KETIK, PALEMBANG – Sidang dugaan tindak pidana korupsi di Dinas Kepemudaan dan Olahraga (Dispora) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Palembang, Senin 29 September 2025. Agenda sidang kali ini mendengarkan eksepsi atau nota keberatan dari penasihat hukum para terdakwa.
Dua terdakwa, Abdi Irawan dan Deni Ahmad Rivai, didakwa melakukan tindak pidana korupsi bersama dua pihak lain hingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp913,8 juta. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari OKU Selatan menuding keduanya melakukan modus laporan fiktif pada sejumlah kegiatan Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga tahun anggaran 2023.
Namun, dalam eksepsinya, tim penasihat hukum menilai dakwaan JPU kabur, tidak lengkap, dan tidak jelas. Mereka menilai uraian dakwaan tidak merinci peran masing-masing terdakwa sehingga menyulitkan pembelaan.
“Dakwaan yang dibacakan JPU tidak cermat karena mencampurkan tanggung jawab terdakwa dengan pihak lain. Setiap pejabat punya tupoksi berbeda, hal ini membuat dakwaan menjadi kabur,” ujar penasihat hukum di hadapan majelis hakim yang diketuai Idil Amin.
Selain itu, tim penasihat hukum juga menyoroti aspek formil. Menurut mereka, laporan pertanggungjawaban kegiatan yang telah disahkan pejabat berwenang seharusnya tidak bisa serta-merta dijadikan dasar adanya kerugian negara.
Majelis hakim pun menunda persidangan dan memberi kesempatan JPU untuk menyampaikan tanggapan pada sidang berikutnya.
“Sidang ditunda dan akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda tanggapan JPU atas eksepsi terdakwa,” tegas Ketua Majelis Hakim
Seusai sidang, penasihat hukum terdakwa Deni Ahmad Rivai, Sapriyadi Samsudin didampingi M. Syarif Hidayat dan Debit Sariansyah menjelaskan bahwa eksepsi mereka menitikberatkan pada ketidakcermatan JPU dalam menyusun dakwaan.
“Poin penting dalam eksepsi kami adalah soal kerugian negara dan fakta bahwa klien kami telah mengembalikan uang melalui Kejari OKU Selatan. Dakwaan juga tidak jelas menyebut lokus, tempus, subjek, hingga objek hukum. Karena itu, dakwaan ini batal demi hukum,” tegas Sapriyadi.
Ia juga menilai kerugian negara yang dibebankan kepada kedua terdakwa identik, bahkan hampir sama 100 persen. Namun dalam BAP dan dakwaan, peristiwa hukum itu dipisahkan sehingga menimbulkan kerancuan.
Lebih jauh, Sapriyadi menyinggung adanya pihak lain yang dinilai lebih berwenang namun belum tersentuh hukum. Ia menyebut nama Komariah dan Sanariah yang seharusnya turut bertanggung jawab.
“Klien kami hanya PPK, bukan KPA atau kuasa pengguna anggaran. Jadi jelas posisi klien kami lebih sebagai korban yang ditarik-tarik dalam perkara ini. Anehnya, pihak lain yang lebih berwenang justru tidak dijadikan tersangka,” pungkasnya.(*)