KETIK, PROBOLINGGO – Dugaan pengerjaan proyek pemerintah mendahului terbitnya Surat Perintah Kerja (SPK), kembali mencuat di Kota Probolinggo. Pekerjaan fisik pada pos anggaran di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) ini, berlangsung di Taman Wisata Studi Lingkungan (TWSL).
“Jika benar sinyalemen proyek berjalan sedangkan dokumen kontrak resmi antara penyedia dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) belum diterbitkan, jelas salah. Artinya proses tender hanya dijadikan formalitas memenuhi prosedur administratif. Sebab pemenang proyek telah ditentukan sejak awal,” duga Sulaiman, warga sekitar TWSL.
Data terekam dalam Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) memperkuat dugaan itu. Dalam paket tender dimaksud, hanya terdapat satu peserta yang memasukkan dokumen penawaran. Yakni CV Sinar Jaya. Perusahaan ini memasukkan tawaran hingga harga terkoreksi senilai Rp 185.002.791,81 dan dinegosiasi menjadi Rp185.000.000,00.
Dalam SPSE juga menyebutkan pekerjaan meliputi, peningkatan jalan paving taman wisata studi lingkungan. Lalu pembangunan pagar pegangan disabilitas. Dan peningkatan/pemeliharaan saluran drainase.
Sedangkan tahapan administrasi berdasarkan jadwal resmi menyebutkan, upload dokumen penawaran pada 7 Oktober 2025 hingga 9 Oktober 2025. Pada tanggal 9 Oktober 2025 juga dilakukan pembukaan dokumen hingga evaluasi penawaran.
Keesokan harinya, 10 Oktober 2025 dilakukan klarifikasi teknis dan negosiasi harga. Secara maraton penandatanganan kontrak juga dijadwalkan mulai tanggal 10 Oktober 2025 sampai 31 Oktober 2025.
Beberapa pekerja proyek ditemui Ketik.com di TWSL menyatakan, sudah sepekan lebih mereka beraktivitas. “Kalau dihitung sampai hari ini, kami sudah sekitar 9 hari bekerja proyek. Pokoknya seingat saya mulainya sekitar hari Sabtu 18 Oktober 2025,” terang JN, salah satu pekerja, Senin 27 Oktober 2025 sore.
Prawira Satya, seorang praktisi hukum menyebutkan, pengerjaan proyek tanpa SPK merupakan pelanggaran serius terhadap Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
“Regulasi tersebut mengatur setiap pekerjaan yang menggunakan APBN maupun APBD hanya boleh dimulai setelah adanya kontrak yang sah dan diterbitkannya Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK),” katanya Selasa 28 Oktober 2025 pagi. Pengerjaan proyek tanpa dasar hukum, lanjut dia, bukan hanya melanggar prosedur. Melainkan berpotensi menimbulkan kerugian negara karena seluruh aktivitas dan pembayaran tidak memiliki payung hukum yang jelas.
“Minimnya peserta tender juga semakin memperkuat dugaan adanya pengaturan proyek. Hanya satu perusahaan yang ikut serta menandakan proses pengadaan tidak berjalan secara kompetitif,” pungkas lulusan salah satu universitas negeri itu.
Senada disampaikan Dani, aktivis anti korupsi. Dia menyebut, kondisi demikian bukan fenomena biasa. Bisa jadi sinyalemen rekayasa dalam proses tender. “Jika hanya satu peserta, apalagi pekerjaan sudah berjalan sebelum kontrak, ini bukan sekadar pelanggaran administratif. Ini indikasi tender hanya sebagai formalitas karena pemenang sudah ditentukan,” ujar Dani, seorang aktivis antikorupsi.
Meski tak bersedia menunjukkan dokumen SPK, Kepala DLH Pemkot Probolinggo, Retno Wandansari, membantah dugaan itu. “Sudah sesuai proses pengadaan di barjas. Sudah tanda tangan kontrak. Pekerjaan setelah itu (setelah dokumen lengkap red.). Ini info stafku,” katanya saat dihubungi ketik.com melalui WhatsApp.
