KETIK, SURABAYA – Program Studi (Prodi) Ilmu Hadis Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya sukses menyelenggarakan Seminar Ilmu Hadis 2025 bertajuk “Diskursus Perempuan dalam Hadis: Tafsir Adil Gender Perspektif Mubadalah” pada Senin, 6 Oktober kemarin.
Kegiatan yang berlangsung di lingkungan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat ini dihadiri oleh jajaran pimpinan fakultas, termasuk Dekan dan Wakil Dekan, serta menghadirkan dua narasumber utama: Dr. H. Faqihuddin Abdul Kadir, M.A., pakar kajian gender dalam Islam, dan Dr. Zunli Nadia, M.A., M.Hum.
Ketua Program Studi Ilmu Hadis, Ida Rohmawati, M.Fil.I., dalam sambutannya menyampaikan rasa syukur sekaligus apresiasi kepada seluruh panitia serta mahasiswa Ilmu Hadis atas terselenggaranya acara tersebut.
"Kami juga memberikan penghormatan kepada kedua narasumber yang telah meluangkan waktu untuk berbagi ilmu dan pengalaman dalam forum akademik ini," ujarnya.
Sementara itu, Prof Dr Muhammad Zamzami, Wakil Dekan FUF turut memberikan sambutan yang menyoroti kiprah akademik Dr. Zunli Nadia. Ia mengapresiasi keberanian Dr. Zunli dalam mengangkat isu-isu sensitif terkait gender, termasuk risetnya mengenai fenomena waria dalam konteks keislaman yang kini menjadi referensi penting bagi mahasiswa Ilmu Hadis UINSA.
Pada sesi utama, Dr. Faqihuddin Abdul Kadir memaparkan secara mendalam konsep Mubadalah (resiprokal) sebagai pendekatan tafsir hadis yang menegakkan prinsip keadilan gender. Menurutnya, metode ini menuntut penggalian substansi moral dan nilai-nilai universal dalam hadis, terutama ketika dua teks tampak bertentangan secara literal.
Dr. H. Faqihuddin Abdul Kadir ketika memaparkan materi. (Foto: Aliyah Mabrur/Ketik)
"Kalau dalam pendekatan Mubadalah, jika ada dua hadis yang secara literal seperti bertentangan, maka temukan substansinya, temukan semangat rahmatan lil ‘alamin-nya, akhlakul karimah-nya, jalbul masalih-nya (menarik manfaat), dan dar’ul mafasid-nya (menghindari kerusakan),” ungkap salah satu penggagas Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) ini.
Dalam diskusi tersebut, Faqihuddin menegaskan Mubadalah merupakan metode kontekstual yang menempatkan relasi laki-laki dan perempuan dalam posisi saling menghargai, menyayangi, dan melengkapi atas dasar kemanusiaan, bukan persaingan atau dominasi.
Seminar kemudian diakhiri dengan penyerahan cenderamata kepada para narasumber dan moderator sebagai bentuk apresiasi. Kegiatan ini tidak hanya memperluas wawasan akademik mahasiswa, tetapi juga membuka ruang dialog yang inklusif dan reflektif tentang pentingnya keadilan gender dalam kajian hadis kontemporer. (*)