KETIK, SEMARANG – Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Timur, H.M. Arum Sabil menegaskan pentingnya kolaborasi antara aparat kepolisian dan masyarakat dalam menjaga keamanan serta ketahanan pangan nasional.
Hal itu disampaikan Arum Sabil saat menjadi panelis dalam seminar internasional bertema Optimalisasi Peran Polisi & Masyarakat dalam Pencegahan Kejahatan Guna Terciptanya Keamanan Lingkungan dan Peningkatan Produktivitas Masyarakat Menuju Ketahanan Pangan Nasional di Pusdik Binmas Polri, Semarang, Rabu 22 Oktober 2025.
“Kedaulatan pangan adalah martabat bangsa,” ujar Arum Sabil yang juga Ketua Kwarda Pramuka Jatim.
Menurutnya, meningkatnya populasi dunia dan Indonesia hingga 2045 akan menimbulkan tantangan besar terhadap ketersediaan pangan.
Tahun 2025, jumlah penduduk dunia diperkirakan mencapai 8,1 miliar jiwa, sementara penduduk Indonesia sekitar 286 juta jiwa.
Angka tersebut akan terus bertambah, sehingga kebutuhan pangan meningkat signifikan.
Arum menyoroti penyusutan lahan baku sawah di Indonesia yang terus terjadi. Berdasarkan data yang disampaikan, luas lahan sawah nasional turun dari 8 juta hektare pada 2010 menjadi 7,3 juta hektare pada 2025, atau berkurang sekitar 700 ribu hektare.
“Dengan lahan yang makin sempit dan populasi yang terus bertambah, maka keamanan pertanian dan ketersediaan pangan menjadi isu strategis yang tidak bisa ditunda,” tegasnya.
HM Arum Sabil saat memaparkan metode ketahanan pangan. (Foto: Dok. Ketik.com)
Dalam paparannya, Arum juga menyinggung maraknya kejahatan di sektor pertanian seperti peredaran pupuk dan bibit palsu, penjualan pestisida ilegal, serta praktik impor yang merugikan petani lokal.
Ia menyebut, praktik semacam itu menyebabkan penurunan produktivitas hingga 23 persen dan berdampak pada 47 persen wilayah pertanian rawan kejahatan, dengan 8,2 juta rumah tangga petani terdampak setiap tahunnya.
“Peredaran produk pertanian palsu bukan hanya merugikan petani secara ekonomi, tapi juga mengancam ketahanan pangan nasional. Karena itu, pengawasan tidak bisa dilakukan sendiri oleh petani, perlu dukungan penuh dari aparat penegak hukum,” jelas Arum.
Ia mengapresiasi peran Polri dalam menjaga keamanan sektor pertanian melalui pendekatan edukatif dan kolaboratif.
Menurut Arum, kepolisian memiliki peran penting dalam edukasi masyarakat desa mengenai modus kejahatan pertanian, sosialisasi pelaporan, hingga advokasi kebijakan bersama kementerian terkait.
Selain itu, Arum mendorong penerapan sistem pelaporan dini berbasis aplikasi mobile dan pembentukan Kelompok Pengawas Lingkungan (Pokmaswas) di tiap desa untuk memantau kegiatan pertanian secara berkala.
“Polisi dan masyarakat harus berjalan beriringan. Ketahanan pangan bukan hanya soal produksi, tetapi juga keamanan di setiap tahapnya dari lahan hingga pasar,” ucapnya.
Dalam sesi studi kasus, Arum menyoroti keberhasilan kolaborasi polisi dan masyarakat di beberapa daerah.
Misalnya di Karanganyar, Jawa Tengah, patroli pertanian terpadu berhasil mengungkap jaringan pupuk palsu senilai Rp2,4 miliar dan meningkatkan produktivitas petani 28% dalam setahun.
“Intelligence berbasis masyarakat terbukti efektif. Di sinilah kekuatan sinergi itu keamanan pertanian dimulai dari kesadaran warga sendiri,” tuturnya.
Di akhir pemaparannya, Arum Sabil menyerukan agar seluruh pihak pemerintah, aparat, dan masyarakat aktif menjaga ketahanan pangan nasional.
“Ketahanan pangan adalah tanggung jawab bersama. Kolaborasi antara petani, masyarakat, dan Polri adalah fondasi kuat menuju Indonesia yang berdaulat pangan,” pungkasnya. (*)