KETIK, SIDOARJO – Para aktivis dan tokoh masyarakat berharap pemerintahan Kabupaten Sidoarjo berjalan dengan baik. Tidak ada drama politik. Ujung-ujungnya rakyat yang menjadi korban. Mereka mendesak Bupati Sidoarjo Subandi dan DPRD Sidoarjo menjaga hubungan harmonis agar pembangunan berjalan dan hasilnya dapat dinikmati publik.
Aktivis-aktivis senior itu menamakan diri Aktivis Gerakan Non Blok. Pada Rabu (30 Juli 2025), mereka mendatangi gedung DPRD Sidoarjo. Mereka menunggu. Hingga beberapa jam kemudian, tidak ada pimpinan maupun anggota yang menemui. Para aktivis LSM dan tokoh masyarakat ini pun memutuskan menghadap Bupati Subandi.
Di Pemkab Sidoarjo, mereka diterima. Bupati Subandi mempersilakan puluhan aktivis itu masuk Ops Room Kantor Bupati. Di sana ada Sekda Fenny Apridawati, Asisten Tata Pemerintahan Ainur Rahman, Asisten Administrasi Atok Irawan, Kabag Hukum, kepala inspektorat, dan lain-lain.
Bupati Sidoarjo Subandi menyalami para aktivis setelah audiensi pada Rabu (30 Juli 2025). (Foto: Fathur Roziq/Ketik.com)
Para aktivis itu, antara lain, Hariadi Siregar, Kasmuin, Badruz Zaman, Hasan Ubaidillah, Ludy Eko, Ghofar Mistar, Nanang Haromain, Kaji Mamad, Slamet, dan lainnya. Satu per satu mereka dipersilakan menyampaikan aspirasi.
Di antaranya soal dampak penolakan Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan (LPP) APBD 2024 Bupati Sidoarjo oleh beberapa fraksi di DPRD Sidoarjo. Hal itu dinilai bakal berdampak bagi pelaksanaan Perubahan Anggaran dan Kegiatan (PAK) APBD 2025.
”Persoalan LPP APBD alasanya harus jelas. Misalkan, ada permainan anggaran, ya harus dibuktikan dengan jelas oleh dewan. Seharusnya yang dinilai dari APBD itu adalah capaian kinerja dan penggunaanya,” terang Koordinator NGO Center Participatory and Development (CePAD) Kasmuin.
Argumen penolakan DPRD itu harus rasional. Kalau mau menolak, silakan menunjukkan bukti. Rakyat membutuhkan data-data yang konkret. Bukan drama politik. Saat ini, publik bingung karena ada perbedaan penafsiran aturan.
Bupati Subandi dan Sekda Fenny Apridawati mengucapkan terima kasih kepada para aktivis Gerakan Non Blok. (Foto: Fathur Roziq/Ketik.com)
Apa dampak penolakan LPP APBD 2024 terhadap Perubahan APBD 2025. Asisten Pemkab Sidoarjo Ainur Rahman menjelaskan aturan bahwa pengesahan perda perubahan APBD bisa dilakukan setelah disahkan Perda LPP APBD tahun sebelumnya. Sudah jelas aturannya.
Akademikus Hasan Ubaidillah menganggap penolakan LPP APBD 2024 oleh DPRD Sidoarjo sebenarnya hal yang wajar dan positif. Namun, alasanya harus jelas dan terukur. Sehingga bisa dijadikan bahan evaluasi oleh eksekutif. Kemudian diikuti perbaikan-perbaikan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
”Apakah alasan penolakan tersebut sudah terukur dan bisa dijadikan bahan evaluasi? Itu yang harus diperjelas lagi. Ataukah, ini hanya drama politik?” ujarnya.
Sidoarjo Bukan Kolam Ikan Lele
Koordinator Gerakan Non-Blok Hariadi Siregar mengungkapkan, penolakan LPP APBD 2024 tidak perlu terjadi. Sebab, penolakan itu berpotensi memiliki dampak yang luas. Di antaranya, tertundanya PAK APBD dan terhambatnya pembangunan di Sidoarjo.
