KETIK, PALEMBANG – Sidang kasus dugaan korupsi dana Biaya Pengganti Pengolahan Darah (BPPD) di Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Palembang kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang, Selasa 07 Oktober 2025.
Agenda kali ini menghadirkan pembacaan eksepsi (nota keberatan) dari tim kuasa hukum dua terdakwa, Fitrianti Agustinda dan Dedi Sipriyanto, yang menilai surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak sah karena mengabaikan hasil audit lembaga yang berwenang.
Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Masriati SH MH. Dalam pembacaan eksepsinya, tim kuasa hukum Fitrianti menilai perhitungan kerugian negara yang digunakan JPU bersumber dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sumsel, bukan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
“BPK RI dalam Laporan Hasil Pemeriksaan tahun 2023 telah menyimpulkan tidak ada kerugian keuangan negara dalam kegiatan PMI Palembang. Maka, lembaga lain tidak berwenang menetapkan hasil berbeda dari temuan BPK RI,” tegas tim kuasa hukum Fitrianti.
Menurut mereka, hasil audit BPK RI itu menyatakan kegiatan PMI Kota Palembang periode 2021–2024 telah sesuai ketentuan dan tidak ditemukan adanya penyimpangan.
“Karena itu, dakwaan JPU kami anggap tidak lengkap, tidak cermat, dan tidak jelas, sehingga klien kami layak dibebaskan,” tambahnya.
Kuasa hukum terdakwa Dedi Sipriyanto, Grace Selly, juga menyampaikan keberatan serupa. Ia menilai hanya BPK RI yang berwenang menentukan adanya kerugian negara, bukan BPKP.
“Dana BPPD bukan bersumber dari APBN atau APBD, melainkan dari pendapatan internal PMI. Maka, seharusnya JPU meneliti sumber keuangan terlebih dahulu sebelum menyimpulkan ada korupsi,” ujarnya.
Grace juga menilai dakwaan JPU tidak jelas dalam menjelaskan siapa pihak yang diperkaya, mengingat dalam surat dakwaan justru tercantum dua nama lain, yaitu Mike (Bendahara UTD) dan Agus (Bendahara Markas PMI Palembang).
“Dengan berbagai pertimbangan tersebut, kami meminta majelis hakim menyatakan surat dakwaan JPU batal demi hukum,” tutup Grace.
Sementara itu, dalam sidang sebelumnya, JPU Kejari Palembang Syahran Jafizan SH membacakan dakwaan yang menyebut kedua terdakwa diduga menggunakan dana BPPD untuk kepentingan pribadi. Dana itu antara lain digunakan untuk pembelian dua unit mobil pribadi, papan bunga, dan kebutuhan rumah tangga.
Disebutkan, pada 2020 terdakwa membeli Toyota Hi-Ace dengan uang muka Rp115,9 juta dan cicilan Rp22,48 juta per bulan dari dana PMI. Lalu, pada 2023, kembali membeli Toyota Hilux dengan uang muka Rp107 juta dan cicilan Rp14,9 juta, juga dari dana PMI.
Audit BPKP Sumsel menemukan adanya kerugian negara mencapai Rp4,09 miliar dari pengelolaan dana BPPD selama periode 2020–2023, yang total penerimaannya mencapai Rp83,77 miliar.
Atas perbuatannya, kedua terdakwa dijerat Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 dan Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda tanggapan JPU atas eksepsi terdakwa.(*)