KETIK, BANGKALAN – Peringatan Hari Jadi Kabupaten Bangkalan tahun ini menjadi momen istimewa. Bupati Bangkalan Lukman Hakim dan Wakil Bupati Fauzan Jakfar menerima anugerah gelar persaudaraan adat dari Praja Mangku Alaman Yogyakarta yang diserahkan melalui Paguyuban Masyarakat Adat dan Tradisi Nusantara (Matra).
Bupati menyampaikan rasa syukur dan menyebut penghargaan ini sebagai tanggung jawab moral dan sosial.
“Setiap kehormatan, termasuk gelar, membawa tanggung jawab yang besar. Bagi kami, ini bukan sekadar simbol, tetapi amanah untuk menjaga nilai-nilai yang diberikan,” ujarnya usai menjadi inspektur upacara hari jadi Bangkalan yang ke-494, Jumat 24 Oktober 2025.
Ia menambahkan, gelar persaudaraan tersebut menjadi pengingat pentingnya menjaga dan melestarikan budaya di Bangkalan.
“Kami ingin terus meningkatkan semangat persaudaraan dan pelestarian budaya. Nilai-nilai luhur bangsa harus tetap dijaga agar tidak luntur,” tuturnya.
Menurut Bupati, gelar itu merupakan bentuk penghargaan adat, bukan gelar keturunan. Pemberian gelar dilakukan atas inisiatif Paguyuban Matra, setelah melalui penilaian dan kajian terhadap tokoh-tokoh di Bangkalan.
“Sebelum penetapan, mereka sudah menganalisa dan mencari informasi tentang sosok-sosok yang dianggap layak. Keputusan ini kemudian disampaikan bersamaan dengan peringatan Hari Jadi Bangkalan,” jelasnya.
Bupati juga menilai, kegiatan ini menjadi langkah penting untuk menghidupkan kembali hubungan sejarah antara Madura, khususnya Bangkalan, dengan Kesultanan Mataram di masa lalu.
“Upaya ini untuk menghidupkan kembali kesejarahan dan mempererat silaturahmi budaya antarwilayah,” katanya.
“Penyematan ini juga untuk mempertegas ikatan sejarah agar tidak hilang,” tambahnya.
Sementara itu, perwakilan DPP Matra Cokordo dari Puri Payangan, Bali, menjelaskan bahwa gelar persaudaraan bersifat simbolis dan tidak bisa diwariskan.
“Kami dari DPP Matra hanya mewakili pemberian persaudaraan. Gelar ini bukan soal status sosial, tapi bentuk penghargaan terhadap nilai-nilai persaudaraan dan kebudayaan,” jelasnya.
Cokordo menuturkan, dalam tradisi adat terdapat tiga jenis gelar, yakni gelar keturunan, gelar pengabdian, dan gelar persaudaraan. Gelar terakhir diberikan kepada individu yang dinilai layak menjadi bagian dari keluarga besar kerajaan tertentu.
“Penilaiannya tidak sembarangan. Biasanya berdasarkan kontribusi seseorang terhadap seni, budaya, atau hubungan baik antar-kerajaan,” ungkapnya.
Ia menambahkan, gelar persaudaraan dapat diberikan atas usulan pihak luar atau inisiatif langsung dari kerajaan.
“Gelar adat itu tak ubahnya seperti gelar akademik. Melekat pada pribadi yang bersangkutan, tetapi tidak bisa diwariskan,” pungkasnya. (*)
