Perwali Pembatasan Kantong Plastik di Surabaya Tak Efektif

Sulit Ditegakkan di Pasar Tradisional, Implementasi di Bawah 10 Persen

19 November 2025 12:39 19 Nov 2025 12:39

Thumbnail Perwali Pembatasan Kantong Plastik di Surabaya Tak Efektif
Tumpukan sampah di TPS Pacar Keling, Surabaya, sampah plastik cukup mendominasi (Foto: Mustopa/Ketik.com)

KETIK, SURABAYA – Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 16 Tahun 2022 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik di Kota Surabaya dinilai tidak efektif untuk mengurangi sampah plastik di Kota Pahlawan. Pasalnya, menurut aktivis dan pemerhati lingkungan, regulasi tersebut belum diimplementasikan dengan baik.

Nol Sampah Surabaya menilai regulasi yang mulai berlaku sejak 9 April 2022 tersebut hanya berjalan di toko-toko modern. Sementara di tempat-tempat yang menjadi sumber utama kantong plastik — seperti pasar tradisional— justru tidak maksimal.

Menurut pengamatan Nol Sampah Surabaya, toko modern sudah 80 persen menjalankan regulasi tersebut, resto dan cafe baru 30 persen, mal pertokoan kurang dari 30 persen. Sedangkan pasar tradisional masih di bawah 10 persen.

“Pemkot belum serius menegakkan perwali ini,” ungkap Koordinator Nol Sampah Surabaya, Hermawan Some kepada Ketik.com pada akhir Oktober.

Senada, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jatim, Wahyu Eka Setyawan menilai implementasi Perwali memang menjadi masalah. Apalagi yang dibatasi hanya kantong kresek, sementara plastik-plastik yang lain masih banyak digunakan sebagai kemasan. 

“Bagaimana ini hanya berlaku di toko modern dan hanya kantong saja, tetapi tidak yang lainnya. Sementara di pasar tradisional masih belum berjalan, belum bisa diimplementasikan dengan baik,” jelas Wahyu.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Surabaya, Dedik Irianto mengakui bahwa Perwali terkait pembatasan sampah plastik baru berjalan di toko-toko modern. Sementara di pasar, pihaknya masih kesulitan untuk menegakkannya.

“Memang perwali ini efektif di toko-toko modern, sedangkan di pasar-pasar tradisional itu masih sulit untuk melakukan penegakan perwali ini,” jelas Dedik.

Volume Sampah Plastik di Surabaya

Menurut laman Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (SIPSN Kemen LHK), timbulan sampah di Kota Surabaya terus meningkat sejak tahun 2021 hingga 2024.

Pada 2021, timbulan sampah harian di Kota Pahlawan mencapai 1.782,51 ton atau 650.614,62 per tahun. Sementara pada 2024, timbulan sampah harian sebanyak 1.810,81 ton atau 660.946,82 ton (tahunan).

Menurut situs yang sama, komposisi sampah plastik di Kota Surabaya pada tahun 2024 tercatat sebesar 22,01 persen. Sampah dari senyawa polimer tersebut menjadi yang terbanyak kedua setelah sisa makanan.

Walhi Jatim memperkirakan komposisi sampah plastik di Kota Surabaya masih di atas 22 persen dari rata-rata 1.400-1.800 ton timbulan sampah harian di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo.

“Plastik masih cukup banyak, dapat mencapai 30 persen kalau menurut perkiraan kami,” kata Wahyu, Direktur Eksekutif Walhi Jatim.

Foto Komposisi sampah plastik di Kota Surabaya diperkirakan masih di atas 22 persen (Foto: Mustopa/Ketik.com)Komposisi sampah plastik di Kota Surabaya diperkirakan masih di atas 22 persen (Foto: Mustopa/Ketik.com)

Nol Sampah Surabaya mengatakan bahwa sampah plastik terus meningkat di Kota Surabaya. Meskipun ia tidak merinci peningkatannya.

“Sampah plastik di Surabaya dari tahun ke tahun terus meningkat. Plastik terbanyak adalah plastik sekali pakai,” jelas Hermawan Some.

Sementara Kepala DLH Surabaya, Dedik Irianto mengatakan bahwa timbulan sampah harian di Kota Pahlawan rata-rata 1.800 ton, sesuai dengan jumlah penduduk yang mencapai kurang lebih 3 juta orang.

