KETIK, PROBOLINGGO – Surat edaran Pemerintah Kota Probolinggo mengimbau seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) wajib menggunakan air mineral produk lokal untuk konsumsi sehari-hari memicu polemik.
Redaksional surat diterbitkan pada 22 Oktober 2025 itu, tidak sekadar mengimbau menggunakan air mineral. Pasalnya masyarakat juga menganggap pemkot, mengarahkan secara khusus belanja produk air mineral produk Probolinggo.
Berikut petikan isi surat dimaksud.
PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO
Probolinggo, 22 Oktober 2025
Nomor : 500.2.2.8/4092/425.002/2025
Sifat : Penting
Perihal : Penggunaan Air Mineral untuk Konsumsi Sehari-hari di Lingkungan OPD
Yth. Sdr.:
1. Sekretaris Daerah
2. Staf Ahli Wali Kota
3. Asisten Sekretaris Daerah
4. Inspektur
5. Sekretaris DPRD
6. Kepala Badan/Dinas/Bagian
7. Kepala Satpol PP dan Kepala Pelaksana BPBD
8. Direktur UOBK RSUD dr. Moh Saleh dan Ar – Rozy
9. Camat dan Lurah se Kota Probolinggo
10. Direktur Pudam Bayuangga
di
PROBOLINGGO
SURAT EDARAN
Sehubungan dengan upaya menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan kerja serta memberikan perhatian khusus terhadap penyediaan konsumsi air yang sehat dan aman, dengan ini kami menghimbau seluruh Organisasi Perangkat Daerah untuk mulai menggunakan air mineral (DENGAN MENGGUNAKAN PRODUK LOKAL PROBOLINGGO) sebagai pilihan utama untuk konsumsi sehari-hari di lingkungan kantor.
Adapun tujuan penggunaan air mineral kemasan adalah sebagai berikut:
Menjamin kualitas air yang dikonsumsi bebas dari kontaminasi
Meningkatkan kesadaran tentang pentingnya kesehatan dan kebersihan
Mendukung penerapan standar higienitas di lingkungan kerja
Mendukung peningkatan perekonomian daerah
Demikian atas perhatian dan pelaksanaannya disampaikan terima kasih.
An. Wali Kota Probolinggo
Pj. Sekretaris Daerah
R. SUWIGTYO
Menanggapi persoalan itu, Anggota DPRD Kota Probolinggo, Sibro Malisi, menyatakan, kebijakan tampak sederhana itu justru dinilai menyimpan tanda tanya besar. Sebab hanya menyorot satu jenis konsumsi, dan terkesan mengarah kepada satu merek tertentu.
Politisi Partai NasDem itu, secara terbuka mempertanyakan arah kebijakan tersebut. Ia menilai edaran itu berpotensi menjadi pintu masuk praktik monopoli produk dan tidak berpihak pada pemberdayaan UMKM lokal secara menyeluruh.
“Ini perlu dikritisi. Kenapa kok hanya air mineral yang dispesifikkan? Kenapa bukan belanja makan-minum dinas seperti nasi kotak dari pelaku UMKM lokal yang difasilitasi? Padahal di GOR A. Yani, itu banyak pedagang kecil yang menggantungkan hidup dari jualan setiap hari. Kalau anggaran dinas belanja ke mereka, kan lebih memakmurkan warga Probolinggo,” ujar Sibro.
Menurutnya, edaran tersebut sejak awal sudah ditafsir masyarakat secara sempit. Alih-alih memperkuat ekonomi masyarakat, justru memunculkan kesan adanya keberpihakan terhadap satu produk air kemasan.
“Coba diperhatikan, di Probolinggo ini ada tiga produsen air mineral lokal. Tapi kok seperti mengarah ke satu merek? Apalagi masyarakat sudah menangkap bahwa ini diarahkan ke Alamo. Kalau begini, Pemkot bukan jadi pembina ekonomi, tapi jadi promotor produk. Ini jelas tidak sehat,” tegasnya.
Sibro, juga menyoroti redaksi surat edaran yang tidak menyebut secara eksplisit “Produk Kota Probolinggo”, melainkan hanya menulis “produk lokal”. Frasa ini dinilai multitafsir dan membuka ruang pengkondisian.
“Kok tidak ada kalimat ‘Kota Probolinggo’? Ini kan jadi bias. Bisa saja produk dari luar kota diklaim sebagai lokal. Kalau benar-benar mau memajukan ekonomi daerah, ya buat mekanisme terbuka dan beri kesempatan semua pelaku usaha, bukan mengerucut ke satu titik,” imbuhnya.
Ia menegaskan, kebijakan publik tidak boleh membuka ruang monopoli. Kalau pemerintah ingin mendorong ekonomi lokal, maka produk UMKM di sektor makanan dan minuman yang melibatkan banyak tenaga kerja dan pelaku kecil justru harus diutamakan.
“Bayangkan kalau setiap OPD diwajibkan beli makan-minum rapat ke UMKM sekitar GOR A. Yani. Itu langsung terasa manfaatnya ke masyarakat kecil. Bukan semata-mata air mineral,” tutup Sibro Malisi.
Lembaga Perlindungan Konsumen Nasional (LPKN), melihat potensi pemaksaan selera konsumen dibungkus alasan kesehatan dan ekonomi lokal. Padahal, konsumen dalam hal ini OPD dan masyarakat punya hak untuk memilih produk berdasarkan kualitas, harga, dan manfaat.
“Jika pemerintah hanya mengarahkan ke satu merek air mineral, itu bukan pembinaan ekonomi, tapi sudah masuk kategori intervensi pasar. Negara tidak boleh ikut bermain sebagai agen pemasaran. Pemerintah seharusnya menjadi wasit, bukan pemain,” ujar Direktur LPKN, Louis Hariona.
Ia juga menegaskan, setiap kebijakan publik harus menjaga asas keadilan bagi semua pelaku usaha. “Di Probolinggo, ada beberapa produsen air mineral lokal. Kalau hanya satu yang mendapat keuntungan dari surat edaran ini, maka di mana letak keadilan? Ini bisa jadi praktik monopoli terselubung dan berpotensi melanggar UU Perlindungan Konsumen serta UU Larangan Praktik Monopoli,” tambahnya.
Pria kelahiran NTT, itu mengingatkan Pemkot Probolinggo, agar berhati-hati. “Pemerintah jangan sampai menciptakan ketidakadilan ekonomi atas nama kebijakan. Kalau ini dibiarkan, warga bisa beranggapan pemkot sedang mengarahkan keuntungan kepada kelompok tertentu. Itu berbahaya bagi kepercayaan publik,” tutup Louis Hariona.
Sampai berita ini diunggah, Pemkot Probolinggo, belum memberi komentar. Pesan WhatsApp yang dikirim Ketik.com kepada Pj. Sekda Kota Probolinggo, Rey Suwigtyo, belum mendapat balasan. (*)