”Ini kegelisahan kelompok masyarakat independen yang melihat ada pertikaian yang menghasilkan penolakan terhadap LKPJ. Sebetulnya tidak perlu terjadi karena akan berimbas ke mana-mana,” ujar Hariadi.
Aktivis Serikat Nelayan NU Sidoarjo Badrus Zaman menyampaikan perumpamaan untuk mengkritik fenomena politik Sidoarjo. Sidoarjo bukan kolam ikan lele. Ikan lele hidup jika airnya keruh. Bahkan, lebih gemuk kalau airnya kotor. Itu mengkhawatirkan.
Tokoh-tokoh di DPRD bukanlah kelas ikan yang Rp 15 ribu per kilogram. Kabupaten Sidoarjo bukan kelas lele. Sidoarjo ini kelas ikan arwana. Meleset-meleset sedikit paling tidak ikan koi. Jangan ikan lele.
”Jangan jadikan Sidoarjo seperti kolam lele. Kita ini kelasnya arwana, harus tampil tenang, bernilai tinggi.” ungkap Badrus.
Dia menilai kondisi politik yang penuh konflik ini cuma menguntungkan pihak-pihak tertentu. Mereka bisa hidup dalam kekacauan. Mereka adalah ikan lele yang senang di air keruh.
”Tapi, rakyat (Sidoarjo) ini butuh air jernih agar bisa melihat masa depan,” tegas Badrus.
Para aktivis berharap Bupati Subandi bisa melakukan komunikasi politik dengan legislatif. Sehingga persoalan penolakan LPP APBD 2024 bisa dicarikan solusi terbaik. Masyarakat bisa segera merasakan hasil-hasil pembangunan seperti visi misi pasangan Bupati dan Wakil Bupati Subandi-Mimik.
”Kami berharap Pak Bupati melakukan lagi komunikasi politik. Jangan menyerah, Pak, demi masyarakat Sidoarjo,” kata Luddy Eko Pramono.
Bupati Sidoarjo Subandi (kanan) mendengarkan dan menjawab aspirasi para aktivis di Opsroom Kantor Bupati Sidoarjo. (Foto: Fathur Roziq/Ketik.com)
Setiap Kebijakan Harus Sesuai Regulasi
Menanggapi suara para aktivis itu, Bupati Sidoarjo Subandi menyampaikan, dirinya telah melakukan berbagai komunikasi dengan DPRD Sidoarjo. Sudah pernah duduk bersama dengan pimpinan dewan. Fraksi-fraksi dan ketua-ketua partai juga telah telah diajak berkomunikasi sebelum paripurna pengambilan keputusan LPP APBD.
”Sudah kami lakukan komunikasi dengan ketua dewan, fraksi, dan ketua partai. Tapi, hasilnya tetap seperti itu (LPP APBD ditolak),” ujarnya.
Bupati Subandi menegaskan, dirinya sebagai pimpinan daerah ingin menjalankan kebijakan sesuai koridor perundang-undangan dan demi kepentingan masyarakat. Dia tidak ingin ada kebijakan yang melanggar aturan dan menimbulkan masalah di kemudian hari. Kebijakan harus sesuai dan tegak lurus pada aturan.
Karena di Sidoarjo sudah berkali-kali terjadi kasus korupsi. Apa pun risikonya, Subandi menyatakan tidak takut selama semua kebijakan dilaksanakan sesuai aturan perundang-undangan. Yang penting, bupati, wakil bupati, dan pejabat Pemkab Sidoarjo selamat dalam melayani masyarakat.
”Kami ingin Bupati, Wakil Bupati, Sekda, maupun seluruh pejabat pemerintahan di Sidoarjo selamat dalam menjalankan tugas melayani masyarakat,” ungkap Bupati Subandi yang mengeluh sedih saat pejabatnya harus berurusan dengan hukum.
