Mengikat Janji pada Samudra: Harmoni Petik Laut Sebagai Ritual Kepercayaan dan Ekspresi Syukur Warga Pesisir

21 November 2025 08:50 21 Nov 2025 08:50

Thumbnail Mengikat Janji pada Samudra: Harmoni Petik Laut Sebagai Ritual Kepercayaan dan Ekspresi Syukur Warga Pesisir
Oleh: Berlian Nashwa Karenina, Birgi Ratu Nadindra, Aziz Rahmad Diananta, Bagas Setya Dharma Mudijantoro dan Danial Mifzal Ramahani*

Manusia dan samudra bagaikan seorang anak yang tak terpisahkan oleh ibunya, laut yang memberi penghidupan bagi manusia menjadi ibu bagi para masyarakat pesisir, anugrah ini disyukuri oleh sebagian besar warga pesisir dengan mengungkapkan rasa terima kasih mereka pada "sang ibu" melalui prosesi petik laut. 

Petik laut adalah bentuk rasa syukur yang mengikat antara manusia dengan samudra, rasa syukur atas samudra yang memberi anugrahnya berupa tangkapan laut yang menjadi sumber kehidupan bagi warga pesisir di selatan pulau jawa, para masyarakat pesisir sadar bahwa sebagai manusia mereka harus memberi timbal balik kepada laut, bukan hanya mengambil dan memanfaatkan hasilnya semata.

Petik laut diselanggaran setiap tanggal 27 bulan september, tanggal ini dipilih oleh tetua nelayan pesisir di sendang biru kabupaten Malang Selatan yang mana saat ini para nelayan hanya meneruskan dan menjaga agar tradisi kebanggan mereka tidak pudar oleh arus modernisasi.

Makna terdalam Upacara Petik Laut adalah penegasan terhadap hubungan timbal balik yang tidak terputus antara nelayan dan laut. Ritual ini menjadi momen bagi masyarakat untuk secara terbuka menyatakan janji syukur atas segala rezeki berupa hasil tangkapan dan keselamatan yang telah mereka terima sepanjang tahun. Nelayan percaya bahwa kebaikan laut harus dibalas dengan kebaikan pula, yang diwujudkan melalui sedekah laut atau pelarungan persembahan. Tindakan ini merupakan pengakuan tulus bahwa mereka tidak bisa mengambil segala-galanya, melainkan harus meninggalkan sebagian sebagai bentuk penghormatan dan terima kasih. 

Upacara Petik Laut sebagai sumpah moral kolektif yang dilaksanakan setiap tahun, menanamkan kesadaran pada nelayan bahwa laut adalah titipan kehidupan, bukan sekadar objek eksploitasi. Melalui ritual persembahan, masyarakat secara tegas menolak keserakahan; mereka wajib tahu batas dan tidak boleh mengambil semua rezeki yang tersedia, demi menjaga keseimbangan ekosistem laut. Nilai ini mewajibkan nelayan menjadi penjaga laut, serta menghindari segala praktik penangkapan yang merusak seperti penggunaan bom atau pukat harimau, demi memastikan sumber penghidupan ini akan tetap aman dan berkelanjutan bagi anak cucu mereka.


Secara filosofis, Petik Laut merupakan manifestasi dari upaya mencapai keseimbangan harmonis yang berkelanjutan antara kebutuhan memanfaatkan sumber daya laut dan kewajiban untuk menghormati kekuatan serta kelestariannya. Ritual ini menunjukkan secara nyata bahwa rezeki yang didapat bukanlah hak tunggal nelayan, melainkan dari hubungan timbal balik yang harus dijaga secara konsisten. Melalui ritual syukur dan penegasan pantangan moral, masyarakat menetapkan bahwa pengambilan hasil laut harus selalu diimbangi dengan penghormatan mendalam dan tindakan nyata untuk merawat ekosistem. Dengan demikian, Petik Laut bertindak sebagai garis batas etik yang memisahkan penggunaan sumber daya yang bijak dari praktik eksploitasi yang merusak, sekaligus memastikan siklus kehidupan dan penghidupan nelayan dapat terus berjalan.

Petik Laut memuat dimensi spiritual yang sangat mendalam, menjadikannya ritual dialog tak tertulis antara komunitas nelayan dengan kekuatan alam semesta. Melalui upacara ini, masyarakat secara kolektif menjalin komunikasi dengan entitas spiritual penjaga lautan yang sering diyakini sebagai Danyang atau Juru Kunci laut memohon restu dan perlindungan. Persembahan (sesaji) yang dilarung ke tengah bukan sekadar hadiah, melainkan pesan permohonan agar mereka dijauhkan dari segala bencana, diberi keselamatan saat melaut, serta dilimpahkan hasil tangkapan. Dengan demikian, Petik Laut mewujudkan kesadaran mutlak bahwa kehidupan nelayan selamanya terikat dan harus selalu selaras dengan kekuatan alam yang agung, menciptakan ikatan spiritual yang sakral dan abadi.


