KETIK, BLITAR – Di balik khidmatnya prosesi pengesahan ratusan warga baru Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Cabang Kabupaten Blitar pada Sabtu malam 12 Juli 2025, tersimpan dinamika lapangan yang menunjukkan adanya upaya provokasi yang berhasil digagalkan.
Bertempat di Gedung Kankab Lama, acara yang semestinya menjadi momen sakral dan penuh persaudaraan itu sempat diwarnai kemunculan sekelompok orang tak dikenal yang membawa atribut salah satu perguruan silat di area sekitar. Yang mengejutkan, kelompok ini juga terpantau menerima kiriman satu mobil pickup penuh nasi bungkus yang memicu kecurigaan aparat.
Tidak butuh waktu lama, aparat gabungan dari TNI dan Polri langsung bergerak cepat membubarkan kerumunan tersebut. Sumber di lapangan menyebutkan bahwa kelompok tersebut berisi anak-anak muda dengan gelagat mencurigakan, dan muncul mendadak di sekitar lokasi tanpa keterlibatan resmi.
Keberadaan pickup nasi bungkus di tengah kerumunan yang bukan bagian dari panitia resmi memicu tanda tanya besar. Apakah makanan tersebut bentuk dukungan logistik dari pihak tertentu? Ataukah ini bagian dari pola baru dalam mengorganisir aksi-aksi provokatif di tengah keramaian?
Kapolres Blitar, AKBP Arif Fazlurrahman tak main-main menanggapi insiden ini.
“Kami beri waktu lima menit. Siapa yang coba-coba buat onar, kami libas. Tidak ada ruang untuk kekacauan di Blitar,” tegas Arif dengan nada serius.
Senada dengan itu, Kapolres Blitar Kota, AKBP Titus Yudho Uly menambahkan bahwa pihaknya telah memetakan potensi gangguan dan akan menindak tegas siapa pun yang melanggar hukum.
Dari pihak PSHT sendiri, Ketua Cabang Kabupaten Blitar, Tugas Nanggolo Yudo Dili Prasetiono alias Bagas, menyampaikan pernyataan resmi bahwa kelompok mencurigakan tersebut bukanlah bagian dari keluarga besar PSHT.
“Kalau ada yang datang membuat gaduh, itu jelas bukan warga PSHT. Kami dididik dengan budi pekerti luhur, bukan untuk membuat onar. Sudah kami buktikan tiap tahun saat pengesahan, warga PSHT tidak pernah dan tidak suka konvoi, apalagi membuat onar. Sesederhana itu caranya membedakan antara warga PSHT sejati dan mereka yang hanya mengaku-ngaku. Jelas, mereka bukan bagian dari kami,” tegas Bagas, Senin 14 Juli 2025.
Ia menegaskan bahwa dalam setiap pengesahan, PSHT selalu menghindari konvoi, arak-arakan, dan tindakan yang mengganggu ketertiban umum. Bagas bahkan menuding kelompok tersebut hanya ‘mengaku-ngaku’ sebagai PSHT untuk menciptakan kekisruhan.
Peristiwa ini menjadi catatan penting bahwa kegiatan sosial-budaya seperti pengesahan warga PSHT, meskipun bersifat internal, tetap menjadi magnet bagi kelompok luar yang mungkin memiliki agenda tersembunyi.
Pengamat sosial di Blitar menilai bahwa simbol-simbol sederhana seperti “pickup nasi bungkus” bisa saja menjadi bagian dari strategi mobilisasi massa yang memanfaatkan momen berkumpulnya orang banyak.
Keberhasilan aparat dan masyarakat PSHT dalam menggagalkan potensi gangguan ini menjadi bukti nyata pentingnya sinergi antara organisasi masyarakat dan aparat dalam menjaga stabilitas.
“Kami ucapkan terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya kepada petugas gabungan yang sudah mengamankan acara pengesahan. Bahkan siapa pun yang membuat rusuh, bukan hanya aparat, warga PSHT juga siap berdiri paling depan untuk menjaga kedamaian Blitar,” pungkas Bagas.
Meski acara telah berakhir dengan tertib, munculnya aktor-aktor tak dikenal dalam kegiatan-kegiatan organisasi harus menjadi perhatian serius. Provokasi tak selalu datang dalam bentuk bendera atau seragam. Kadang, cukup dengan pickup berisi nasi bungkus. (*)