KETIK, BLITAR – Forum Peduli Perempuan Blitar Raya (FPEBR) menyoroti keras dugaan pertemuan diam-diam yang dilakukan Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Kabupaten Blitar bersama seorang anggota Fraksi PDIP yang tengah dilaporkan menelantarkan anak dan istri.
Koordinator Lapangan FPEBR, Dharul Muttagien, menilai praktik semacam ini mencerminkan degradasi moral politik yang kian meresahkan masyarakat. Ia menyebut perilaku elite politik yang menabrak norma hukum dan etika sudah berlangsung lama, namun menjadi paradoks ketika rakyat semakin terhimpit persoalan ekonomi.
“Kasus penelantaran perempuan ini seharusnya menjadi alarm bagi DPRD. Jangan sampai malah muncul permainan gelap yang justru mempermalukan lembaga dewan. Kalau ini dibiarkan, FPEBR siap mengerahkan massa, ratusan bahkan ribuan, untuk memerahkan gedung dewan Kanigoro,” tegas Dharul, Selasa 30 September 2025.
Informasi yang dihimpun wartawan menyebutkan, pertemuan yang diduga melibatkan Ketua BK Anik Wahjuningsih dan dua anggota BK lainnya berlangsung di sebuah kafe di Kota Blitar, Minggu 28 September 2025 siang. Lokasinya hanya sepelemparan batu dari Kantor Kejaksaan Negeri Blitar.
Dalam pertemuan itu, Ketua BK diduga duduk satu meja bersama terlapor, yang merupakan anggota Fraksi PDIP. Dua anggota BK lain yang hadir disebut berasal dari PDIP dan PAN, sementara dua anggota BK lainnya menolak hadir.
Kuasa hukum pelapor, Khoirul Anam, menilai pertemuan tersebut mengindikasikan adanya praktik tidak sehat dalam penyelesaian perkara.
“Kuat dugaan ada permainan, ada kongkalikong antar mereka. Pertemuan itu jelas menyalahi mekanisme dan merusak obyektivitas BK. Ndak etis, apalagi dilakukan menjelang keluarnya rekomendasi,” tegas Khoirul Anam.
Kasus yang menyeret anggota Fraksi PDIP DPRD Kabupaten Blitar itu diketahui berawal dari laporan seorang perempuan yang dinikahi siri, kemudian ditelantarkan setelah melahirkan anak. Terlapor disebut tidak memberikan nafkah lahir maupun batin.
Menurut Khoirul, tindakan tersebut sudah masuk kategori pelanggaran kode etik sebagai anggota dewan.
“Yang bersangkutan jelas melanggar etik. Sebagai anggota DPRD, etik itu martabat yang harus dijaga. Tidak boleh dilanggar dengan alasan apapun. Keadilan akan ditegakkan ketika perbuatan ini dinyatakan sebagai pelanggaran etika,” tegasnya.
Khoirul juga menyatakan akan mempertanyakan langsung dugaan pertemuan gelap ini kepada pimpinan DPRD Kabupaten Blitar. Pihaknya menyiapkan opsi langkah hukum jika kliennya merasa dirugikan.
FPEBR menuntut agar Badan Kehormatan DPRD bersikap transparan, profesional, dan tidak mencari keuntungan pribadi. Dharul menekankan bahwa ketua BK, yang juga seorang perempuan, seharusnya memiliki sensitivitas terhadap persoalan perempuan, bukan sebaliknya.
“BK jangan sampai gembos. Ketua BK harus berani tegak lurus. Partai pengusung juga wajib menegakkan aturan partai. Jangan sampai partai yang dipimpin perempuan tangguh justru tercoreng oleh oknum di bawahnya,” tambah Dharul.
Hingga berita ini diturunkan, Ketua BK DPRD Kabupaten Blitar, Anik Wahjuningsih, belum memberikan tanggapan meski nomor WhatsApp-nya dalam keadaan aktif. Sebelumnya, Anik hanya menyampaikan bahwa mediasi antara pelapor dan terlapor telah selesai, dan BK tinggal menyusun rekomendasi untuk pimpinan DPRD. (*)