Di tengah hiruk pikuk dunia akademik Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), dari ruang kuliah, perpustakaan, laboratorium, hingga ruang sidang skripsi tersimpan ruang pengetahuan digital yang tak henti-hentinya tumbuh dan berkembang yaitu repository Unusa. Dalam diamnya, repository ini telah menjadi saksi perjalanan 12 tahun Unusa sebagai kampus unggul, mengarsipkan lebih dari 11.000 dokumen karya sivitas akademika dari generasi ke generasi.
Satu tempat penyimpanan terpusat yang mampu menampung seluruh bentuk pemikiran dan inovasi. Skripsi mahasiswa kedokteran tentang pola penyebaran penyakit, skripsi mahasiswa keperawatan tentang kualitas layanan rumah sakit, hingga laporan kegiatan pengabdian masyarakat di pondok pesantren dan pelosok desa.
Repository Unusa juga menampung artikel ilmiah, data riset, bahkan kode aplikasi karya mahasiswa sistem informasi. Semua itu tak hanya disimpan sebagai berkas, tapi diolah dan dikelola dengan sistem yang terintegrasi, sehingga mudah ditemukan, ditelusuri, dimanfaatkan dan disitasi. Disinilah manajemen pengetahuan memainkan perannya, mengubah tumpukan dokumen menjadi aset strategis bagi institusi, mahasiswa dan masyarakat luas.
Manajemen Pengetahuan Menjadi Elemen Kritis
Manajemen pengetahuan (knowledge management) telah menjadi elemen kritis dalam era digital yang terus berkembang. Manajemen pengetahuan dan revolusi digital memiliki hubungan yang erat.
Revolusi digital, yang ditandai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, telah mengubah cara organisasi mengelola dan memanfaatkan pengetahuan mereka. Manajemen pengetahuan menjadi semakin penting untuk membantu organisasi beradaptasi dengan perubahan yang cepat dan tetap kompetitif di era digital.
Di era digital ini, pengetahuan tidak lagi disimpan dalam rak-rak fisik, melainkan tersebar dalam format digital yang melimpah dan dinamis. Dalam konteks ini, manajemen pengetahuan menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa informasi yang melimpah itu dapat diubah menjadi pengetahuan yang berguna, terstruktur, dan berdaya guna. Salah satu instrumen utama dalam ekosistem ini adalah repository institusi, dan tokoh sentral dibalik pemeliharaan serta pengembangannya adalah pustakawan.
Manajemen pengetahuan membantu organisasi mengidentifikasi, membuat, menyimpan dan memanfaatkan pengetahuan untuk mendorong inovasi dan pengembangan produk atau layanan baru. Inovasi berkelanjutan, mendorong terciptanya budaya inovasi dan pengembangan produk atau layanan baru. Di era revolusi teknologi yang terus berkembang, konsep manajemen pengetahuan telah menjadi salah satu pilar penting bagi kesuksesan suatu organisasi.
Manajemen pengetahuan dapat menciptakan nilai dari aset intelektual organisasi, meningkatkan pengambilan keputusan, mendorong inovasi, meningkatkan efisiensi, dan mendorong pembelajaran organisasi secara berkelanjutan. Organisasi yang mampu mengelola pengetahuan dengan baik akan memiliki keunggulan kompetitif karena dapat beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan pasar dan menciptakan inovasi.
Manajemen pengetahuan membantu mengurangi duplikasi pekerjaan, meningkatkan efisiensi proses, dan mengurangi biaya. Manajemen pengetahuan dapat berjalan dengan didukung oleh pengembangan karyawan, melalui memfasilitasi pembelajaran dan pengembangan karyawan, meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mereka agar siap menghadapi segala perubahan.
Revolusi Digital dan Repository
Revolusi digital telah mengubah wajah dunia informasi, organisasi, perguruan tinggi dan lembaga penelitian, menghasilkan ribuan dokumen ilmiah, data penelitian, skripsi, tesis, disertasi, artikel, laporan, dan berbagai bentuk pengetahuan lainnya. Namun, tanpa sistem yang baik untuk menyimpan, mengelola, dan mendistribusikannya, informasi ini akan tercecer, tidak terakses, atau bahkan terlupakan.
Repository menjadi pilar manajemen pengetahuan, institutional repository merupakan manifestasi nyata dari manajemen pengetahuan dalam praktik. Ia tidak hanya berfungsi sebagai pusat arsip digital, tetapi juga sebagai alat pengukuran kinerja akademik, dan membuka peluang kolaborasi lintas lembaga. Namun, efektivitas repository sangat tergantung pada komitmen manajerial dan kapasitas pustakawan.
Dibutuhkan strategi manajemen pengetahuan yang sistematis, meliputi kebijakan unggah mandiri, kurasi koleksi, penguatan metadata, dan integrasi dengan sistem lain (seperti digilib Unusa, repository Unusa, Rama, Sinta, Garuda, Google Scholar). Dengan strategi yang tepat, repository bisa menjadi tulang punggung transformasi digital lembaga Pendidikan.