Bupati Subandi juga menegaskan, tidak ada konflik antara dirinya dengan Wakil Bupati Mimik Idayana. Hubungan baik-baik saja. Subandi juga tidak ingin menuruti ajakan berkonflik dari siapa pun. Hanya ingin melaksanakan tugas dengan baik dan selamat. Setelah dilantik, tugasnya sebagai bupati bersama wakil bupati adalah melayani dan menyejahterakan masyarakat.
”Saya dengan Bu Wakil Bupati tidak ada masalah. Siapa yang sebenarnya berkonflik? Saya tidak bisa jawab,” ungkapnya.
Bupati Subandi berharap masyarakat tidak disuguhi tontonan yang tidak baik. Unjuk rasa setiap hari. Pemerintahan pun terganggu karena tidak bisa berjalan dengan baik. Jika hal seperti itu terus terjadi, tentu rakyat yang dirugikan.
”Kalau setiap hari diganggu, apakah kita bisa bekerja,” tegasnya.
Bagaimana soal penolakan LPP APBD 2024? Bupati Subandi menjelaskan, LPP itu merupakan laporan kinerja Pemkab Sidoarjo saat dipimpin tiga bupati selama 2024. Sebab, dalam rentang tahun tersebut, ada masa pemerintahan mantan Bupati Ahmad Muhdlor Ali, Pj Bupati Isa Ansori (selama Bupati Subandi cuti mengikuti pilkada), dan dirinya sebagai Plt Bupati.
”Saya menjadi Plt Bupati sekitar 4 bulan,” jelasnya.
LPP APBD 2024, lanjut Bupati Subandi, sudah dinyatakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP). Kabupaten Sidoarjo mendapatkan WTP terbaik di Jawa Timur.
Asisten Tata Pemerintahan Pemkab Sidoarjo Ainur Rahman dan Sekda Fenny Apridawati menjelaskan aturan tentang penolakan LPP APBD dan Pengesahan PAK APBD kepada para aktivis. (Foto: Fathur Roziq/Ketik.com)
Sudah Konsultasi dengan Provinsi dan Kemendagri
Soal dampak penolakan LPP APBD 2024, Bupati Subandi mempersilakan Asisten Tata Pemerintahan Ainur Rahman dan Sekda Fenny Apridawati untuk menjelaskannya. Termasuk, akan ada pengesahan Perubahan APBD 2024 atau tidak.
Ainur Rahman menyampaikan, sesuai dengan aturan, Pemkab Sidoarjo harus menyerahkan peraturan kepala daerah (perkada) 7 hari setelah ada penolakan dari DPRD. Tanggal 23 Juli, draf perkada sudah dikirim ke Gubernur Jatim.
”Kalau kami tidak mengirimkan perkada, secara aturan kita salah. Dan, tanggal 23 Juli kemarin, sudah kami kirim ke Gubernur Jatim,” ungkapnya.
Ainur Rahman dan Kepala BPKAD Inayah juga sudah berkonsultasi dengan Sekda Provinsi Jatim dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sekretariat DPRD Sidoarjo juga diajak. Hasilnya sudah diketahui.
Menurut Ainur, jika LPP APBD 2024 disahkan melalui Perkada, maka tidak bisa melaksanakan PAK APBD 2025. Sebab, syarat pengesahan PAK APBD adalah LPP APBD telah disahkan dengan penetapan Perda APBD, bukan perkada. Itu diatur dalam PP 12 Tahun 2019, pasal 179.
”Dalam aturan tersebut secara jelas disampaikan, PAK bisa disahkan setelah penetapan perda (bukan perkada) pertanggungjawaban,” ungkapnya.
Ainur menambahkan, sampai saat ini surat resmi dari hasil konsultasi dengan Kemendagri belum turun. Dia berharap pada hari ini (Kamis 31 Juli 2025), surat itu diterima.
”Tugas kami adalah memastikan bupati kami tidak melanggar aturan,” tegas Ainur Rahman. (*)