KETIK, SUMENEP – Industri rokok lokal Madura kembali menyuarakan eksistensinya. Ratusan pemilik Perusahaan Rokok (PR) lokal tumpah ruah menghadiri Focus Group Discussion (FGD) Pembinaan Perusahaan Rokok Kabupaten Sumenep yang digelar pada Kamis, 17 Juli 2025.
Acara ini menjadi momentum langka sekaligus strategis bagi pelaku industri rokok skala kecil dan menengah di Madura. Mereka menyampaikan aspirasi secara langsung kepada pemangku kebijakan, demi mempertegas posisi mereka sebagai penggerak ekonomi akar rumput yang selama ini kerap terabaikan di level nasional.
“Kami bukan anti aturan. Justru kami ingin patuh. Tapi selama ini yang kami butuhkan adalah pendampingan, bukan semata-mata pengawasan,” ujar Iskandar, pemilik PR Djava dari PT Empat Sekawan Mulya.
Menurutnya, forum seperti FGD ini penting sebagai ruang dialog agar pelaku industri bisa berkembang secara legal tanpa mengorbankan kearifan lokal. Ia berharap ada pola pembinaan yang membuat perusahaan rokok lokal bisa tumbuh sehat di tengah tantangan regulasi.
Hal senada disampaikan Ketua Paguyuban Pengusaha Rokok Sumenep, Shofwan Wahyudi. Ia menegaskan bahwa industri rokok lokal bukan sekadar urusan dagang, tapi simbol nyata dari ekonomi komunitas yang tangguh.
“Di Madura ini, garam dan rokok itu seperti nadi ekonomi. Di balik kemasan rokok rumahan, ada petani, buruh linting, hingga sopir distribusi yang hidup darinya. Ini bukan hanya bisnis, ini soal ketahanan ekonomi desa,” tegasnya.
Ia menyebut, peningkatan kesadaran hukum para pengusaha lokal telah berdampak signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), khususnya dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang terus naik dalam lima tahun terakhir.
Selain itu, FGD kali ini juga menjadi ruang evaluasi atas stabilitas harga tembakau Madura. Menurut Shofwan, sejak perusahaan lokal mulai dibina dan mendapat akses bahan baku secara setara, harga tembakau pun lebih terkendali.
“Dulu harga bisa jatuh sesuka angin. Sekarang, perusahaan lokal sudah siap menyerap panen dengan harga yang wajar. Ini hasil dari kekompakan dan semangat saling menguatkan antar pelaku usaha,” paparnya.
Sementara itu, Penasehat Paguyuban Pengusaha Rokok Sumenep, Haji Mukmin, menggarisbawahi pentingnya peran negara melalui instansi seperti Bea Cukai. Namun, ia berharap pendekatannya bukan represif, melainkan edukatif.
“Kami butuh Bea Cukai hadir sebagai pembina. Karena kami ingin tumbuh legal, bukan ilegal. Tujuan kami jelas: sejahtera bersama lewat jalur yang benar,” ungkapnya.
Mukmin juga menyoroti pentingnya narasi publik terhadap industri rokok lokal. Menurutnya, media punya peran strategis untuk menghadirkan sudut pandang yang adil dan berimbang.
“Selama ini kami sering dinilai negatif. Padahal kontribusi kami riil. Kalau media bisa ikut mengangkat cerita positif, maka kepercayaan publik dan pemerintah juga akan ikut naik,” tambahnya.
Melalui sinergi dengan Forum Pimpinan Asosiasi Media Sumenep, Mukmin menilai bahwa FGD ini bukan akhir, melainkan langkah awal menuju tata kelola industri tembakau lokal yang inklusif dan berbasis kearifan lokal.
“Kalau pelaku usaha, pemerintah, dan media duduk setara, maka akan lahir kebijakan yang lebih berpihak dan berkeadilan. Harapannya, ke depan muncul peta jalan yang kokoh bagi industri rokoktutupny legal, kuat, dan berdampak langsung ke desa,” tandasnya.(*)