KETIK, BLITAR – Setelah sempat ngotot membela pabrik pengolahan kotoran ayam di Desa Kendalrejo, Kecamatan Talun, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Blitar akhirnya angkat tangan.
Melalui Kepala Bidang Tata Lingkungan, Pramesti, DLH mengakui telah terjadi kekeliruan dalam proses perizinan pabrik yang kini jadi sumber keresahan warga.
Pengakuan itu muncul setelah berbagai pihak, termasuk pemerintah desa dan masyarakat, membantah keras klaim DLH bahwa izin pabrik sudah lengkap dan mendapat persetujuan warga.
“Iya, memang ada kekeliruan dalam proses izin itu. Kami sedang klarifikasi ulang dokumen dan tahapan yang sudah berjalan,” ujar Pramesti saat ditemui wartawan, Jumat, 7 Oktober 2025.
Namun, pernyataan itu justru menambah suasana panas di Kendalrejo.
Kepala Desa Kendalrejo, Supanan, menilai DLH telah menyesatkan publik dengan menyebut warga sudah setuju atas pendirian pabrik tersebut.
“Semua pernyataan dari DLH itu tidak benar. Tidak pernah ada mediasi resmi, apalagi kesepakatan dengan warga. Yang ada justru penolakan, karena bau busuknya luar biasa dan lalatnya bikin warga tidak nyaman,” tegas Supanan dengan nada geram.
Menurutnya, aktivitas pabrik bukan hanya mengolah kotoran ayam, tetapi juga menggunakan blotong limbah dari pabrik gula yang memperparah aroma menyengat di sekitar pemukiman.
“Setiap sore, baunya makin parah. Banyak warga sampai nggak bisa makan karena mual. Ini jelas sudah melanggar kenyamanan publik,” imbuhnya.
Supanan mengaku akan segera mengirimkan surat resmi kepada Bupati Blitar dan DPRD setempat untuk meminta tindakan tegas. Ia menilai kelalaian dalam proses izin ini tidak bisa dianggap remeh karena sudah berdampak langsung pada kesehatan dan ketenteraman warga.
Sementara itu, dari sisi perizinan, Plt Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kabupaten Blitar, Eko Susanto, menyampaikan bahwa izin usaha pabrik tersebut baru sebatas Nomor Induk Berusaha (NIB).
“Kalau untuk dokumen lingkungan seperti AMDAL atau izin teknis lainnya, itu urusannya di Dinas PUPR. Coba ditanyakan ke sana,” kata Eko saat dikonfirmasi.
Sayangnya, upaya media untuk meminta keterangan ke pihak Dinas PUPR menemui jalan buntu.
Wahyu, pejabat yang membidangi urusan tersebut, tak bisa dihubungi. Nomor ponselnya tidak aktif meski sudah dicoba berkali-kali.
Padahal, persoalan ini menyangkut nasib warga kecil di pedesaan yang harus menanggung dampak dari lemahnya pengawasan pemerintah. Publik pun mulai mencium aroma lain: dugaan adanya “permainan oknum” dalam proses izin pabrik yang masih abu-abu.
“Kami curiga, ini ada permainan antar instansi. DLH bilang izinnya sudah, PTSP bilang belum, PUPR diam saja. Warga jadi korban,” ucap salah satu warga Kendalrejo yang enggan disebut namanya.
Hingga kini, bau busuk masih tercium di sebagian besar wilayah Kendalrejo. Lalat-lalat beterbangan di dapur dan ruang makan warga, menjadi simbol nyata dari carut-marut tata kelola perizinan lingkungan di Kabupaten Blitar.
“Kami cuma ingin hidup tenang tanpa bau kotoran ayam. Kalau pemerintah nggak bisa kasih solusi, jangan salahkan warga kalau nanti turun ke jalan,” ancam warga dengan nada kesal.
