Peringatan Hari Santri Nasional (HSN) 2025 dengan tema sentral “Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Peradaban Dunia” bukan sekadar ritual tahunan, melainkan sebuah penegasan kembali atas posisi dan proyeksi peran santri dalam kancah global.
Tema ini memaksa kita untuk melihat pesantren, institusi pendidikan tertua dan paling mengakar di Nusantara. Pesantren bukan lagi sebagai menara gading keagamaan yang terisolasi, melainkan sebagai mesin pencetak Global Knowledge Hub.
Secara historis, santri terbukti menjadi aktor sentral dalam Resolusi Jihad 1945 sebuah realita tak terbantahkan atas peran ulama dan santri dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Sedangkan santri yang hidup di era modern, mengemban amanah melanjutkan perjuangan tersebut dengan maksimal.
Perjuangan saat ini berfokus pada pembangunan peradaban dunia yang menjunjung tinggi keadilan, kemanusiaan, dan Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Transformasi dari basis lokal menuju pengaruh global adalah keniscayaan, dan santri modern adalah kunci.
Kontribusi pesantren bagi kemajuan bangsa juga terbukti sangat luas dan mendalam. Data menunjukkan bahwa institusi ini telah lama berfungsi sebagai lembaga sosial, dakwah, dan pendidikan yang menjadi motor penggerak perubahan sosial di masyarakat.
Pesantren tidak hanya mencetak ahli agama, tetapi juga membentuk sumber daya manusia (SDM) dan human capital dengan karakter yang kuat, mandiri, dan berakhlak mulia.
Dalam bidang ekonomi, misalnya, ribuan pesantren telah menjadi sentra pemberdayaan umat, terutama melalui pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) berbasis nilai-nilai syariah yang menunjukkan sinergi antara nilai spiritual dan kemandirian ekonomi.
Kekuatan ini didukung oleh lebih dari 28.000 pesantren di seluruh pelosok negeri, menjadikannya kekuatan sosial-kultural yang tak tergantikan dalam memastikan pembangunan bangsa yang berakar kuat pada moralitas. Pesantren, dalam konteks ini, adalah penyuplai moralitas (benteng) dan kemandirian (aktor) bagi Indonesia Emas.
Integrasi Tradisi dan Aksi Global
Potensi santri untuk berperan dalam proses peradaban dunia bersumber pada dua pilar utama: kedalaman tradisi keilmuan dan kemampuan adaptasi. Pendidikan pesantren yang mengintegrasikan ilmu agama yang mendalam (tafaqquh fi al-din) dengan pelatihan keterampilan hidup telah melahirkan individu yang tangguh dan memiliki jiwa pengabdian tinggi.
Secara akademis, tradisi sanad keilmuan yang menghubungkan intelektual Nusantara dengan jaringan ulama Timur Tengah sejak abad-abad lalu, memberikan otoritas dan orisinalitas keilmuan yang tidak dimiliki lembaga pendidikan lain.
Hal ini sejalan dengan kerangka teori Human Capital yang dikenalkan oleh Theodore W. Schultz. Schultz berpendapat, investasi dalam pengetahuan dan keterampilan yang didasari nilai (seperti keikhlasan dan kesederhanaan pesantren) menghasilkan sumber daya produktif yang mampu meningkatkan standar hidup dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi global.
Kemudian dalam hal kekayaan literatur turats, mulai dari kajian fikih, ushul fikih, hingga tasawuf, membekali santri dengan kerangka berpikir yang mendalam dan kontekstual. Inilah modal utama bagi santri untuk tampil sebagai aktor Global Knowledge Hub, yaitu pusat yang menawarkan solusi peradaban berbasis kearifan lokal (Islam Nusantara) dan universalitas Islam. Mereka mampu berdialog dengan isu-isu global seperti etika kecerdasan buatan (AI), ekonomi berkelanjutan, dan pluralisme antarbudaya.
Saat ini, banyak santri yang melanjutkan studi ke jenjang perkuliahan tidak hanya mengambil jurusan agama, namun kini lebih variatif. Adanya yang bercita-cita menjadi ekonom, teknolog, ahli hukum, ahli diplomat, ahli kesehatan dan beberapa bidang keilmuan umum sebagai modal dasar santri mengglobal.
Fakta lainnya pun tak terbantahkan, bahwa terdapat ribuan santri atau lulusan pondok pesantren melanjutkan studi ke luar negeri dengan beasiswa negara dengan berbagai disiplin keilmuan. Ini semakin mempertegas bahwa kelak santri memang berpeluang sebagai aktor peradaban dunia.
