MBG Probolinggo Berpotensi Merugikan Keuangan Negara, Gajahmada Desak Pengalihan ke Sistem Tunai

24 September 2025 16:05 24 Sep 2025 16:05

Thumbnail MBG Probolinggo Berpotensi Merugikan Keuangan Negara, Gajahmada Desak Pengalihan ke Sistem Tunai
Tampak foto salah satu dari beberapa makanan sayur yang berulat sampai menu yang difoto pihak sekolah dan dikirimkan ke Ketik, selama dua hari berturut turut sejak Selasa, 23 September 2025 sampai Rabu, 24 September 2025 di wilayah kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo (Foto: Atiq Ali Rahbini/Ketik)

KETIK, PROBOLINGGO – Pelaksanaan Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Probolinggo menjadi polemik, dari makanan sisa sampai sayur yang ada ulatnya. Bahkan, ditengarai berpotensi merugikan keuangan negara.

Ini terjadi setelah ada temuan, banyak makanan yang tidak habis dimakan siswa karena tidak sesuai selera dan makanan kurang sehat karena ada ulatnya.

Selain itu, menu yang disajikan cenderung kemahalan walaupun dihargai sebesar Rp10.000 per porsi.

"Seperti temuan kami di beberapa sekolah di Kecamatan Gading. Banyak sisa makanan yang terbuang sia sia. Bahkan ada yg ada ulatnya. Jika dijumlah se-Indonesia, berapa ratus miliar uang yang dihambur-hamburkan," ujar aktifis LSM Gajahmada M Khairi kepada Ketik, Rabu, 24 September 2025.

Selain itu, dari menu yang disajikan, juga berpotensi merugikan keuangan negara dan hanya memberi keuntungan kepada pelaku usaha skala menengah ke atas di daerah.

"Pelaku usahanya bukan murni UMKM. Kalau saya cocokkan dengan pelaku UMKM asli, menu yang disajikan terhitung biaya produksinya cuma Rp6.500 per porsi jika disesuaikan dengan harga di pasaran Kabupaten Probolinggo," tandas M Khairi.

Lalu, M Khairi merinci contoh menu, nasi, telur bali, sayur dan tumis tempe, buah pisang ditambah gaji karyawan dan biaya penyusutan alat dapur, itu biaya produksinya cuma Rp6.500 per porsi.

"Jika ditambah keuntungan penyedia SPPG 15 persen dari Rp6.500 per porsi, menjadi sebesar Rp7.475 per porsi. Nah, jika nilai tagihan per porsi sampai Rp10.000 saja, maka ini kemahalan dan jelas negara dirugikan," jelasnya.

Sebab itulah, M Khairi berharap pemerintah pusat mengevaluasi pola pengelolaan MBG, mending dialihkan ke MBG tunai.

"Transfer saja ke rekening siswa, nanti harus ada pendampingan dari sekolah, biar yg masak Ibu rumah tangga. Tiap hari, siswa diwajibkan bawa bekal ke sekolah, nanti makan bareng di sekolah, sebagai simbolisasi program MBG," tandasnya.

Selain itu, M Khairi juga mengungkapkan soal beredarnya surat pernyataan yang menyudutkan sekolah dan siswa.

"Masak kalau ada alat rusak, dibebankan ke sekolah. Lalu kalau ada makanan basi dan keracunan, nggak boleh diungkap ke publik. Ini lucu sekali," ujarnya.

Sementara itu,  Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Mayjen TNI (Purn) Lodewyk Pusung melalui sekretarisnya, Bagas kepada ketik menegaskannnika memang benar ada temuan yang bisa merugikan keuangan negara, maka bisa dilaporkan ke pihak berwajib.

"Dilaporkan ke polisi setempat saja, jelas korupsi itu" ujarnya.

Selain itu, Bagas menjelaskan, SPPG tidak boleh melakukan penekanan yang menghilangkan aspek pengawasan masyarakat dan tidak boleh membuat pernyataan sepihak dari SPPG, tapi harus disetujui kedua belah pihak.

"Kepala SPPG harus secara aktif koordinasi dengan sekolah untuk membuat menu yang disukai anak-anak, yang menghindari makanan terbuang (mubazir)," ujarnya.(*)

Tombol Google News

Tags:

MBG berulat MBG Probolinggo