Manusia, Algoritma, dan Ilusi Pilihan: Siapa yang Sebenarnya Mengendalikan Siapa?

4 November 2025 02:00 4 Nov 2025 02:00

Thumbnail Manusia, Algoritma, dan Ilusi Pilihan: Siapa yang Sebenarnya Mengendalikan Siapa?
Ilustrasi Interaksi Manusia dengan Perangkat Digital. (Foto: Freepik)

KETIK, SURABAYA – Di era digital, kebebasan memilih tampak seolah berada di tangan pengguna. Setiap orang bebas menonton apa pun, membaca berita dari mana pun, dan membeli produk yang diinginkan hanya dengan sentuhan jari.

Namun di balik setiap aktivitas digital tersebut, ada kekuatan tak kasat mata yang diam-diam bekerja, yakni algoritma. Ia menjadi otak di balik hampir semua platform yang digunakan sehari-hari, mulai dari media sosial, e-commerce, hingga layanan streaming, dan secara perlahan membentuk cara manusia berpikir dan bertindak di dunia maya.

Setiap kali seseorang membuka media sosial, menonton video, atau menelusuri sesuatu di internet, sistem algoritma mulai mengumpulkan data.

Pola pencarian, durasi menonton, hingga jenis konten yang sering disukai, semuanya direkam untuk dipelajari. Dari data tersebut, mesin kemudian menampilkan rekomendasi yang dianggap paling relevan bagi pengguna.

Tanpa disadari, sistem ini menciptakan ruang informasi yang terbatas atau sering disebut filter bubble, di mana pengguna hanya melihat konten yang sejalan dengan minat dan pandangan mereka sendiri. Akibatnya, kebebasan memilih yang tampak di permukaan sebenarnya telah diarahkan oleh algoritma.

Kemudahan yang ditawarkan algoritma juga melahirkan ketergantungan baru. Banyak orang kini merasa nyaman membiarkan sistem menentukan apa yang harus ditonton, dibaca, atau dibeli.

Tanpa disadari, algoritma menjadi semacam “penentu” yang menggiring kebiasaan dan preferensi pengguna. Semakin sering digunakan, semakin cerdas sistem mengenali pola perilaku, hingga akhirnya membuat manusia bergantung pada hasil rekomendasi yang disajikan.

Perlahan, batas antara pilihan pribadi dan keputusan sistem menjadi semakin kabur.

Meskipun begitu, algoritma bukanlah ancaman jika dipahami dengan bijak. Ia hanyalah alat yang dirancang untuk mempermudah hidup manusia.

Tantangan sebenarnya terletak pada sejauh mana pengguna mampu memahami cara kerja sistem tersebut. Di masa depan, bukan lagi soal seberapa sering kita menggunakan teknologi, tetapi seberapa dalam kita memahami cara kerjanya.

Karena pada akhirnya, kendali atas keputusan tetap seharusnya berada di tangan manusia, bukan pada mesin yang perlahan belajar mengenal kita lebih baik daripada kita mengenal diri sendiri.

Tombol Google News

Tags:

algoritma Sosial Media Perangkat Digital