“Semakin banyak jumlah penduduknya, tentunya timbulan sampahnya akan semakin banyak. Karena secara teori satu orang itu menghasilkan kurang lebih 0,6 kg per hari,” jelas Dedik.

Namun, ia enggan merinci komposisi sampah plastik dari sekitar 1.800 ton timbulan sampah harian. Ia hanya mengklaim ada penurunan volume sampah plastik hingga 2 ton sejak regulasi diberlakukan.

Minim Sosialisasi

Walhi Jatim menilai regulasi pembatasan sampah plastik sekali pakai tidak berjalan maksimal karena minimnya sosialisasi dari Pemkot Surabaya. Terutama di pasar tradisional yang masih ditemukan penggunaan plastik sekali pakai.

Padahal berdasarkan data SIPSN pada tahun 2024, pasar menjadi penyumbang sampah terbanyak kedua di Kota Pahlawan dengan persentase mencapai 7,16 persen atau sekitar 109,99 ton per hari.

Pada akhir Oktober lalu, Ketik.com menemui Mutia (42) salah satu pedagang di Pasar Gresikan, Surabaya. Perempuan yang sehari-hari berjualan ikan, tidak tahu bahwa regulasi pembatasan kantong plastik juga berlaku di pasar tradisional. 

Mutia terang-terangan mengakui bahwa tidak ada yang melarangnya menggunakan kantong plastik. Sampai saat ini, ia masih menggunakan kantong plastik sebagai pembungkus utama.

”Gimana bawanya kalau enggak ada kantong plastik,” jelas Mutia, menegaskan bahwa barang dagangannya wajib memakai kantong plastik.

Pedagang lainnya, Tondari, 53 tahun yang ditemui di Pasar Gresikan mengakui tidak pernah ada sosialisasi dari pemerintah terkait pembatasan kantong plastik di pasar tradisional.

Ia pun beranggapan bahwa aturan tersebut hanya berlaku di minimarket. Tak heran, ia masih menyediakan kantong plastik bagi yang membeli sayur-mayur di lapak miliknya.

Kepala DLH Surabaya, Dedik Irianto mengatakan bahwa penggunaan kantong plastik di pasar tradisional menjadi tantangan tersendiri. Terutama untuk bahan-bahan yang sangat ‘bergantung’ pada plastik.

Dedik mencontohkan beberapa bahan makanan yang dijual di pasar tradisional dan berpotensi mengotori jika tidak memakai kantong plastik. Namun, ia mengklaim terus melakukan sosialisasi.

“Kita turun ke pasar-pasar tradisional itu untuk menggantikan pengunjung yang membawa tas plastik kita ganti dengan tas yang bisa pakai ulang,” klaimnya.

Roadmap Pengurangan Sampah

Selain minimnya sosialisasi, Walhi Jatim menilai bahwa Pemkot Surabaya belum memiliki roadmap pengurangan sampah. Misalnya program yang menyasar rumah tangga.

“Pemkot Surabaya meski punya regulasi bagus tetapi belum punya roadmap pengurangan sampah dari hulu ke hilir,” kata Wahyu, Direktur Eksekutif Walhi Jatim.

Saat ini, rumah tangga masih menjadi penyumbang sampah terbesar di Kota Pahlawan. Persentasenya bahkan mencapai 85,17 persen atau 1.308,83 ton per hari berdasarkan data SIPSN tahun 2024.

Ninda, warga Tanjung Perak Surabaya menyebut peredaran sampah plastik di lingkungannya masih cukup tinggi. Terlebih, toko kelontong masih banyak yang menggunakan kantong plastik sekali pakai.

“Saya belum mendata penggunaan kantong plastik di lingkungan rumah. Namun, sering saya lihat masih banyak warga yang menggunakan kantong plastik,” jelasnya.

Hal senada diungkapkan Suhada (31) warga Jalan Kalikepiting Tambaksari Surabaya. Ia mengatakan bahwa regulasi pembatasan sampah plastik sekali pakai tidak berdampak terhadap pengurangan sampah plastik di wilayahnya.

”Sejauh ini sih masih banyak yang menggunakan plastik,” jelas Suhada.

Bahaya Sampah Plastik

Besarnya volume sampah plastik di Kota Surabaya membuat Walhi Jatim mengingatkan bahaya yang bisa ditimbulkan. Terutama potensi cemaran mikroplastik yang bisa berdampak buruk terhadap kesehatan.