Peran santri kini melampaui sebatas pendakwah lokal. Santri, saat ini layak disebut "wandering santris" modern yang bergerak sebagai akademisi, pengusaha syariah, teknolog, dan aktivis kemanusiaan di kancah internasional. Harapan terbesarnya adalah santri mampu dalam beradaptasi, mengikis pandangan bahwa pesantren hanya berorientasi ke masa lalu.
Tantangan dan Langkah Strategis
Namun, perjalanan menuju Global Knowledge Hub bukannya tanpa hambatan. Terdapat tiga tantangan utama yang harus dihadapi oleh ekosistem pesantren saat ini.
Pertama, Kesenjangan Keterampilan Digital dan Bahasa. Meskipun banyak pesantren telah mengadopsi teknologi, masih terdapat kesenjangan dalam integrasi kurikulum digital dan penguasaan bahasa internasional (terutama Inggris) terkhusus di pesantren Salaf. Keterbatasan ini menghambat santri untuk berpartisipasi aktif dalam forum-forum akademik dan pasar kerja global.
Kedua, Akselerasi Riset dan Jaringan Intelektual Global. Kekayaan pengetahuan pesantren yang terkandung dalam tradisi bahtsul masail dan kitab-kitab turats belum sepenuhnya terkonversi menjadi karya ilmiah yang diakui dan dipublikasikan di jurnal-jurnal internasional bereputasi. Akibatnya, kontribusi intelektual pesantren kurang terekam dalam diskursus akademik global.
Ketiga, Dilema Modernisasi vs Tradisi. Beberapa pesantren menghadapi dilema dalam menyeimbangkan antara mempertahankan sistem pendidikan tradisional (seperti metode sorogan dan bandongan) dengan tuntutan modernisasi. Di sisi lain, ada tantangan dari gerakan reformasi Islam yang menguji relevansi jaringan intelektual pesantren.
Untuk mentransformasi pesantren menjadi Global Knowledge Hub yang unggul, tidak serta merta dibiarkan secara organic, namun perlu diupayakan dengan sebuah langkah strategis. Setidaknya perlu adanya revitalisasi kurikulum secara menyeluruh.
Kurikulum harus diperbarui secara berkala (dinamisasi) untuk mengintegrasikan secara penuh ilmu pengetahuan umum (sains dan teknologi) dan keterampilan abad ke-21 (keterampilan manajerial dan kepemimpinan) tanpa mengorbankan kedalaman kajian turats. Pembenahan kurikulum yang pasti ada yang tidak setuju ini bertujuan menciptakan lulusan yang memiliki karakter kepribadian utuh: beriman, berakhlak, sekaligus cakap dan mandiri.
Selanjutnya, yaitu pengembangan infrastruktur digital dan ekosistem kewirausahaan: Membangun Pusat Inovasi Bisnis Pesantren (PIBP) sebagai inkubator start-up yang menggabungkan nilai-nilai syariah dengan teknologi digital, sehingga pesantren menjadi pusat ekonomi yang adaptif.
Diperlukan investasi pada implementasi Sistem Informasi Manajemen (SIM) berbasis teknologi untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan dan daya saing.
Terakhir, penguatan jaringan dan diplomasi intelektual santri di berbagai belahan dunia. Upaya ini mendorong kerjasama kelembagaan yang terstruktur dengan universitas-universitas terkemuka dunia.
Memfasilitasi program lanjut studi maupun pertukaran santri untuk melakukan penelitian bersama dan publikasi internasional. Ini adalah upaya untuk menjadikan pesantren sebagai pusat dialog peradaban yang mempromosikan Islam moderat, toleran, inklusif dan adaptif terhadap perkembangan zaman.
Dengan implementasi strategis ini, momentum HSN 2025 akan menandai babak baru. Santri Indonesia tidak hanya mengawal kemerdekaan bangsanya, tetapi juga mengambil peran proaktif sebagai Global Knowledge Hub yang menyumbangkan ilmu, moral, dan kemandirian bagi peradaban dunia.
Bukankah ajaran Nabi Muhammad SAW telah mengingatkan: "Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zamannya bukan zamanmu." Inilah saatnya santri, yang diciptakan untuk zaman ini, yaitu memimpin.
*) Ali Mursyid Azisi, M.Ag merupakan Founder The Indonesian Foresight Research Institute (IFRI), Pemerhati Sosial-Politik
**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis
***) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id
****) Ketentuan pengiriman naskah opini:
- Naskah dikirim ke alamat email redaksi@ketik.co.id.
- Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
- Panjang naskah maksimal 800 kata
- Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
- Hak muat redaksi.(*)