KETIK, PACITAN – Harga benih lobster (benur) di tingkat nelayan Pacitan masih pancet atau stagnan di angka Rp2.500 per ekor.
Padahal, Badan Layanan Umum (BLU) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah mulai pre-order (PO) ke koperasi benur benih lobster (BBL).
Kendati begitu, Kepala Dinas Perikanan Pacitan, Bambang Marhendrawan optimis adanya kenaikan harga menyusul mulai dibukanya kembali jalur distribusi legal oleh pemerintah.
“Ini bisa disimpulkan bahwa ada permintaan dan pasar mulai bergerak. Artinya kalau ada permintaan, nelayan tidak akan lagi berurusan dengan regulasi atau aparat penegak hukum,” ujar Bambang, Jumat, 18 Juli 2025.
Dinas Perikanan dalam momen ini, imbuh Bambang, akan menekankan pentingnya legalitas dalam aktivitas penangkapan benur.
Pihaknya kini tengah mengintensifkan pendampingan agar nelayan bisa memenuhi seluruh syarat hukum yang berlaku.
“Saat ini kami fokus agar posisi nelayan menjadi legal. Sudah kami gerakkan melalui kerja sama dengan penyuluh untuk membantu para nelayan memenuhi syarat administrasi,” ungkapnya.
Targetnya, minimal ada 2.000 nelayan legal dan mendapat kepastian hukum dalam menangkap benur. Fokusnya bukan pada kelompok, tapi pada individu.
"Saat kini, baru ada sebanyak 25 Kelompok Usaha Bersama (KUB) dengan anggota sekitar 300 nelayan yang mengantongi izin resmi," ungkapnya.
Sementara di pesisir laut Pacitan, nelayan masih menghadapi kenyataan pahit. Harga benur yang hanya dihargai Rp2.500 per ekor dinilai belum mencukupi kebutuhan operasional.
Fatkhanudin, salah satu nelayan benur asal pesisir Pantai Wawaran Pacitan menyebut harga yang stagnan bahkan sempat turun membuat banyak nelayan merugi.
“Beberapa bulan terakhir harga dari nelayan ke pengepul masih Rp2.500. Kadang naik sedikit, kadang turun lagi. Tidak jelas juga kenapa,” ungkapnya.
Situasi ini menyebabkan sebagian besar nelayan berhenti melaut sementara.
“Tambah lagi, ini 3 hari kedepan kemungkinan besar tidak berani melaut, karena ombak besar,” ujar Fatkhanudin.
Penurunan pendapatan ini pun berdampak langsung pada kondisi ekonomi rumah tangga nelayan. Sejumlah nelayan benur mengaku kebutuhan rumah tangga mereka terganggu.
"Kalau tidak jelas terus seperti ini, kami benar-benar kesulitan,” pungkasnya.(*)