KETIK, BATU – Potensi Kota Batu tidak hanya terletak pada sektor pariwisata, tetapi juga pada kreativitas warganya dalam mengolah peluang ekonomi.
Salah satunya ditunjukkan oleh Dwi Lily Indayani, pelaku usaha tanaman hias asal Kelurahan Temas, Kota Batu, yang berhasil membawa produk inovatifnya menembus pasar ekspor.
Melalui tangan kreatifnya, Lily mengembangkan tanaman hias dengan teknik Kokedama, seni menanam asal Jepang yang memanfaatkan bola tanah sebagai media tanam tanpa pot.
Tanaman tersebut kemudian dibalut serat kelapa dan diikat dengan tali, sehingga menghasilkan tampilan yang unik dan bernilai estetika tinggi.
Teknik Kokedama dinilai mampu memberikan daya tarik tersendiri bagi tanaman hias. Selain tampil lebih artistik, metode ini juga diminati pecinta tanaman karena kepraktisannya.
Inovasi tersebut menjadi nilai tambah yang membuat produk Lily diterima pasar internasional.
“Kokedama saya kembangkan karena masih jarang digarap di Kota Batu. Padahal, sebagai daerah wisata, produk ini sangat potensial dijadikan oleh-oleh khas,” ujar Lily.
Perempuan yang merupakan alumnus Universitas Della Calabria, Italia, itu menuturkan bahwa ketertarikannya pada Kokedama berawal dari riset yang dilakukannya sejak 2017.
Pada tahap awal, Kokedama dimanfaatkan sebagai suvenir pernikahan dan mendapat respons positif dari konsumen.
“Banyak yang tertarik saat dijadikan suvenir. Dari situ saya mulai memproduksi dan menjual Kokedama secara lebih serius hingga terus berkembang,” tuturnya.
Keberhasilan tersebut berlanjut hingga produk Kokedama miliknya menembus pasar ekspor. Pada 2018, Lily mengirimkan sekitar 2.000 unit Kokedama ke Malaysia.
Capaian itu menjadi pijakan untuk memperluas pasar ke negara lain.
Selanjutnya, pada akhir 2022, produk Kokedama yang berada di bawah merek Creative Kokedama mengikuti proses kurasi pameran yang difasilitasi Indonesian Trade Promotion Center (ITPC).
Produk tersebut lolos seleksi dan dipamerkan di Korea Selatan dan Jepang.
“Produk kami berhasil lolos kurasi ITPC dan dipamerkan di Korea serta Jepang. Itu menjadi pengalaman dan peluang besar untuk memperluas jaringan pasar,” ungkapnya.
Pada 2024, Lily kembali mencatatkan ekspor dalam jumlah besar, yakni sekitar 20 ribu unit Kokedama atau setara dua kontainer, dengan nilai transaksi mencapai Rp800 juta.
Tingginya permintaan membuat kapasitas produksi kewalahan. Untuk memenuhi target sekaligus membuka lapangan kerja, Lily menggandeng masyarakat Desa Sidomulyo serta warga binaan di Lapas Perempuan Malang.
“Kami melibatkan sekitar 50 warga Desa Sidomulyo dan kurang lebih 60 warga binaan Lapas Perempuan Malang sebagai bagian dari pemberdayaan,” tegasnya.
Produk Kokedama karya Lily kini kerap dipamerkan dalam berbagai agenda yang digelar Pemerintah Kota Batu. Karyanya juga sering ditampilkan untuk menyambut kunjungan tamu dari pemerintah pusat, termasuk kementerian.
“Rasanya bangga ketika karya kita mendapat pengakuan dan bisa dinikmati banyak orang. Lebih membahagiakan lagi jika bisa menjadi inspirasi bagi masyarakat untuk berinovasi,” ujarnya.
Lily menilai inovasi harus terus dilakukan agar produk mampu bertahan dan menjadi pembeda di pasar. Dengan memanfaatkan potensi sekitar dan memodifikasinya, sebuah karya baru dapat tercipta dan memiliki nilai ekonomi.
“Untuk menghasilkan karya bernilai, kita cukup jeli melihat potensi di sekitar lalu melakukan inovasi. Dari situ bisa lahir produk yang mampu bersaing dan membuka lapangan kerja,” jelasnya.
Selain kualitas produk, Lily menekankan pentingnya membangun jejaring dan memanfaatkan teknologi. Menurutnya, kemampuan beradaptasi dengan perkembangan digital menjadi kunci agar produk lokal mampu menembus pasar global.
“Anak muda harus melek teknologi. Dengan memanfaatkan e-commerce, produk tidak hanya dipasarkan secara lokal, tetapi juga bisa menjangkau pasar luar negeri,” tandasnya.(*)
