KETIK, BLITAR – Dugaan pencemaran lingkungan kembali mengemuka di Kabupaten Blitar. Kali ini, sorotan warga tertuju pada sebuah industri rumahan skala pabrik pengolahan makanan ringan sejenis bakso goreng (basreng) yang beroperasi di Jalan Raya Dandong, Kecamatan Srengat.
Aktivitas produksi pabrik tersebut diduga menghasilkan limbah cair yang dibuang ke saluran air permukiman. Akibatnya, sedikitnya dua kelurahan, Dandong dan Kauman, dilaporkan terdampak aliran limbah yang mengalir melalui selokan lingkungan warga.
Berdasarkan penuturan warga, limbah cair berwarna putih keruh terlihat mengalir ke saluran air dan memicu keresahan. Warga khawatir limbah tersebut mencemari sungai sekaligus berdampak pada kesehatan masyarakat.
“Kelihatan jelas di selokan-selokan, airnya putih keruh. Mengalir ke permukiman warga. Kami resah, takut mencemari sungai dan menimbulkan bau amis,” ujar Kanto, warga Kelurahan Kauman, kepada Ketik.com, Kamis 18 Desember 2025.
Menurut warga, persoalan limbah ini bukan kejadian baru. Keluhan serupa disebut telah berlangsung sekitar dua bulan terakhir, namun belum ada penyelesaian nyata yang dirasakan masyarakat.
“Katanya dulu sudah ditangani, tapi kenyataannya masih saja ada limbah yang mengalir. Jadi warga merasa keluhannya seperti tidak ditanggapi serius,” imbuhnya.
Penelusuran Ketik.com ke lokasi memperlihatkan kondisi yang memperkuat keluhan warga. Di sejumlah titik saluran air, tampak cairan limbah berwarna putih yang diduga berasal dari sisa proses produksi makanan olahan. Aliran tersebut menyatu dengan selokan permukiman dan berpotensi bermuara ke sungai.
Kondisi ini memunculkan dugaan bahwa pengelolaan limbah pabrik belum dilakukan sesuai standar lingkungan hidup yang semestinya, terutama mengingat lokasi pabrik berada di kawasan padat penduduk.
Saat dikonfirmasi, pemilik pabrik basreng, Handoyo, menyatakan bahwa persoalan limbah sebenarnya telah selesai sejak dua bulan lalu.
“Itu sudah dua bulan yang lalu, Mas. Sekarang sudah tidak ada. Limbahnya kami sedot dan sudah ada tempat pembuangannya di belakang,” ujarnya.
Namun, ketika ditanya soal masih terlihatnya aliran limbah di selokan, Handoyo berdalih hal tersebut disebabkan faktor teknis.
“Kalau yang itu cuma bocor saja, Mas. Selangnya terlindas mobil pengangkut basreng yang tiap hari keluar masuk,” katanya.
Pernyataan tersebut justru menimbulkan pertanyaan baru. Pasalnya, kebocoran instalasi limbah tetap menunjukkan lemahnya sistem pengelolaan, yang seharusnya dirancang tertutup, aman, dan tidak menimbulkan risiko pencemaran lingkungan.
Jika dugaan pembuangan limbah cair ke selokan umum terbukti, aktivitas pabrik basreng ini berpotensi melanggar sejumlah regulasi lingkungan hidup.
Di antaranya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya Pasal 60 yang melarang dumping limbah tanpa izin, serta Pasal 104 yang mengatur ancaman pidana penjara hingga tiga tahun dan denda maksimal Rp3 miliar.
Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 mewajibkan setiap usaha memiliki persetujuan lingkungan, mengelola limbah sesuai baku mutu, serta menyediakan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang layak.
Warga berharap Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Blitar, Satpol PP, hingga aparat penegak hukum tidak hanya berhenti pada klarifikasi, melainkan turun langsung melakukan pemeriksaan menyeluruh di lapangan.
Kasus ini dinilai menjadi potret lemahnya pengawasan terhadap industri pangan skala rumahan yang beroperasi di tengah permukiman. Terlebih, produk yang dihasilkan merupakan makanan olahan yang semestinya memenuhi standar kebersihan, sanitasi, dan lingkungan secara ketat.
Hingga berita ini diturunkan, DLH Kabupaten Blitar belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan pencemaran limbah tersebut.(*)
