Kuasa Hukum Haji Alim Bongkar Kejanggalan Kasus Dugaan Korupsi dan Mafia Tanah di Muba

Soroti Dugaan Rekayasa Hukum hingga Kerugian Negara yang Dinilai Asumsi

4 Desember 2025 16:25 4 Des 2025 16:25

Thumbnail Kuasa Hukum Haji Alim Bongkar Kejanggalan Kasus Dugaan Korupsi dan Mafia Tanah di Muba
Jan Maringka, kuasa hukum terdakwa Haji Alim, memberikan penjelasan kepada wartawan setelah sidang, menekankan bahwa kliennya kooperatif dan menyoroti perubahan dakwaan yang dianggap janggal, Kamis 4 Desember 2025.(Foto: M Nanda/Ketik.com)

KETIK, PALEMBANG – Penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi dan mafia tanah yang menjerat H. Alim kembali menuai sorotan. Penasihat hukum terdakwa, Jan Maringka, dari JN Partner, menyampaikan sejumlah kejanggalan yang dinilai menjadi akar persoalan dalam kasus tersebut, Kamis 4 Desember 2025.

Jan mengungkapkan, pihaknya menemukan patok resmi milik BPN pada empat titik lahan yang dijadikan objek perkara. Fakta ini, menurutnya, membuktikan bahwa papan sita yang dipasang Kejari Muba berada di dalam area Hak Guna Usaha (HGU) milik kliennya.

“Artinya apa? Papan sita itu berada dalam lahan HGU Haji Halim. Ini sudah janggal. Dakwaan pertama saja sekarang berubah jadi dakwaan ketiga,” ujarnya.

Ia menegaskan pihaknya tidak akan terjebak menanggapi perubahan dakwaan yang dinilai sebagai indikasi adanya rekayasa hukum dalam penanganan perkara.

“Semoga ini bukan perkara titipan. Kami ingin penegakan hukum yang murni. Kita harus melihat bagaimana perkara ini ditangani,” tegasnya.

Salah satu sorotan Jan adalah perhitungan kerugian negara yang disebut mencapai Rp127 miliar. Menurutnya, angka tersebut tidak berdasar dan hanya bersifat asumtif.

“Kerugian negara itu harus nyata, bukan asumsi. Kalau benar rugi, kenapa tidak disebut total loss? Sampai hari ini kami belum menerima perhitungannya. Dasar yang dipakai hanya appraisal KJPP yang diambil alih BPKP. Model perhitungan seperti ini tidak boleh terjadi lagi,” jelasnya.

Menanggapi isu ketidakhadiran Haji Alim dalam beberapa panggilan penyidik, Jan menegaskan kliennya bukan tidak kooperatif. Ia menyebut kondisi kesehatan sebagai alasan utama.

“Hampir sembilan bulan kejaksaan memeriksa beliau, kondisinya tetap seperti itu. Saat pertama penyidikan, beliau memang dirawat di rumah sakit. Penangkapan pun dilakukan saat beliau masih dirawat,” terangnya.

Ia juga mengapresiasi keputusan majelis hakim yang tidak menahan kliennya pada sidang perdana.

“Alhamdulillah majelis hakim memiliki hati nurani dan mempertimbangkan kondisi beliau. Kami berterima kasih,” tuturnya.

Jan menyebut perkara ini justru semakin menunjukkan kejanggalan, mengingat tiga terdakwa lain diproses dan divonis secara terpisah.

“Dengan adanya tiga terdakwa lain yang sudah divonis, seharusnya perkara ini semakin terang. Pernyataan sporadik yang ditandatangani Haji Halim itu hanya bersifat deklaratif di atas lahan miliknya sendiri. Dari dua ribu lebih sertifikat, tidak mungkin beliau hafal satu per satu. Tanda tangan itu hanya untuk percepatan administrasi,” jelasnya.

Di akhir keterangannya, Jan mengungkapkan bahwa pihaknya telah meminta waktu satu minggu kepada majelis hakim untuk menyiapkan eksepsi.

“Kami hanya fokus pada dakwaan ketiga. Minggu depan kami sampaikan eksepsi,” tutupnya.(*) 

Tombol Google News

Tags:

Haji Alim Tipikor Palembang Kasus korupsi kota palembang