Mahasiswa UINSA Kembangkan Platform Digital Hadis “Naba’ al-Hadith”

Ungkap Tantangan AI dalam Studi Islam

31 Oktober 2025 04:14 31 Okt 2025 04:14

Thumbnail Mahasiswa UINSA Kembangkan Platform Digital Hadis “Naba’ al-Hadith”
Website hasil inovasi Ilman, mahasiswa Ilmu Hadis UINSA, 31 Oktober 2025. (Foto: Aliyah Mabrur/Ketik.com)

KETIK, SURABAYA – Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya terus mendorong inovasi digitalisasi dalam studi hadis. Komitmen itu terlihat dalam ajang Muktamar Ilmu Hadis, selasa (29/10/2025).

Di acara itu mahasiswa Program Studi Ilmu Hadis menampilkan berbagai karya berbasis teknologi, termasuk platform digital Naba’ al-Hadith yang dibuat oleh Ilman Hendrawan Saputra, mahasiswa semester lima.

Ilman memperkenalkan Naba’ al-Hadith sebagai sebuah website yang dirancang untuk memudahkan peneliti, akademisi, dan masyarakat umum dalam mengakses informasi hadis secara komprehensif dan terpercaya.

Platform ini menggunakan algoritma Natural Language Processing (NLP), salah satu cabang dari Artificial Intelligence (AI) berbasis retrieval system untuk meningkatkan akurasi pencarian hadis.

Dengan teknologi tersebut, sistem dapat memahami makna kata kunci, konteks tema, dan sumber periwayatan, bukan sekadar mencocokkan teks literal.

“Fitur NLP membantu pengguna menemukan hadis dengan lebih cepat dan akurat, bahkan ketika kata kunci yang dimasukkan berbeda dari redaksi aslinya,” jelas Ilman dalam presentasinya.

Selain itu, fitur Asbabul Wurud memudahkan pengguna memahami konteks historis dan alasan munculnya hadis tertentu.

Naba’ al-Hadith juga menyediakan menu Syarh Hadis yang merangkum penjelasan para ulama klasik dan kontemporer, serta Jarh wa Ta’dil, yaitu analisis terhadap kredibilitas perawi.

Dengan antarmuka yang ramah pengguna, situs ini diharapkan menjadi alat bantu penting dalam penulisan jurnal, makalah, hingga penelitian mendalam dalam studi hadis.

Dalam sesi diskusi yang mengikuti presentasi karya, sejumlah pembicara menyoroti peluang dan tantangan integrasi digitalisasi dalam ilmu hadis.

Pembicara pertama, Prof. Syaifuddin Zuhri Qudsy menekankan peran strategis lembaga seperti ASILHA (Asosiasi Ilmu Hadis) dalam menelusuri hadis-hadis yang kerap dipotong atau disalahpahami, seperti hadis “Innamal a‘mālu bin-niyyāt.”

Ia juga mendorong agar lembaga tersebut aktif mempublikasikan artikel penjelasan di media sosial sebagai upaya mencegah penyimpangan dan kesalahpahaman makna hadis di ruang digital.

Selain itu, forum juga membahas perlunya pendefinisian bentuk kolaborasi antar lembaga keilmuan, mengingat kesiapan beberapa pihak untuk berpartisipasi dalam proyek digitalisasi hadis.

“Perlu dijelaskan secara spesifik bentuk totalisasi hubungan dan kolaborasi yang diharapkan, agar kerja sama bisa berjalan dengan terarah,” ungkap salah satu peserta diskusi yang hadir pada saat itu.

Isu lain yang mengemuka adalah tantangan etis dan epistemologis dari hadirnya kecerdasan buatan (AI) dalam ranah studi keagamaan.

Ketua ASILHA, Prof. Zuhri tidak hanya menyinggung tentang pentingnya globalisasi digital, namun juga menekankan bahwa AI tidak dapat menggantikan peran guru sebagai sumber adab dan kebijaksanaan dalam tradisi keilmuan Islam.

“AI bisa membantu mengakses data hadis, tapi tidak bisa menggantikan guru yang menanamkan nilai, etika, dan kebijaksanaan. Itu sesuatu yang tidak bisa dikodifikasi oleh algoritma,” tegas salah satu peserta.

Menanggapi paparan Ketua ASILHA tentang fenomena pemotongan hadis, pembicara lain mengusulkan agar ASILHA dapat mengembangkan sertifikasi keahlian digital hadis serta mengoptimalkan penyebaran artikel ilmiah di platform daring.

Diskusi juga menyentuh perlunya klarifikasi topik dan agenda riset digitalisasi hadis, termasuk batas-batas integrasi antara kecerdasan buatan dan otoritas keilmuan Islam.

Kegiatan ini menjadi bukti bahwa UINSA khususnya Fakultas Ushuluddin dan Filsafat tengah tumbuh sebagai laboratorium pengembangan hadis digital di Indonesia.

Dengan karya seperti Naba’ al-Hadith dan diskusi terbuka lintas keilmuan, kampus ini berupaya menegaskan bahwa transformasi digital tidak sekadar soal teknologi, melainkan juga upaya menjaga otentisitas ilmu dan sanad intelektual Islam.

“Digitalisasi hadis adalah bentuk ikhtiar agar tradisi keilmuan Islam tidak berhenti di masa lalu, tapi terus hidup dan relevan dengan masa depan,” tutup Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya, Prof. Abdul Kadir Riyadi, pada sesi diskusi.(*)

Tombol Google News

Tags:

AI Uinsa Digitalisasi ilha