“Sampah plastik yang naik menyebabkan masalah serius terutama dia tidak bisa diurai,” jelas Direktur Eksekutif Walhi Jatim, Wahyu.

“Kedua potensi cemaran mikroplastik tinggi. Masalahnya akan ke mana-mana, baik estetika, polusi sampai kesehatan,” tegasnya.

Foto Volume sampah plastik yang terus meningkat picu ancaman mikroplastik yang bisa mencemari air dan udara (Foto: Mustopa/Ketik.com)Volume sampah plastik yang terus meningkat picu ancaman mikroplastik yang bisa mencemari air dan udara (Foto: Mustopa/Ketik.com)

Pendapat yang sama disampaikan Koordinator Nol Sampah Surabaya, Hermawan Some. Ia mengingatkan ancaman mikroplastik yang bisa mencemari air dan udara, hingga ancaman pemanasan global.

“Plastik yang bocor ke lingkungan sangat besar sehingga akan mencemari sungai dan laut. Yang lagi tren dampak mikroplastiknya. Air akan banyak mengandung mikroplastik termasuk udara juga,” jelas Hermawan.

“Selain itu tentunya TPA akan cepat penuh. Tumpukan sampah di TPA akan menghasilkan gas metan yang berdampak terhadap pemanasan global,” tandasnya.

Sosialisasi hingga Perda

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Negeri Surabaya, Hananto Widodo meminta Pemerintah Kota Surabaya menggencarkan regulasi pembatasan sampah plastik agar kebijakan tersebut benar-benar efektif.

Selain itu, ia mendorong agar Perwali Nomor 16 tahun 2022 tersebut bisa ditingkatkan menjadi peraturan daerah (perda). Sebab, Perwali hanya bersifat imbauan sehingga tidak bisa menerapkan sanksi secara serius.

“Memang agar efektif harusnya diatur dalam perda. Karena hanya dengan perda, baru bisa diterapkan sanksi pidana pelanggaran dan denda,” jelasnya kepada Ketik.com pada Selasa, 11 November 2025.

“Kalau imbauan memang kurang efektif.Tetapi untuk menerapkan sanksi tentunya harus hati-hati. Apalagi sanksi ini akan diterapkan pada pelaku usaha,” tegas Hananto Widodo.

Sementara Direktur Eksekutif Walhi Jatim, Wahyu Eka Setyawan meminta agar Pemkot Surabaya menyiapkan skema insentif untuk membantu pedagang di pasar menyiapkan kantong ramah lingkungan.

“Serta perlu untuk mengultimatum perusahaan untuk bertanggung jawab atas plastik yang dihasilkan,” tegas Wahyu.

Sementara pedagang dan warga yang ditemui Ketik.com menginginkan agar ada subsidi terkait perubahan dari kantong plastik ke kantong ramah lingkungan. Sebab, jika dibebankan kepada pembeli dan pedagang akan memberatkan.

Di sisi lain, kebijakan ini justru menguntungkan bagi pengusaha toko modern. Salah satu pengelola minimarket di kawasan Tambang Boyo, Zainal mengatakan bahwa kebijakan itu membuat dirinya bisa menjual ratusan kantong ramah lingkungan dalam setiap harinya.

“Kalau sehari lebih dari 200 ya, cuman kan kadang konsumen ada yang mau pakai kantong, ada yang langsung dibawa (tanpa kantong),” kata Zainal.

Kepala DLH Surabaya, Dedik Irianto mengatakan bahwa Perwali kurang efektif karena bersifat imbauan. Sehingga pihaknya tidak bisa memberikan sanksi hingga denda terhadap pihak yang melanggar.

Namun, Dedik mengklaim telah mengeluarkan sejumlah teguran terhadap beberapa toko yang melanggar aturan. Terkait peningkatan Perwali menjadi perda, menurutnya masih ada hal lain yang perlu diprioritaskan.

“Kita ada prioritas-prioritas yang lebih kita utamakan untuk yang dinaikkan ke Perda,” tandas Dedik.(*)

Tombol Google News

Tags:

Sampah Plastik Kota Surabaya Pembatasan Kantong Plastik Perwali Nomor 16 Tahun 2022 DLH Surabaya WALHI Jatim Nol Sampah Surabaya