KETIK, SURABAYA – Dalam sidang paripurna DPRD Jatim terkait Nota Keuangan Atas Rancangan Perda Tentang Perubahan APBD, sejumlah catatan dan pertanyaan dilontarkan oleh Fraksi PKB Jatim, ke Pemprov Jatim, Selasa 19 Agustus 2025.
Fraksi PKB Jatim mengawali dengan menyampaikan pendapatnya terkait Nota Keuangan Atas Rancangan Perda, yakni terkait dinamika ekonomi dan kebijakan fiskal yang berkembang. Itu bertujuan mengoptimalkan alokasi anggaran demi kesejahteraan masyarakat. Fraksi PKB memandang perlu untuk menyampaikan beberapa catatan demi perbaikan tata kelola keuangan daerah di masa mendatang.
Dilihat dari aspek umum, Fraksi PKB menguraikan, mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS), perekonomian Jawa Timur pada triwulan kedua 2025 tumbuh sebesar 5,23% (y-on-y), lebih tinggi dibanding rata-rata nasional.
Meskipun laju pertumbuhan positif, Jawa Timur masih menghadapi tantangan. Tingkat kemiskinan pada Maret 2025 berada pada angka 9,50%, dengan jumlah penduduk miskin sebanyak lebih dari 3,8 juta orang.
"Fraksi PKB berharap agar Perubahan APBD 2025 benar-benar menjadi instrumen fiskal yang mampu menjaga pertumbuhan sekaligus mempersempit kesenjangan sosial-ekonomi," ujar juru bicara F-PKB, Nur Faizin, Rabu 20 Agustus 2025.
Diuraikan, Pendapatan Daerah perubahan ditetapkan sebesar Rp28,54 triliun, terdiri dari PAD sebesar Rp17,04 triliun (59,7 persen), Transfer Rp11,46 triliun (40,2 persen), dan Lain-lain pendapatan yang sah Rp28 miliar (0,1persen).
Target PAD sebesar Rp17,04 triliun memang menunjukkan peningkatan jika dibandingkan dengan target awal APBD murni sebesar Rp16,76 triliun. Namun demikian, jika dibandingkan dengan Perda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Provinsi Jawa Timur Tahun 2024, realisasi PAD tembus hingga Rp23.4 triliun.
"Artinya terjadi penurunan PAD hingga Rp6,4 triliun. Mohon penjelasan mengenai alasan penurunan PAD yang sangat signifikan ini," pinta Nur Faizin.
Fraksi PKB juga meminta penjelasan mengenai posisi piutang pajak daerah, berapa besarnya, bagaimana tren penyelesaiannya, serta sejauh mana upaya penagihan telah dilakukan? Piutang tersebut berpotensi menjadi salah satu sumber penerimaan apabila dapat dikelola secara optimal.
Fraksi PKB memandang bahwa potensi PAD masih dapat dioptimalkan, baik melalui pajak maupun retribusi.
Disarankan, kajian potensi pendapatan daerah harus segera dilakukan sebagai pijakan kebijakan dalam pengelolaan pendapatan ke depan. Kajian yang berbasis data riil diharapkan dapat memperkuat strategi fiskal daerah, sekaligus mengurangi ketergantungan pada transfer pusat yang proporsinya masih cukup besar.
Terkait Belanja Daerah, diuraikan bahwa Belanja Daerah setelah perubahan mencapai Rp32,94 triliun, dengan komposisi, Belanja Operasi Rp24,00 triliun rupiah (72,9 persen). Belanja Modal Rp3,08 triliun atau 9,4 persen. Belanja Tidak Terduga Rp302,8 miliar (0,9 persen); dan Belanja Transfer Rp5,5 triliun (16,8 persen).
"Fraksi PKB menilai, dominasi belanja operasi terlalu tinggi, sementara belanja modal terlalu rendah, kurang dari 10 persen. Ini menunjukkan bahwa APBD Provinsi Jawa Timur masih bersifat “rutin oriented” dan kurang mendorong investasi pembangunan jangka panjang," tegasnya.(*)