Intervensi Strategis dan Jalan Optimisme Indonesia

16 Agustus 2025 18:20 16 Agt 2025 18:20

Thumbnail Intervensi Strategis dan Jalan Optimisme Indonesia
Oleh: Muhammad Sirod*

Pidato Presiden Prabowo Subianto di depan DPR-MPR baru-baru ini menyisakan jejak kuat bagi perjalanan bangsa. Tidak sekadar laporan tahunan, pidato itu adalah penegasan arah besar: bagaimana Indonesia hendak menata ulang diri di tengah ketidakpastian global. Saya menangkap satu kata kunci di dalamnya: intervensi strategis. Sebuah istilah yang bukan hanya menandakan tindakan sesaat, melainkan strategi jangka panjang untuk membangun fondasi bangsa.

Kita tentu mencatat bagaimana Presiden mengawali langkahnya dengan pembenahan militer. Validasi kepangkatan TNI dilakukan secara sistemik, tidak sekadar menaikkan pangkat perorangan. Marinir (AL), Kopasgat (AU), dan Kopassus (AD) kini dipimpin jenderal bintang tiga, sebelumnya hanya Kostrad (AD) saja yang dipimpin selevel Letnan Jenderal. Bagi sebagian orang, itu mungkin tampak simbolis. Namun bagi saya, ini adalah penegasan bahwa militer Indonesia diletakkan kembali pada rel yang profesional dan bermartabat.

Bahkan dunia internasional mulai mengakui. Undangan Indonesia dalam upacara militer kenegaraan di Prancis, Pakistan, hingga Singapura bukan sekadar seremoni. Itu pertanda bahwa Indonesia hadir kembali sebagai negara dengan punya wibawa lebih, dihormati sekaligus dipercaya. Intervensi strategis di bidang pertahanan telah menempatkan Indonesia sebagai jangkar stabilitas kawasan.

Capaian paling penting dari pidato Presiden bukan semata di sektor pertahanan, melainkan pada optimisme ekonomi. Presiden menegaskan angka pertumbuhan 5,12% dan menargetkan 5,4% di tahun mendatang. Banyak yang meragukan. Namun menurut saya, keberanian menyampaikan target justru penting. Sebab tanpa optimisme, bangsa hanya akan berjalan di tempat, terjebak dalam pesimisme yang mematikan daya juang.

Lihatlah bagaimana program makan bergizi gratis (MBG) dijalankan. Pada pandangan awam, ini sekadar program sosial. Tetapi dalam kenyataannya, ia telah menciptakan circular economy baru. Ribuan dapur tumbuh, memasok makanan untuk jutaan anak sekolah dan rumah tangga. Pasar lokal bergerak, transportasi hidup, tenaga kerja terserap. Itulah ekonomi yang nyata, yang berdenyut di tengah rakyat.

Saya menyebut MBG sebagai intervensi strategis paling brilian. Ia menyentuh langsung masyarakat bawah yang selama ini jarang mendapat perhatian. Anak-anak sehat, ibu rumah tangga berdaya, petani sayur dan komoditas lokal mendapat pasar baru di sekitarnya. Derap dan denyut ekonomi baru yang mungkin luput terbaca dalam pantauan pemerhati ekonomi di negeri ini.

Langkah lain yang patut dicatat adalah keberanian Presiden menaikkan gaji hakim hingga 280%. Kebijakan ini mungkin kurang populer dalam argumentasi penyebab pejabat koruptif, tapi saya anggap sebagai langkah menumbuhkan kepercayaan pada komponen pengadilan kita, ini investasi. 

Dengan penghasilan yang layak, hakim dan aparat hukum ditempatkan pada posisi terhormat, sehingga keadilan benar-benar bisa objektif sejak dari kehidupan dapur para hakim tersebut. Kejaksaan diperkuat, bea cukai coba dibenahi dengan menempatkan Jenderal TNI kepercayaan presiden yang terpaksa pensiun demi tugas sipil mulia ini, semua demi menutup celah korupsi dan memaksimalkan raihan pendapatan ke kas negara.

Saya melihat inilah cara Presiden berpikir: berani melangkah keluar dari kebiasaan lama. Kritik tentu datang, tetapi bangsa tidak bisa lagi terus-menerus terjebak dalam langkah-langkah biasa prosedural yang membelenggu. Kita butuh terobosan yang mampu memutus lingkaran korupsi dan ketidakefisienan birokrasi.

Benar bahwa beban utang kita masih berat. Bunganya saja mencapai Rp300 triliun per tahun. Namun di sinilah letak pentingnya manajemen fiskal adaptif yang ditempuh. Presiden memilih mempertahankan Bu Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan, bukan karena tidak ada pilihan, tetapi karena perlu kesinambungan. Fondasi ini disiapkan agar pada 2029, Indonesia mampu berdiri dengan fiskal yang lebih sehat dan mandiri.

Tentu, kompromi politik melahirkan kabinet besar dengan banyak wakil menteri. Tapi daripada menjadi beban APBN, sebagian mereka ditempatkan sebagai komisaris BUMN. Apakah ini ideal? Mungkin tidak. Tetapi dalam strategi politik kenegaraan, langkah ini adalah cara menjaga keseimbangan, tanpa harus mengorbankan stabilitas pemerintahan.

Kritik publik sering datang dari kelas menengah yang mudah resah. Mal sepi dianggap tanda krisis, padahal perilaku konsumsi sudah bergeser ke platform digital. Ekonomi rumah tangga tetap tumbuh, hanya bentuknya berubah. Kita harus cerdas membaca perubahan zaman, bukan sekadar terpaku pada tanda-tanda permukaan.

Memang, selalu ada kasus yang menyita perhatian: kenaikan PBB di Pati, sengketa tanah, hingga isu-isu receh yang viral di media sosial. Tetapi kalau kita jujur, itu semua adalah pencilan statistik, bukan gambaran besar. Sayangnya, publik sering lebih terpaku pada riak-riak dan riuh-rendah, sementara langkah besar justru luput dari perhatian.

Saya percaya, intervensi strategis Presiden adalah jalan optimisme baru. Kita tidak sedang berjalan di ruang hampa, melainkan dalam dunia yang penuh ketidakpastian: perang, krisis pangan, krisis energi. Tetapi dengan strategi yang tepat, bangsa ini bisa berdiri tegak, bahkan lebih kuat.

Kita butuh kesabaran kolektif. Pembangunan tidak pernah instan. Kalau setiap program baru seumur jagung sudah diganti-dibatalkan atau bahkan digagalkan, kita tidak akan pernah tuntas mendekati garis finish. Sebaliknya, jika kita konsisten mendampingi, intervensi strategis ini akan menjelma jadi pondasi kokoh dan berjangka panjang.

Akhirnya, optimisme adalah pilihan. Presiden sudah memberi arah, memberi keyakinan, dan memberi contoh keberanian. Kini saatnya kita, rakyat Indonesia, untuk ikut menjaga semangat itu. Intervensi strategis tidak akan berarti tanpa dukungan kolektif bangsa. Mari kita kawal dengan kerja, doa, dan kesabaran.

*) Muhammad Sirod merupakan Fungsionaris Kadin Indonesia sekaligus Ketum HIPPI Jaktim

**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis

***) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id

****) Ketentuan pengiriman naskah opini:

  • Naskah dikirim ke alamat email redaksi@ketik.co.id.
  • Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
  • Panjang naskah maksimal 800 kata
  • Sertakan identitas diri,foto, dan nomor HP
  • Hak muat redaksi.(*)

Tombol Google News

Tags:

opini Muhammad Sirod Intervensi Strategis