Umrah Mandiri: Hak yang Mulia, Bukan Celah untuk Disalahgunakan

3 November 2025 11:03 3 Nov 2025 11:03

Thumbnail Umrah Mandiri: Hak yang Mulia, Bukan Celah untuk Disalahgunakan
KH. Imam Mawardi Ridlwan  Sekretaris PW IPHI Jawa Timur

Di tengah semangat umat Islam Indonesia yang begitu tinggi untuk menunaikan ibadah ke tanah suci, hadirnya kebijakan baru dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 menjadi angin segar.

Pasal 86 membuka ruang bagi umat Islam yang mampu untuk berangkat umrah secara mandiri, tanpa harus melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). Sebuah kemajuan yang patut disyukuri, namun juga menuntut kedewasaan dalam menyikapinya.

Umrah mandiri adalah hak individu. Kerajaan Saudi Arabia pun memberi kebebasan bagi siapa pun yang ingin menunaikan ibadah ini secara personal. Namun, sebagaimana setiap hak dalam Islam, ia datang bersama amanah. Amanah untuk tidak menyalahgunakan. Amanah untuk tidak menjadikan ibadah sebagai ladang bisnis ilegal.

Sayangnya, kini mulai bermunculan selebaran dan ajakan yang mengatasnamakan “umrah mandiri”, namun sejatinya merekrut jamaah lain layaknya biro perjalanan. Tanpa izin resmi, tanpa badan hukum, tanpa perlindungan yang memadai. Ini bukan lagi ibadah mandirI, ini pelanggaran.

Pasal 122 dalam UU No. 14 Tahun 2025 menjadi pagar hukum yang jelas. Siapa pun yang mengajak, merekrut, atau memungut biaya dari jamaah lain tanpa izin resmi dari PPIU, diancam pidana penjara hingga enam tahun. Bahkan jika dilakukan atas nama “mandiri”, namun praktiknya menyerupai travel umrah, maka hukum tetap berlaku.

Ini bukan sekadar soal legalitas. Ini soal perlindungan jemaah. Karena ketika jemaah diberangkatkan oleh pihak yang tidak berpengalaman, risiko yang muncul bukan main: visa bermasalah, akomodasi tak layak, hingga potensi tersesat di tanah suci.

Dan ketika itu terjadi, negara yang harus turun tangan. Maka, pelanggaran ini bukan hanya merugikan jemaah, tetapi juga membebani diplomasi dan pelayanan negara.

Bagi masyarakat yang ingin berangkat umrah bersama keluarga atau komunitas, jalannya jelas: gunakan jasa travel resmi yang terdaftar sebagai PPIU. Di sanalah ada jaminan legalitas, pengalaman, dan perlindungan hukum. Umrah bukan sekadar perjalanan spiritual—ia juga menuntut kesiapan administratif dan logistik yang matang.

Sebagai pelayan umat, kita dituntut untuk teliti dan amanah. Umrah mandiri adalah hak, tapi bukan celah untuk bisnis ilegal. Mari kita jaga kemuliaan ibadah ini dengan mematuhi aturan, mengedukasi masyarakat, dan menolak segala bentuk penyalahgunaan.

Karena dalam setiap langkah menuju Baitullah, harus ada niat ikhlas, tata cara yang sah secara hukum negara, dan tanggung jawab dunia dan akhirat. Maka sebaiknya ibadah yang suci dijaga dan tidak ternoda oleh ulah oknum. Jadikan setiap perjalanan ke tanah suci sebagai cermin dari keimanan dan ketakwaan.

Tombol Google News

Tags:

Umroh haji #imammawardi IPHI Umrah mandiri UU 14 tahun 2025