KETIK, PALEMBANG – Sengketa hukum senilai miliaran rupiah kembali bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Palembang. Kali ini, PT Cahaya Ujung Pulau Laut resmi menggugat Kejaksaan Negeri (Kejari) Palembang dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Palembang dengan nilai gugatan mencapai Rp6 miliar.
Gugatan tersebut berkaitan dengan penyitaan kapal Motor Landing Craft tanker Trans Kalimantan–02, yang hingga kini masih dikuasai negara meski perkara pidana terkait kapal itu telah inkracht.
Sidang perdana perkara ini digelar Rabu 29 Oktober 2025 di ruang sidang PN Palembang, dipimpin oleh Majelis Hakim Fatimah, SH., MH. dengan agenda pemeriksaan berkas dan kehadiran para pihak.
Dalam persidangan, PT Cahaya Ujung Pulau Laut diwakili oleh dua kuasa hukumnya, Lani Nopriansyah, SH., dan Kgs. Akhmad Tabrani, SH., dari Kantor Advokat & Konsultan Hukum YLBH Officium Nobile.
Berdasarkan surat gugatan, PT Cahaya Ujung Pulau Laut mengklaim sebagai pemilik sah kapal Trans Kalimantan–02, sesuai Grosse Akta Baliknama Kapal No. 2866 tertanggal 10 September 2009.
Kapal tersebut dipinjamkan kepada PT Cahaya Ujung Belingkar berdasarkan perjanjian pinjam tanggal 31 Juli 2023, yang kemudian disewakan lagi kepada PT Baguala Jaya Perkasa dengan nilai sewa Rp320 juta per bulan.
Masalah muncul ketika pada Desember 2023, kapal itu diduga digunakan untuk mengangkut minyak olahan ilegal yang menyeret nama Ahmad Ibrahim dan rekannya ke meja hijau. Akibatnya, kapal Trans Kalimantan–02 disita aparat penegak hukum dan hingga kini belum dikembalikan.
Kuasa hukum penggugat, Kgs. Akhmad Tabrani, SH., menegaskan kliennya sama sekali tidak terlibat dalam aktivitas ilegal tersebut.
“Dalam perjanjian sewa sudah tegas disebutkan, kapal tidak boleh digunakan untuk mengangkut minyak ilegal. Klien kami hanya pemilik sah kapal, bukan pelaku tindak pidana,” ujar Tabrani usai sidang.
Ia menilai penyitaan kapal tanpa dasar hukum yang kuat telah menimbulkan kerugian besar bagi perusahaan, baik materiil maupun immateriil.
Senada, Lani Nopriansyah, SH., menyebut langkah Kejari Palembang yang masih menguasai kapal meski perkara pidana telah berkekuatan hukum tetap merupakan perbuatan melawan hukum (PMH).
“Kapal Trans Kalimantan–02 bukan milik terdakwa. Penguasaannya oleh negara tanpa dasar hukum yang sah jelas merugikan klien kami,” tegas Lani.
Sidang berikutnya dijadwalkan akan menghadirkan jawaban dari pihak tergugat, yakni Kejari Palembang dan KPKNL Palembang.(*)
