KETIK, SURABAYA – Masalah sampah plastik terus menghantui dunia, termasuk Indonesia yang menjadi salah satu penyumbang limbah plastik terbesar di laut.
Menjawab tantangan itu, tim dosen Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menciptakan inovasi bioplastik berbasis limbah tebu yang berpotensi menggantikan plastik konvensional.
Inovasi bertajuk BioSweetPEF ini mengantarkan tim dosen dari Departemen Teknik Sistem dan Industri (DTSI) ITS Reza Aulia Akbar ST MT MBA dan Satrio Samudro Aji Basuki ST MT MBA meraih Gold Winner pada ajang Chemical Industrial Downstream Challenge (CIDC) 2025 yang digelar PT Petrokimia Gresik.
BioSweetPEF memanfaatkan tetes dan ampas tebu yang biasanya hanya menjadi limbah agroindustri.
Melalui proses kimia canggih, material tersebut diubah menjadi polyethylene furanoate (PEF), sebuah bioplastik yang dapat terurai lebih cepat dibanding plastik berbasis minyak bumi.
“Inovasi ini tidak hanya mengurangi limbah industri tebu, tetapi juga menawarkan alternatif pengganti plastik yang lebih ramah lingkungan,” jelas Reza.
Selain itu, proyek ini mengintegrasikan penggunaan produk sampingan asam klorida dari PT Petrokimia Gresik, sehingga semakin memperkuat konsep circular economy—mengubah limbah menjadi produk bernilai tambah.
PEF yang dihasilkan memiliki kualitas tinggi dan cocok digunakan di sektor kemasan makanan, minuman, dan kosmetik. Dari sisi ekonomi, proyek ini menunjukkan kelayakan finansial yang menjanjikan.
“Ini memberi peluang bagi Indonesia menjadi pionir pasar bioplastik PEF di Asia Tenggara,” kata Reza.
Keberhasilan ini, lanjut Reza, bukan hanya kemenangan di ajang internasional tetapi juga langkah awal menuju implementasi nyata.
“Kami berharap proyek ini bisa masuk tahap komersialisasi dan menjadi bagian dari pengabdian masyarakat,” tegasnya.
Inovasi BioSweetPEF sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) poin ke-12, yakni mendorong konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab.
Jika diterapkan secara luas, teknologi ini dapat membantu mengurangi ketergantungan pada plastik konvensional yang mencemari lingkungan. (*)