KETIK, PROBOLINGGO – Kritik terhadap Koordinator Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI) dalam menilai kelaikan dapur MBG di Kota Probolinggo, terus bergulir. Kali ini kontrol terhadap kepanjangan tangan Badan Gizi Nasional (BGN) di daerah itu datang dari DPRD Kota Probolinggo.
Nunung Moh Toha (Fraksi NasDem) dan Muchlas Kurniawan (Fraksi Golkar), meminta SPPI profesional menjalankan fungsinya. Ini agar tidak menimbulkan dugaan pungli di tengah masyarakat. Mereka menyebut SPPI harus objektif. Terutama dalam proses verifikasi terhadap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Tak hanya itu Rio, Koordinator SPPI Kota Probolinggo, juga diminta responsif terhadap mitra program Makan Bergizi Gratis (MBG).
“Koordinator SPPI hendaknya responsif terhadap mitra MBG. Dalam melakukan verifikasi harus mengacu pada aturan resmi BGN. Kami akan usulkan membahas hal ini melalui rapat dengar pendapat (RDP). Ini agar program pemerintah segera berjalan. Bila perlu, evaluasi kinerja Koordinator SPPI Kota Probolinggo,” ujar Nunung, di Gedung DPRD Kota Probolinggo, Senin 13 Oktober 2025.
Sementara menurut Muchlas, di lapangan ditemukan banyak ketidaksesuaian antara kondisi dapur dan izin yang diterbitkan.
“Ada dapur sudah layak tapi belum jalan. Ada pula belum layak tapi sudah beroperasi. Program ini seharusnya segera berjalan secara sporadis,” katanya.
Salah satu pedoman teknis BGN, setiap dapur MBG wajib memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Standar lingkungan diterapkan agar limbah dapur tidak mencemari air tanah maupun saluran umum. Namun, di sejumlah lokasi dapur, sistem IPAL bahkan belum terpasang sama sekali.
Dinas Kesehatan Kota Probolinggo tidak menampik fakta itu. Bambang, verifikator IPAL pada dinas kesehatan menyebutkan, sebagian dapur masih dalam tahap penyesuaian. “Masih ada pendampingan agar standar IPAL sesuai ketentuan,” ujarnya singkat.
Ketidakkonsistenan penilaian SPPI terhadap dapur MBG tidak hanya soal IPAL. Sebab verifikasi luas lahan MBG disinyalir juga tidak relevan dengan standard BGN. Seperti dapur MBG di kawasan Jalan Kartini, dan Jalan dr. Saleh, misalnya. Di sini, dua dapur dengan luas lahan dan bangunan di luar ketentuan lolos verifikasi.
Bahkan dapur MBG di dr. Saleh, sudah sempat beroperasi. Sebaliknya, dapur lain di kawasan Kelurahan Sumbertaman, hingga kini belum jelas statusnya. “Kami menunggu kapan dapur itu mulai produksi MBG. Apakah dapur milik Yayasan Mambaul Ulum, itu bakal terganjal atau tidak, kita lihat saja endingnya,” kata Ibu Suprapti, warga Perum Sumber Taman Indah, diamini warga lainnya.
“Untuk dapur Mambaul Ulum, semua sudah kami lengkapi. Fasilitas lengkap sesuai spesifikasi teknis BGN. Sekarang proses perekrutan karyawan,” ujar Gus Samsul, salah satu keluarga pendiri yayasan yang dihubungi ketik.com saat menjalani ibadah umroh di Kota Madinah.
Menurut pedoman BGN, dapur MBG idealnya memiliki bangunan minimal 400 meter persegi di atas lahan sekitar 800 meter persegi. Di dalam dapur terdapat ruang pengolahan, pencucian, penyimpanan, jalur distribusi terpisah, serta IPAL tertutup.
Sekadar diketahui, tugas Koordinator SPPI meliputi supervisi kegiatan operasional SPPG di Kota/Kabupaten. Mulai mengontrol persiapan lahan, jalannya pembangunan dapur, layout, hingga fasilitas dapur. Lalu memonitor pemrosesan, dan pendistribusian paket makanan bergizi gratis. Selain itu, mereka juga memberi rekom sekaligus menentukan SPPG mendapat izin laik beroperasi atau tidak dari Badan Gizi Nasional (BGN).
Hingga berita ini diunggah, Rio, Koordinator SPPI Kota Probolinggo, masih sulit berkomunikasi. Telepon maupun WhatsApp dikirim ketik.com tidak dibalas. (*)