KETIK, SORONG – Sejumlah kader partai Golkar menyatakan Musyawarah Daerah II (Musda), Partai Golkar Provinsi Papua Barat Daya ilegal. Musda tersebut dipaksakan berjalan sesuai keinginan ketua umum DPP Bahlil Lahadalia tanpa melihat aturan Partai Golkar.
Ketua Umum Golkar Bahlil Lahadalia dinilai hanya memuluskan hasratnya dengan menggunakan penafsiran "diskresi", tanpa melihat secara utuh Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga AD/ART partai Golkar.
Salah satu kader Partai Golkar Ahmad Yani mengatakan, diskresi yang dimaksud dalam Juklak Musda partai Golkar Nomor 02/DPP/GOLKAR/IV/2025 itu bukan bermakna mengebiri kader.
Ahmad Yani menjelaskan, diskresi hanya dimaksudkan sebagai solusi jika terdapat banyaknya kader yang akan maju sebagai ketua, namun DPP punya penilaian tersendiri terhadap salah satu kandidat yang potensial tapi "kurang syarat".
Maka keberpihakan DPP dengan diskresi tersebut semata-mata demi soliditas dan kejayaan Partai Golkar, bukan malah mengambil kader diluar partai.
"Diskresi tidak bermakna melalaikan PDLT kader partai Golkar, terkecuali tidak ada satupun kader yang punya PDLT baik di daerah tersebut yang mau maju sebagai ketua" jelas Ahmad Yani, Jumat, 21 November 2025.
Dia mengungkapkan, syarat-syarat menjadi Ketua dan Pengurus dalam AD/ART partai Golkar sudah jelas dan tegas, diskresi tidak boleh melanggar AD/ART Partai Golkar, meskipun itu hak prerogatif ketua umum.
Misalnya syarat jadi ketua provinsi, minimal pernah menjadi pengurus di tingkat provinsi dan atau pernah jadi pengurus harian di Tingkat kabupaten maupun kota minimal satu periode penuh dan seterusnya.
"Ini yang kemudian jadi masalah karena yang diberikan diskresi oleh DPP tersebut terdaftar sebagai Kader Partai lain, dan baru 2 hari jadi anggota partai Golkar," pungkas Ahmad Yani.(*)
