KETIK, PACITAN – Guru Sekolah Dasar (SD) Negeri Plumbungan Pacitan, Enik Wulandari, memiliki keseharian yang berbeda dari kebanyakan tenaga pendidik lainnya.
Di balik aktivitas mengajarnya, ia juga merupakan pemilik usaha pengepul barang bekas dengan gudang usaha yang berada di Desa Kayen, Pacitan.
Ibu dua anak ini sudah bertahun-tahun membagi waktunya antara ruang kelas dan gudang rongsokan.
Meski pendapatannya dari usaha tersebut terbilang besar, Enik menyebut bahwa dunia pendidikan tetap menjadi pilihan utama dalam hidupnya.
"Aslinya ya banyak dapat pendapatan dari usaha saya. Tapi di hati rasanya itu lebih bahagia dapat dari hasil mengajar. Dapat rezeki dari upaya saya memintarkan anaknya orang," ceritanya, Selasa, 25 November 2025.
Perjalanan Enik sebagai pendidik dimulai pada 2010 ketika ia diterima sebagai guru honorer di SDN 1 Katipugal.
Selama 12 tahun ia mengajar di sekolah tersebut sebelum akhirnya dipindah ke SDN Plumbungan pada 2022 karena pemerataan guru.
"Sejak 2010 saya honorer di SDN 1 Katipugal, di 2022 saya dipindah ke SDN Plumbungan sampai sekarang karena untuk mengisi kekosongan guru dan jam yang kurang," jelasnya.
Lulusan sarjana PGSD itu awalnya tidak langsung mengajar sebagai guru kelas karena seluruh formasi sudah terisi.
Ia kemudian mendapat penugasan sebagai guru bahasa Jawa.
Sebelum terjun sebagai guru tidak tetap, Enik sudah lebih dulu menekuni usaha pengepulan barang bekas.
Hingga kini, aktivitas itu tetap ia jalankan.
Setiap hari, setelah pulang mengajar, ia langsung menuju gudang grosok miliknya.
"Ya saya, kalau pas ngajar saya titipkan bulik. Setelah pulang sholat, ganti baju, terus lanjut masuk ke gudang. Ganti profesi," tuturnya.
Namun kesibukan sebagai pengusaha tidak membuatnya menjauh dari dunia pendidikan.
Baginya, menjadi guru merupakan panggilan hati dan wujud tanggung jawab atas ilmu pendidikannya.
"Karena eman-eman saya sudah sarjana pendidikan. Akhirnya saya masuk jadi guru," ucapnya.
Di balik pengabdiannya, Enik juga menyimpan sejumlah pengalaman pahit.
Ia pernah terjatuh dari motor saat melewati tanjakan curam Cindal, jalur Purwoasri - Karangnongko, ketika berangkat ke sekolah.
Meski terluka, ia tetap memilih melanjutkan perjalanan untuk mengajar.
"Saya bawa motor N-Max, saya benar-benar jatuh. Di lain waktu juga perasaan saya seperti menginjak daun, saya sendirian jatuh, dengkul saya sampai sobek," ceritanya.
Selain itu, ia pernah mengalami insiden kejatuhan ulat daun jati, padahal dirinya sangat takut terhadap ulat.
Dalam perjalanannya sebagai guru honorer, Enik mengungkapkan upah awal-awal pengabdiannya.
"Awal upahnya dulu hanya Rp150 ribu. Terus tambah, dapat dari dana BOS Rp300 ribu. Selanjutnya bertambah lagi insentif dari pemda Rp500 ribu," katanya.
Setelah menunggu 15 tahun sejak 2010, Enik kini akhirnya bernapas lega.
Hari ini, ia resmi menerima Surat Keputusan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), menandai babak baru dalam kariernya sebagai pendidik.
"Alhamdulillah, dapat kabar kalau hari ini SK PPPK Paruh Waktu sudah di serahkan melakukan kepala OPD. Seneng banget rasanya," ungkapnya menutup.(*)
