah ada murid ngaji yang tertabrak mobil. Sampai tidak bisa mengaji dua bulan.
Surat itu murni dari warga desa, bukan warga perumahan. Intinya minta jalan penghubung perumahan dan desa-desa bisa difungsikan untuk mengurai kemacetan.
”Kalau itu jalan kabupaten, kami minta kebijaksanaan agar orang tua tidak waswas,” kata Ilham.
Salah satu paparan kajian dari pakar hukum Universitas Airlangga yang disampaikan oleh Kabag Hukum Pemkab Sidoarjo Komang Rai Marmawan. (Foto: Fathur Roziq/Ketik.com)
Kabag Hukum Komang Rai Marmawan, Kapolresta Sidoarjo Kombespol Christian Tobing, Dandim Shobirin Setiyo Utomo, Kasi Datun Darojat pun menyampaikan pandangannya. Baik dari perspektif hukum, sosial, ekonomi, bahkan agama.
Satu per satu perwakilan warga desa, penghuni perumahan-perumahan, pengembang perumahan, menyampaikan pendapat masing-masing. Begitu pula Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Timur yang juga memproses analisa mengenai dampak lalu lintas (amdalalin) ruas jalan.
Intinya, ada keinginan menjadikan jalan antara Perumahan Mutiara City, Mutiara Regency, maupun Mutiara Harum, serta jalan Desa Jati dan Banjarbendo bisa terintergrasi. Kondisi seperti ini diharapkan segera ada penyelesaian yang baik. Sebagian besar menghendaki tembok pembatas tersebut dibuka.
Di akhir rapat audiensi, Bupati Sidoarjo Subandi menyampaikan bahwa tembok yang berdiri di Perumahan Mutiara Regency berada di jalan yang merupakan PSU. Fasilitas umum itu telah diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Sidoarjo.
”Kalau kita melihat dari aturan undang-undang yang telah dipaparkan semuanya tadi, serta masukan dan penjelasan dari berbagai pihak terkait tadi, untuk integrasi, jalan tersebut harus dibuka,” katanya. Masing-masing telah menyampaikan pandangan dengan jelas.
Seandainya keputusan mau diambil Selasa sore itu juga, lanjut Bupati Subandi, bisa saja dirinya mengambil keputusan. Lebih-lebih semua Forkopimda Sidoarjo telah setuju. Bupati tanda tangan. Kapolresta tanda tangan. Dandim tanda tangan. Kejari Sidoarjo tanda tangan. Keputusan bisa dilakuka saat itu juga.
Namun, tegas Bupati Subandi, dirinya menghormati warga Perumahan Mutiara Regency. Mereka masih berkeberatan tembok pembatas perumahan itu dibuka. Bupati Subandi memberikan kesempatan selama 1 minggu bagi warga Mutiara Regency untuk berpikir dan bermusyawarah kembali.
Jika memang hendak mendatangkan ahli hukum atau ahli yang lain, Bupati Subandi mempersilakan. Silakan dipaparkan hasil kajian tim ahlinya. Setelah itu, barulah dilakukan rapat lagi dan diambil keputusannya bagaimana.
Keputusan itu pun bukan semata-mata kebijakan bupati sebagai kepala daerah, melainkan ketentuan undang-undang. Jadi, tidak ada istilah bupati memihak sana atau memihak sini.
”Saya sebagai bupati tidak ingin keputusan saya nanti menyakiti warga saya sendiri. Satu minggu lagi, silakan kalau ada kajian, kita dengarkan. Satu minggu lagi kita rapat lagi,” ungkap Bupati Subandi. Hadirin setuju dengan pernyataan bupati tersebut.
Bupati Subandi menambahkan, dirinya baru mengikuti rapat Forkopimda Jatim dengan kepala-kepala daerah pada Selasa pagi sampai menjelang sore (4 November 2025). Kesimpulannya adalah bahwa konektivitas antar wilayah merupakan hal utama. Kemasyarakatan adalah yang utama dan dijalankan sesuai dengan regulasi maupun-undang yang ada. (*)