Prosesi petik laut adalah sedekah bumi untuk rasa syukur mereka, sesaji yang digunakan banyak berbagai jenis seperti ikan darat, ikan laut atau ikan tawar, barang barang yang digunakan adalah hasil yang ditangkap dari laut dan dikemabalikan lagi untuk rasa Syukur para penduduk.

Untuk pelaksanaannya dahulu kala ada yang mengetuai atau pemimpin untuk melaksanakan prosesi sedekah bumi, dan untuk sekarang sudah tidak ada yang memimpin dan hanya melestarikan atau dalam kata jawa (ngururi nguriri) supaya adat tidak hilang.

Prosesi ini dilakukan tiap bulan 9 tanggal 27, tidak boleh diubah mundur maupun maju, pelaksanaan dilakukan siang hari hingga sore hari, setelah itu ada hiburan, pasar malam, atau lain-lain, Tanggal 27 itu sudah paten dari nenek moyang.

Dahulu petik laut menggunakan kepala kerbau, tetapi lama kelamaan punah dan digantikan dengan kepala kambing, prosesi ini diharuskan memilih ratu yaitu gadis tidak harus dari desa tersebut, jika ratu tidak gadis maka ada penolakan dari alam bawah sadar dan mengakibatkan kesurupan masal bahkan kematian juga ada. Setiap tahun berganti ratu harus digantikan dengan gadis baru, maupun itu gadis tua tetap tidak mengapa.

Rasa Syukur ini dilaksanakan oleh para nelayan local dan doa doa yang mereka gunakan  adalah menggunakan Bahasa jawa kuno dan secara lisan

 Petik laut merupakan tradisi tahunan yang selalu dilakukan masyarakat di sekitaran pantai sendang biru, terutama para nelayan sebagai wujud rasa syukur atas melimpahnya hasil laut dan keselamatan berlaut. Para komunitas nelayan atau pesisir, mengartikan laut bukan hanya sebagai sumber mata pencaharian, namun juga sebagai ruang yang memiliki spiritual dan  harus dihormati.Dalam kegiatan petik laut masyarakat menunjukkan bentuk rasa syukur dan terimakasih sekaligus harapan agar musim mendatang membawa keselamatan serta rezeki yang berlimpah.

Rasa syukur yang datang terbentuk oleh keyakinan bahwa rezeki berasal dari tuhan dan juga alam yang mendukung kehidupan masyarakat pesisir.Dalam hal ini, mereka percaya bahwa dengan menjalin hubungan yang baik dengan laut dan selalu bersyukur atas apa yang diberikan, keberkahan akan terus mengiringi.Rasa syukur juga mengajarkan masyarakat untuk tidak serakah dalam memanfaatkan hasil laut, serta menumbuhkan rasa dan sikap untuk melestarikan lingkungan pesisir agar tetap memberi kehidupan bagi generasi selanjutnya.

Selain nilai - nilai spiritual,kegiatan petik laut ini juga sebagai ajang pemererat tali silaturahmi antar warga. Banyaknya kegiatan seperti pertunjukkan seni, pasar rakyat, dan gotong royong menjadi sebuah tradisi dalam perayaan bersama untuk memperkuat solidaritas. Pada akhirnya, bukan hanya sebagai simbol budaya namun petik laut memiliki makna sebagai rasa syukur, kebersamaan serta  penghormatan kepada alam

Tradisi petik laut merupakan warisan budaya yang patut dihormati karena mencerminkan hubungan harmonis antara manusia, alam, dan spritual, khususnya laut menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat pesisir. Tradisi ini bukan sekadar ritual, tetapi juga wujud dari rasa syukur terhadap anugerah Tuhan dan alam yang telah memberikan rezeki serta keselamatan. Melalui petik laut, masyarakat menunjukkan bahwa mereka tidak hanya mengambil manfaat dari laut, tetapi juga memberikan penghormatan akan hasil yang didapat dan menjaga keseimbangan dengan cara melestarikan tradisi yang diwariskan nenek moyang. Selain memiliki nilai spiritual yang kuat, petik laut juga menjadi sarana mempererat rasa kekeluargaan, memperkuat ikatan sosial, dan menghidupkan kembali semangat gotong royong. Nilai-nilai positif inilah yang menjadikan petik laut layak dilestarikan, karena bukan hanya sebagai simbol budaya, tetapi juga sebagai bentuk rasa syukur yang tulus dan penghormatan akan alam serta kehidupan yang ada.

 

*) Berlian Nashwa Karenina, Birgi Ratu Nadindra, Aziz Rahmad Diananta, Bagas Setya Dharma Mudijantoro dan Danial Mifzal Ramahani adalah mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang. 

**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis

***) Ketentuan pengiriman naskah opini:

  • Naskah dikirim ke alamat email redaksi@ketik.com
  • Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
  • Panjang naskah maksimal 800 kata
  • Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
  • Hak muat redaksi.(*)

 

Tombol Google News

Tags:

Samudra petik laut harmoni Artikel opini opini