KETIK, MALANG – Ketua Kelompok Tani Maju Bersama, Utomo, mengungkap salah satu permasalahan yang dihadapi para petani apel di Kota Batu. Menurut petani apel dari Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, tersebut, turunnya produktivitas apel mereka tak lepas dari kondisi tanah, yang sudah jenuh akibat penggunaan zat-zat kimia.
"Sejak sekian lama, kita terlalu banyak menggunakan zat-zat kimia. Jadi, tanahnya akhirnya rusak," kata Utomo kala ditemui Ketik.com, Rabu, 10 Desember 2025.
Menurut Utomo, sejak lama, mereka memang kerap menggunakan bahan-bahan kimia. Selain sebagai pupuk, pria 65 tahun ini menambahkan, bahan-bahan kimia juga dimanfaatkan sebagai suplemen bagi tanaman.
"Nah, meski tidak langsung disemprotkan ke tanah, seperti pupuk, bahan kimia untuk suplemen ini nantinya kan jatuh ke tanah. Inilah yang membuat kandungan kimia di tanah jadi tinggi," tuturnya.
Produktivitas tanaman apel Kota Batu sendiri sedang berada dalam tren menurun. Saat ini, jumlah produksi apel Kota Batu nyaris tinggal seperempat dibanding enam tahun lalu.
Pada 2024, jumlah produksi apel Kota Batu tinggal 14,028 ton. Sementara, pada 2019, jumlah panen apel Kota Batu mencapai 50,525 ton.
Sementara itu, pernyataan Utomo soal kondisi tanah kebun Apel Kota Batu diamini oleh Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Batu, Heru Yulianto. Ia menyebut, kondisi tanah juga berpengaruh terhadap produktivitas tanaman dari suku Rosaceae atau mawar-mawaran tersebut.
"Kemampuan tanah ini juga berpengaruh terhadap produktivitas apel," kata Heru.
Selain kondisi tanah, Heru juga menyebut ada faktor lain di balik menurunnya produktivitas kebun apel di Kota Batu. Faktor tersebut, sambungnya, adalah faktor alam.
"Sektor pertanian ini tidak bisa lepas dari faktor alam. Iklim berpengaruh lebih dari 60 persen terhadap produktivitas apel. Cuaca ekstrem, termasuk curah hujan, sangat berpengaruh terhadap apel," ia menandaskan. (*)
