Ghei Bintang dari Madura: Lentera Budaya yang Dinyalakan di Panggung Kampus

12 Juli 2025 21:10 12 Jul 2025 21:10

Thumbnail Ghei Bintang dari Madura: Lentera Budaya yang Dinyalakan di Panggung Kampus
Ketua Panitia Festival Konser Budaya 2025, Moh Iskil El Fatih, saat menyampaikan sambutan di Lapangan Basket Universitas Bahauddin Mudhary Madura (Uniba Madura), Jumat 11 Juli 2025. (Foto: Fery Purnomo/ Ketik)

KETIK, SUMENEP – Suasana Lapangan Basket Universitas Bahauddin Mudhary Madura (Uniba Madura) pada 11 Juli 2025 malam berubah total. Biasanya jadi tempat olahraga, kali ini disulap jadi panggung perayaan budaya yang penuh warna dan makna. Ribuan orang tumplek blek dari mahasiswa, pemuda, masyarakat umum, sampai pegiat seni dan budaya.

Festival Konser Budaya 2025 jadi magnetnya. Acara ini nggak cuma ramai secara penonton, tapi juga penuh makna di balik gelaran. Hadir pula sejumlah tokoh penting: budayawan senior D. Zawawi Imron, empu keris perempuan kebanggaan Sumenep Ika Arista, perwakilan Kapolres Sumenep, jajaran rektorat Uniba, dan Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata Sumenep.

Ketua Panitia Festival, Moh Iskil El Fatih, menyampaikan bahwa konser budaya ini bukan sekadar acara hiburan.

"Kami nggak sedang bikin event biasa. Ini cara kami berdoa untuk Madura dengan cahaya panggung, gerakan tari, dan suara budaya yang nyaris terlupakan," ujar Iskil dengan penuh semangat.

Tema yang diangkat, “Ghei Bintang” (artinya ‘memberi cahaya’ dalam bahasa Madura), lahir dari keresahan anak muda akan identitas mereka sendiri. Festival ini jadi ruang bersama untuk membangkitkan kembali kebanggaan terhadap budaya lokal.

"Mulainya mungkin dari panggung kecil di sudut Sumenep, tapi semangatnya besar. Kami ingin panggung ini menyentuh hati, menyadarkan, dan merangkul generasi muda untuk kembali memeluk budayanya," lanjut Iskil.

Di balik gegap gempita panggung, mahasiswa Uniba Madura bekerja keras di belakang layar. Ada yang rela latihan tari sampai malam, merancang bazar UMKM, mengundang empu keris, pengrajin batik, dan komunitas seni lokal. Semua dikerjakan dengan satu tujuan: menjaga budaya tetap hidup.

"Kami nggak dibayar pakai uang, tapi kami dibayar pakai makna," ucap Iskil. Ia menggambarkan rasa haru tiap kali melihat anak kecil terpukau melihat keris, atau tepuk tangan penonton saat musik tradisional Tong Tong dimainkan.

Iskil menyebut budaya sebagai pondasi yang tak boleh dibiarkan runtuh oleh arus zaman. Festival ini jadi bentuk perlawanan bukan dengan marah-marah, tapi lewat karya. Lewat tari, lagu, dan cerita, mereka mengingatkan: jangan pernah malu jadi orang Madura.

"Kami yakin, cahaya kecil ini suatu hari bisa bersinar terang. Asal dijaga bersama," tutupnya.

Rektor Uniba Madura, Prof. Dr. Ir. H. Rachmad Hidayat, M.T., IPU, ASEAN-Eng., yang membuka acara, ikut menegaskan pentingnya menjaga budaya di tengah arus digitalisasi yang makin deras.

"Tanpa budaya, kita nggak akan punya jati diri. Ini bentuk perjuangan bersama untuk merawat warisan budaya Madura," pungkas Rachmad. (*)

Tombol Google News

Tags:

Uniba Madura Sumenep Festival Konser Budaya 2025 Madura Jawa Timur