KETIK, MALANG – Wilayah Malang Raya merupakan salah satu daerah penting pada Era Majapahit. Bahkan, dalam perjalanannya -yang tercatat dalam Kakawin Negarakretagama- Raja Hayam Wuruk sempat mampir beberapa saat di Malang.
Kunjungan Hayam Wuruk di Malang tak bisa dilepaskan dari sejarah Majapahit yang merupakan kelanjutan Tumapel. Hayam Wuruk sendiri merupakan penerus Wangsa Rajasa, keturunan Ken Angrok dan Ken Dedes.
Kedatangan Hayam Wuruk ke Malang bertujuan untuk berziarah ke para pendahulunya. Tercatat dalam Negarakretagama, cucu Raden Wijaya ini mengunjungi pendarmaan Ken Arok, Anusapati, dan beberapa nenek moyangnya yang lain.
Namun, tercatat pula dalam kakawin karangan Mpu Prapanca ini, Hayam Wuruk juga memanfaatkan kunjungannya ke Malang untuk berwisata.
Ada dua tempat yang tercatat di Negarakretagama, yang didatangi Hayam Wuruk untuk berwisata selama di Malang Raya. Mana sajakah itu? Simak selengkapnya di bawah ini.
Pemandian Wendit
Dalam Negarakretagama, tertulis bahwa dalam perjalanannya dari Jajaghu (Candi Jago) di Kecamatan Tumpang saat ini, Hayam Wuruk mampir di Bureng.
Dalam Negarakretagama, Prapanca menggambarkan Bureng sebagai sebuah telaga jernih dengan air kebiruan. Sebuah candi bermekala berada di tengahnya. Sementara, di tepinya, berderet rumah-rumah dengan taman yang dihiasi pelbagai jenis bunga.
Menurut sejarawan Hadi Sidomulyo, Bureng bisa diidentifikasi sebagai Wendit.
Meski saat ini sudah berupa waterpark modern, masih tampak sejumlah peninggalan purbakala di pemandian, yang terletak di Desa Mangliawan, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang tersebut.
Candi Sumberawan
Selain Bureng, Hayam Wuruk juga tercatat di Negarakretagama mengunjungi obyek wisata bernama Kasurangganan. Saat ini, Kasurangganan dipercaya oleh sejumlah ahli terletak di Candi Sumberawan.
Candi Sumberawan sendiri berupa stupa di antara sumber air, yang terletak di tanah berawa. Candi ini terletak di kaki Gunung Arjuno tak jauh dari Candi Singasari.
Masyarakat setempat menyebut bahwa banyak tanaman bakung di sekitar stupa Sumberawan. Bakung sendiri memiliki nama lain surangga, yang membentuk kata Kasurangganan. (*)
