Terlantarkan Istri Hamil hingga Tewas, Suami di Palembang Dituntut Hukuman Mati

13 Oktober 2025 22:05 13 Okt 2025 22:05

Thumbnail Terlantarkan Istri Hamil hingga Tewas, Suami di Palembang Dituntut Hukuman Mati
Terdakwa Wahyu Saputra saat mendengarkan tuntutan hukuman mati yang dibacakan oleh jaksa di ruang sidang Pengadilan Negeri Palembang. Senin 13 Oktober 2025 (Foto: M Nanda/Ketik.com)

KETIK, PALEMBANG – Sidang kasus tragis kematian Sindi Purnama Sari yang ditelantarkan oleh suaminya sendiri, Wahyu Saputra, memasuki babak menegangkan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Pelembang, Muhammad Jauhari, SH, menuntut hukuman mati terhadap terdakwa.

Tuntutan hukuman itu disampaikan di Pengadilan Negeri (PN) Palembang, Senin, 13 Oktober 2025. Tuntutan dibacakan di hadapan majelis hakim yang diketuai Chandra Gautama, setelah jaksa menilai perbuatan terdakwa tergolong keji dan tidak berperikemanusiaan.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Wahyu Saputra dengan hukuman mati,” tegas jaksa dalam ruang sidang.

Dalam amar tuntutannya, jaksa menyatakan bahwa Wahyu terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana, sebagaimana diatur dalam Pasal 340 KUHP, dengan dakwaan subsider pasal lainnya.

Jaksa mengungkap, terdakwa dengan sadar menelantarkan istrinya yang sedang hamil tiga bulan tanpa memberi makan, perawatan, maupun pertolongan medis hingga sang istri meninggal dunia dalam keadaan mengenaskan.

Dari dakwaan jaksa terungkap, Wahyu dan Sindi telah menikah selama lima tahun dan memiliki seorang anak berusia tiga tahun. Saat kejadian, Sindi tengah mengandung anak kedua.

Kasus ini bermula pada November 2024, ketika korban mulai mengeluhkan batuk berdahak. Alih-alih membawa istrinya berobat, Wahyu justru membiarkan kondisi Sindi memburuk hingga Januari 2025.

Saat ditemukan, tubuh Sindi tampak kurus, kotor, rambut dipenuhi kutu, dan nyaris tak mampu bergerak. Parahnya, pada 9 Januari dini hari, Wahyu sempat memaksa korban berhubungan badan, meski korban menolak karena kondisinya yang lemah dan sering muntah.

Puncak penderitaan terjadi pada 21 Januari 2025, ketika kondisi korban makin kritis. Bukannya membawa ke rumah sakit, Wahyu malah meminta bantuan seorang saksi bernama Dhea Defina untuk memasang infus di rumah.

Dhea menolak setelah melihat kondisi korban yang sangat memprihatinkan dan menyarankan agar segera dibawa ke rumah sakit. Berkat inisiatif tetangga dan keluarga, korban akhirnya dilarikan ke RS Hermina Jakabaring Palembang dan dirawat intensif di ICU.

Keesokan harinya, Purwanto bin Sutrasno, ayah korban, datang menjenguk anaknya. Dalam kondisi kritis, Sindi sempat mengaku tidak pernah diberi makan atau obat oleh suaminya, bahkan kerap dipaksa melayani hubungan seksual.

Pengakuan tersebut direkam oleh Purwanto sebagai bukti, dan malam harinya ia langsung melapor ke Polrestabes Palembang. Namun takdir berkata lain—Sindi mengembuskan napas terakhir pada Kamis 23 Januari 2025.

Hasil rekam medis RS Hermina menyebutkan, korban meninggal akibat henti jantung, disertai sesak napas, kekurangan gizi, dan kondisi fisik lemah.

Usai mendengar tuntutan pidana mati tersebut, pihak terdakwa melalui penasihat hukumnya menyatakan akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) pada sidang lanjutan pekan depan.(*)

Tombol Google News

Tags:

Penelantaran istri Pengadilan Negeri Palembang hukuman mati kota palembang