KETIK, SURABAYA – Di saat sebagian besar belahan dunia sibuk menghias pohon cemara dengan bola-bola kristal, pemandangan berbeda tampak di jendela-jendela rumah dan alun-alun kota di Yunani.
Alih-alih pohon pinus yang rimbun, masyarakat Negeri Para Dewa ini justru menerangi malam Natal dengan Karavaki (Καρaváki), atau kapal-kapal kayu kecil yang dihiasi untaian lampu berkelap-kelip.
Karavaki, yang secara harfiah berarti ‘kapal kecil’, bukan sekadar dekorasi musiman. Ia adalah simbol identitas, sejarah, dan kerinduan sebuah bangsa pelaut yang telah menggantungkan hidupnya pada ombak selama ribuan tahun.
Secara historis, pohon Natal bukanlah tradisi asli Yunani. Pohon cemara pertama kali diperkenalkan di negara itu oleh Raja Otto pada tahun 1833.
Namun, jauh sebelumnya, masyarakat pesisir dan kepulauan Yunani telah memiliki cara sendiri untuk merayakan musim dingin dan kelahiran Kristus.
Filosofi utama di balik Karavaki adalah ‘Kepulangan yang Aman’. Di masa lalu, hampir setiap keluarga di Yunani memiliki anggota pria yang bekerja sebagai pelaut atau nelayan.
Musim dingin yang dipenuhi badai ganas adalah waktu yang penuh kecemasan bagi mereka yang ditinggal di darat.
Menghias kapal kayu kecil dan meletakkannya di dekat pintu atau jendela adalah bentuk doa agar para suami, ayah, atau anak laki-laki mereka dapat kembali ke pelabuhan dengan selamat untuk merayakan Natal bersama.
Selain itu, tradisi ini juga erat kaitannya dengan penghormatan kepada Ayios Nikolaos (Santo Nicholas).
Berbeda dengan citra Sinterklas yang tinggal di Kutub Utara, dalam tradisi Ortodoks Yunani, Santo Nicholas adalah pelindung para pelaut.
Tanggal 6 Desember, yang menandai hari peringatannya, menjadi titik awal bagi warga untuk mulai menghias kapal-kapal mereka, memohon perlindungan sang santo agar menenangkan ombak laut yang bergejolak.
Bukan hanya sekadar dekorasi, Karavaki juga memiliki peran dalam kehidupan sosial. Dahulu, anak-anak akan berkeliling lingkungan sambil membawa kapal kayu kecil saat menyanyikan Kalanda (kidung Natal).
Para tetangga kemudian akan mengisi kapal-kapal kecil tersebut dengan kacang, permen, atau koin, sebuah simbol kapal yang membawa ‘harta karun’ atau berkah ke dalam rumah.
Meskipun sempat meredup pasca-Perang Dunia II karena dominasi budaya Barat dan populernya pohon Natal, Karavaki kini mengalami kebangkitan kembali!
Di tempat-tempat ikonik seperti Syntagma Square di Athena atau pelabuhan Thessaloniki, replika kapal raksasa yang bercahaya kini berdiri tegak menyaingi kemegahan pohon Natal.
Bagi warga Yunani modern, Karavaki adalah cara mereka kembali ke akar. Ia mengingatkan bahwa hidup adalah sebuah pelayaran panjang di lautan luas.
Di tengah gelap dan dinginnya musim dingin, Karavaki adalah cahaya penuntun yang mengingatkan setiap orang bahwa sejauh apapun mereka berlayar, rumah adalah tempat berlabuh terakhir yang paling hangat. (*)
