KETIK, BANGKALAN – Senin pagi yang teduh itu terasa berbeda. Di sudut kompleks makam Syaikhona Mohammad Kholil, terlihat beberapa anggota keluarga dan dzuriyyah berkumpul dengan wajah penuh haru. Tidak ada upacara besar, tidak ada keramaian, namun kebahagiaan begitu terasa.
Hari itu, nama besar Syaikhona Mohammad Kholil resmi ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto.
Bagi keluarga dan para murid spiritual sang ulama kharismatik, keputusan ini bukan sekadar penetapan gelar. Ini adalah pengakuan negara atas jasa seorang ulama yang hidup sederhana, namun pengaruhnya melampaui zaman.
“Kami sangat bersyukur dan bahagia, atas nama keluarga besar dzuriyyah, kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Presiden Prabowo Subianto yang telah mengapresiasi perjuangan Mbah Kholil dalam membangun pendidikan Islam dan melahirkan banyak tokoh bangsa.”ujar RH Imron Amin, salah satu Dzuriyyah Syaikhona Kholil, Senin 10 November 2025.
Menurutnya perjuangan untuk mengusulkan gelar Pahlawan Nasional bagi Syaikhona Kholil bukanlah proses yang singkat.
Sudah delapan tahun lamanya keluarga, pemerintah daerah, tokoh masyarakat, dan akademisi berjuang mengajukan pengakuan ini, melalui seminar-seminar, penggalian arsip sejarah, hingga verifikasi akademik dan administratif ke pemerintah pusat.
“Alhamdulillah, setelah delapan tahun pengajuan, tepat pada usia kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-80, dan pada periode Presiden ke-8, Mbah Kholil menerima gelar Pahlawan Nasional. Bahkan, beliau ditetapkan pada nomor ke-8 dari 10 tokoh pahlawan tahun 2025,” tutur Lora Imron dengan mata berkaca-kaca.
Angka 8 menjadi simbol bermakna bagi keluarga, sebuah kebetulan yang terasa seperti pesan spiritual. Semua itu seakan menjadi penegas bahwa pencapaian ini bukan sekadar keputusan administrasi, tetapi bagian dari perjalanan panjang penuh doa.
Bagi masyarakat Madura, Syaikhona Kholil bukan hanya ulama besar. Ia adalah guru bangsa yang pernah membimbing para tokoh pendiri organisasi besar di Indonesia, termasuk Nahdlatul Ulama. Dari pesantrennya di Bangkalan, gagasan kebangsaan, spiritualitas, dan pendidikan menyebar ke seluruh penjuru Nusantara.
“Pengakuan ini bukan hanya milik keluarga, tetapi milik seluruh masyarakat Madura dan umat Islam Indonesia,” tambahnya.
Kini, nama Syaikhona Kholil tercatat sejajar dengan para pahlawan lain yang membangun bangsa melalui keteladanan. Warisannya terus hidup dalam jutaan santri, pesantren dan ulama yang menjadi penerus ajarannya.
Gelar pahlawan boleh diberikan oleh negara, namun cinta masyarakat terhadap Syaikhona Kholil telah ada jauh sebelum itu.
"Mbah Kholil Bukan hanya milik keluarga, beliau milik bangsa," tandasnya. (*)