Inilah yang menjadikan repository institusi sebagai elemen penting dalam manajemen pengetahuan digital. Repository bukan hanya sekadar tempat menyimpan dokumen, tetapi menjadi platform strategis untuk mengarsipkan, mendiseminasikan, dan menjaga keberlanjutan pengetahuan ilmiah. Ia adalah bentuk nyata dari komitmen perguruan tinggi atau lembaga riset terhadap prinsip akses terbuka dan keberlanjutan informasi.
Pustakawan sebagai Pengelola Pengetahuan Digital
Peran pustakawan dalam ekosistem ini tidak lagi terbatas pada menjaga koleksi cetak atau mengatur katalog. Di era revolusi digital, pustakawan bertransformasi menjadi knowledge manajer, ahli yang mampu merancang, mengelola, dan mengoptimalkan alur pengetahuan dalam format digital.
Pustakawan mengembangkan metadata, mengelola hak akses, memastikan interoperabilitas sistem, dan melatih sivitas akademika dalam literasi informasi digital. Pustakawan juga menjadi penghubung antara teknologi dan manusia.
Mereka menjembatani kebutuhan peneliti, dosen, dan mahasiswa dengan sumber daya digital yang tepat. Melalui pengelolaan repository, pustakawan memastikan bahwa pengetahuan yang dihasilkan tidak hanya tersimpan, tetapi juga terdistribusi, terdokumentasi, dan terintegrasi dalam sistem pengetahuan global.
Perkembangan teknologi yang diadopsi oleh perpustakaan menyebabkan transformasi pada peran pustakawan. Hal ini menuntut pustakawan untuk menguasai bidang teknologi informasi, dan mengembangkan diri, mampu beradaptasi dalam menghadapi era digital. Dan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tyas (2023), menunjukkan bahwa keahlian pustakawan dalam bidang teknologi informasi berperan penting dalam mengelola perpustakaan digital.
Beberapa kompetensi yang harus dimiliki pustakawan adalah sebagai berikut:
(1) literasi terhadap alat, kemampuan dalam memahami dan menggunakan alat teknologi informasi, keterampilan mengoperasikan software dan hardware, multimedia dsb;
(2) literasi sumberdaya, kemampuan memahami format, bentuk, lokasi, dan cara mengakses informasi;
(3) literasi struktur sosial, yaitu pustakawan juga harus memahami struktur sosial masyarakat termasuk usia, profesi, dan lainnya, untuk mengetahui informasi apa saja yang dibutuhkan oleh masyarakat;
(4) literasi penelitian, yaitu kemampuan pustakawan dalam menggunakan perangkat berbasis teknologi informasi untuk melakukan penelitian dan penelusuran;
(5) literasi dalam penerbitan, yaitu kemampuan pustakawan untuk menerbitkan informasi dan berbagai karya ilmiah kepada masyarakat melalui internet dan komputer;
(6) literasi dalam teknologi, yaitu kemampuan untuk selalu beradaptasi dengan kemajuan teknologi informasi untuk menentukan pemanfaatannya;
(7) literasi kritis, yaitu kemampuan untuk menganalisis dan mengevaluasi secara kritis terhadap keuntungan dan kerugian yang ditimbulkan dari penggunaan teknologi.
Pustakawan meningkatkan peran dan kompetensinya dalam bidang teknologi informasi agar dapat meningkatkan layanan perpustakaan dan mampu memenuhi kebutuhan pemustaka dengan prima. Transformasi cara kerja, revolusi digital memungkinkan organisasi untuk menyimpan, mengakses dan berbagi pengetahuan dengan lebih mudah dan efisiensi melalui berbagai platform digital.
Teknologi digital memfasilitasi kolaborasi antar individu dan tim, memungkinkan berbagi pengetahuan dan ide secara lebih efektif. Seperti melalui forum diskusi online, memfasilitasi kolaborasi dan berbagi pengetahuan antar karyawan. Dengan akses yang mudah ke informasi yang relevan, organisasi dapat membuat keputusan yang lebih cepat dan tepat.
Dengan basis pengetahuan, kumpulan informasi yang terstruktur, mudah diakses sehingga membantu untuk pengambilan keputusan yang lebih baik. Dengan data bisa mengidentifikasi tren, pola, dan wawasan yang dapat dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan.
Manajemen pengetahuan dan revolusi digital saling berkaitan erat. Penerapan manajemen pengetahuan yang efektif di era digital dapat membantu organisasi mencapai tujuan bisnis mereka, meningkatkan daya saing, dan memastikan keberlanjutan dalam lingkungan bisnis yang dinamis. Manajemen pengetahuan di era revolusi digital bukan sekedar proyek teknologi, tetapi sebuah transformasi budaya dan strategi organisasi.
Dalam dunia yang berbasis pengetahuan, repository dan pustakawan memegang peran penting sebagai arsitek ekosistem informasi digital. Mereka memungkinkan pengetahuan tidak hanya dihasilkan, tetapi dapat dimanfaatkan secara luas, berkelanjutan, dan inklusif.
*) Yeni Fitria Nurahman merupakan Pustakawan Unusa sekaligus mahasiswa Magister Sains Informasi dan Perpustakaan Universitas Airlangga
**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis
***) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id
****) Ketentuan pengiriman naskah opini:
- Naskah dikirim ke alamat email redaksi@ketik.co.id.
- Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
- Panjang naskah maksimal 800 kata
- Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
- Hak muat redaksi.(*)