KETIK, PALEMBANG – Sirine peninggalan era kolonial Belanda yang berada di Kantor Wali Kota Palembang bakal kembali diaktifkan. Tak sekadar membangkitkan memori sejarah, sirine legendaris ini akan difungsikan sebagai alat peringatan dini untuk mewaspadai potensi bencana yang mengancam Kota Palembang.
Wali Kota Palembang, Ratu Dewa, menegaskan bahwa sirine tersebut merupakan bagian tak terpisahkan dari sejarah bangunan Kantor Wali Kota. Keberadaannya memiliki nilai simbolik sekaligus fungsional sejak masa lampau.
“Sirine ini sudah ada sejak lama dan menjadi simbol historis Kantor Wali Kota. Karena itu, akan kita aktifkan kembali,” tegas Ratu Dewa.
Ia menjelaskan, pada masa lalu sirine ini berperan vital sebagai penanda waktu istirahat dan jam pulang kerja. Bahkan saat bulan Ramadan, sirine difungsikan sebagai penanda waktu imsak dan berbuka puasa bagi masyarakat.
Namun seiring perkembangan zaman, fungsi sirine akan diperluas. Pemerintah Kota Palembang berencana menjadikannya sebagai bagian dari sistem peringatan dini atau Early Warning System (EWS) bencana alam.
“Sirine ini juga bisa difungsikan sebagai penanda bahaya, misalnya saat terjadi banjir. Dengan begitu masyarakat bisa lebih waspada terhadap kondisi cuaca dan lingkungan,” ujarnya.
Saat ini, Pemkot Palembang melalui Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (DPKP) tengah mempersiapkan pengaktifan kembali sirine tersebut. Kepala DPKP Kota Palembang, Kemas Haikal, mengungkapkan bahwa pihaknya sudah memasuki tahap uji coba.
“Sekarang masih dalam tahap pengujian. Rencananya sirine toren ini akan kembali diaktifkan mulai tahun baru,” kata Kemas Haikal, Sabtu 13 Desember 2025.
Untuk memastikan efektivitas dan menghindari kesalahpahaman di masyarakat, Pemkot Palembang juga akan menyusun Peraturan Wali Kota (Perwali) khusus yang mengatur pola bunyi sirine.
“Nanti akan diatur, mungkin bunyinya berbeda antara tanda bahaya, penanda waktu kerja, atau fungsi lainnya,” pungkasnya.
Dengan pengaktifan kembali sirine bersejarah ini, Pemkot Palembang berharap dapat memadukan nilai sejarah dengan fungsi modern demi meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana. (*)
