DPRD Surabaya Desak Posko Layanan Kedaruratan di Perbatasan Ditambah

8 Juli 2025 16:54 8 Jul 2025 16:54

Thumbnail DPRD Surabaya Desak Posko Layanan Kedaruratan di Perbatasan Ditambah
Anggota Komisi D DPRD Surabaya dr Akmarawita Kadir. (Foto: Shinta Miranda/Ketik)

KETIK, SURABAYA – DPRD Surabaya mendesak layanan kedaruratan Tim Gerak Cepat (TGC) di wilayah perbatasan Kota Pahlawan ditambah agar layanan kesehatan maupun kedaruratan merata.

Desakan ini berdasarkan keluhan warga di kawasan pinggiran Kota Surabaya yang menyuarakan keprihatinan atas layanan kedaruratan karena dinilai kurang merata dan lamban.

Keluhan seperti permintaan untuk menunggu hingga satu jam menjadi catatan evaluasi serius bagi Pemerintah Kota Surabaya dalam menyelenggarakan layanan kesehatan yang responsif bagi seluruh warganya.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi D DPRD Kota Surabaya, dr. Akmarawita Kadir, mengakui adanya ketimpangan dalam jangkauan layanan TGC.

Menurutnya, jumlah posko yang ada saat ini belum mampu menjangkau seluruh wilayah Kota Pahlawan secara optimal.

"Memang untuk pelayanan darurat kesehatan itu sudah ada Tim Gerak Cepat atau TGC. Namun, jumlahnya yang saat ini hanya tujuh posko masih dirasa kurang, terutama di daerah-daerah barat," paparnya pada Selasa 8 Juni 2025.

Akma mendorong penambahan tiga posko baru yang akan difokuskan di wilayah barat Surabaya serta satu posko tambahan di pusat kota.

"Sehingga nanti mempermudah geraknya, time responnya jadi lebih cepat lagi," tegasnya.

Tak hanya itu, Akma juga menyoroti masalah sistem rujukan yang kerap membuat tim TGC di lapangan kebingungan.

Untuk itu, ia mengusulkan sebuah sistem terintegrasi yang melibatkan seluruh rumah sakit di Surabaya, baik milik pemerintah maupun swasta.

Menurutnya, ide kerja sama ini sejalan dengan peraturan yang mewajibkan semua rumah sakit untuk menerima pasien dalam kondisi darurat, terlebih mayoritas warga Surabaya telah tercover oleh Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui program Universal Health Coverage (UHC).

"Kalau BPJS itu, baik swasta maupun negeri, rumah sakit wajib menerima yang darurat. Kalau ada rumah sakit yang menolak, itu bisa kena pidana," tegasnya.

Namun, kerja sama ini tidak hanya sebatas pada kesediaan menerima pasien. Ia menekankan pentingnya pemetaan fasilitas di setiap rumah sakit.

"Kerja sama itu harus juga mengenai fasilitas yang ada, jumlah dokter, ketersediaan ICU. Jadi ketika pasien tiba, sudah stand by dan tidak perlu dipindah-pindah lagi karena fasilitas tidak memadai. Ini kan juga makan waktu," paparnya.

Oleh karena itu, Komisi D mendesak agar sistem terintegrasi ini dituangkan dalam standar operasional prosedur (SOP) yang baku dan akan dievaluasi secara berkala.

Persoalan lain yang mengemuka adalah operasional puskesmas 24 jam yang masih terkendala oleh keterbatasan sumber daya manusia (SDM). Pelibatan tenaga medis puskesmas dalam tim TGC dinilai mengganggu pelayanan primer di puskesmas itu sendiri.

"Jumlah SDM, terutama di puskesmas yang tidak rawat inap, sangat terbatas. Ketika dokter dan perawatnya masuk dalam TGC, otomatis akan mengurangi pelayanan di situ, bahkan akan mengganggu ketika banyak panggilan darurat," ungkapnya.

Akma juga mengusulkan adanya penambahan SDM, baik perawat maupun dokter, yang didedikasikan khusus untuk memperkuat Tim Gerak Cepat.

"Sehingga puskesmas yang sesuai Perwali buka 24 jam itu bisa fokus penuh untuk mengelola pelayanan 24 jamnya," pungkasnya. (*)

Tombol Google News

Tags:

DPRD Surabaya Komisi D DPRD Surabaya TGC Surabaya dr Akmarawita Komisi D evaluasi TGC Surabaya