Operasi Senyap THM di Halsel: LC, Miras, dan Perda yang Dilanggar Diam-diam

6 Agustus 2025 09:08 6 Agt 2025 09:08

Thumbnail Operasi Senyap THM di Halsel: LC, Miras, dan Perda yang Dilanggar Diam-diam
Salah satu Kafe yang pernah ditutup di wilayah kota Labuha yang kini telah beroperasi kembali (Foto: Mursal/Ketik)

KETIK, HALMAHERA SELATAN – Kala malam turun di kota Labuha, sejumlah tempat hiburan malam (THM) yang berizin sebagai Kafe Keluarga berubah wajah menjadi arena lepas kendali. 

Dari hasil investigasi wartawan Ketik.com beberapa minggu terakhir hingga 5 Agustus 2025 mengungkap realitas mencemaskan di balik temaram lampu dan alunan musik karaoke.

Bebrapa nama kafe mencuat sebagai lokasi hiburan malam yang memperkerjakan Ladies Companion (LC) dengan tarif Rp100.000 per jam. Padahal, izin usaha mereka hanya mencantumkan status sebagai kafe biasa, bukan tempat hiburan dengan pelayanan khusus namun pelanggaran yang ditemukan tak berhenti di sana.

Tak hanya warga biasa, beberapa oknum Kepala Desa di wilayah Halmahera Selatan pernah kedapatan tertangkap basah dalam kondisi mabuk di dalam kafe. (Sumber media online). Ironisnya, para pimpinan desa yang seharusnya menjadi teladan moral di masyarakat justru terlibat dalam pelanggaran terhadap Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 dan 10 tentang larangan peredaran dan konsumsi minuman keras.

Lebih memprihatinkan lagi, selain oknum Kepala Desa dalam aktivitas serupa juga bukan rahasia baru. Beberapa oknum yang di gaji pemerintah juga pernah terlibat saat jam operasi malam berlangsung. Fenomena ini memperlihatkan bagaimana Perda yang semestinya menjadi pedoman justru diabaikan oleh aparat yang digaji untuk menegakkannya.

LC yang bekerja di tempat-tempat ini didatangkan dari berbagai daerah di Indonesia. Mereka bukan hanya menjadi pelengkap hiburan, tapi juga simbol dari sistem yang diam-diam melanggengkan praktik abu-abu di bawah payung legalitas kafe. 

Setelah jam kerja, banyak dari mereka terlihat dalam kondisi dipengaruhi alkohol. Fakta yang sama juga tampak pada para pengunjung, termasuk oknum pegawai pemerintah maupun Kepala Desa.

Perda dengan tegas melarang penjualan dan konsumsi miras di tempat umum, namun penegakan hukum tampaknya tumpul di hadapan realitas ekonomi hiburan malam. 

Aparat penegak berdalih selama miras tidak dijual oleh pihak kafe dan hanya dibawa oleh pengunjung, maka tidak ada pelanggaran berat. Namun logika ini bertabrakan dengan substansi Perda yang justru bertujuan membatasi ruang konsumsi miras, bukan mencari celah kompromi.

Hal itu seperti yang di utarakan Kabid penegak Perda Satpol PP Halmahera Selatan Irfan Zam-Zam.

"Kalau minuman itu di jual dari dalam berarti saya tutup ternyata itu minuman yang di beli dari luar," cetus Irfan beberapa waktu lalu saat merazia salah satu kafe beberapa bulan lalu.

Beberapa waktu lalu THM sempat ditutup, namun kini kembali beroperasi seolah tak pernah terjadi apa-apa. Tak ada evaluasi publik, tak ada transparansi, dan tak ada efek jera. Dalam praktiknya, Perda seolah menjadi formalitas administratif belaka bukan perangkat kontrol sosial.

Kondisi ini bukan hanya persoalan hukum, tapi juga ancaman moral bagi ruang sosial Halmahera Selatan. Apalagi dengan adanya LC yang menerima tamu dari berbagai kalangan, pemerintah seharusnya menjamin adanya pengawasan kesehatan dan perlindungan kerja, bukan malah membiarkan mereka bekerja dalam situasi yang rentan secara fisik maupun sosial.

Penelusuran wartawan Ketik.com menegaskan bahwa pembiaran terhadap praktik THM yang melanggar aturan, terlebih lagi melibatkan oknum Kepala Desa dan pegawai pemerintah, adalah bentuk pengkhianatan terhadap semangat reformasi birokrasi dan pembangunan masyarakat yang beretika.

Jika para penyelenggara negara saja mabuk di bawah lampu kafe, maka yang remuk bukan hanya aturan, tapi juga kepercayaan publik.

Tombol Google News

Tags:

Halmahera Selatan Investigasi tempat hiburan malam larangan peredaran miras Kafe Karaoke