KETIK, GRESIK – Seorang pekerja perempuan di tempat pemilahan sampah di Gresik, Jawa Timur, terdeteksi terpapar mikroplastik. Temuan ini muncul dari hasil riset kandungan senyawa plastik yang dilakukan Ecological Observation and Wetland Conservations (Ecoton) bersama Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair).
Pemeriksaan sampel dilakukan di Laboratorium Green Hospital Korea Selatan milik Wonjin Institute for Occupational Environmental Health.
Riset tersebut mengambil 32 sampel perempuan pemilah sampah di Gresik, terdiri dari 27 pekerja dan 5 perempuan nonpekerja sebagai pembanding. Peneliti menganalisis 65 jenis bahan kimia pada darah dan urin para responden.
Kepala Laboratorium Ecoton, Rafika Aprilianti, menyebut penelitian di laboratorium Korea Selatan itu berlangsung sejak Maret hingga November 2025.
"Totalnya itu 27 perempuan di daerah Gresik, Jawa Timur, dan semuanya memang positif mengandung senyawa plastik. Jadi senyawa plastik itu ada 16.000 bahan kimia dan yang paling banyak kita temukan adalah Ftalat, Bisphenol A dan PAH (1-OH-pyrene)," kata Rafika.
Rafika menjelaskan, jumlah senyawa plastik Ftalat yang ditemukan pada para pekerja tercatat dua kali lebih banyak dibandingkan kelompok kontrol. Sementara Bisphenol A terdeteksi hingga tujuh kali lebih tinggi.
Ia menambahkan, senyawa plastik pyrene juga muncul dalam kadar paling tinggi, yakni dua kali lipat dibandingkan kelompok kontrol. Menurut tim peneliti, paparan senyawa-senyawa plastik ini berdampak langsung pada kesehatan para pekerja perempuan, termasuk berpotensi mengganggu hormon.
"Hormon reproduksi dan menurunkan kesuburan pada perempuan tersebut. Dan jangka panjangnya juga akan menyebabkan kanker pada tubuh pekerja perempuan," jelasnya.
Sementara itu, Akademisi UNAIR, dr. Lestari Sudaryanti, menyebut bahwa paparan senyawa plastik di tubuh perempuan secara langsung dapat menyebabkan kerusakan DNA pada tubuh.
"Paparan bahan kimia plastik pada kadar setinggi ini sangat mengkhawatirkan, terutama bagi kelompok pekerja perempuan. Banyak dari senyawa yang kami temukan berkaitan dengan gangguan hormon, risiko penyakit metabolik, hingga masalah kesehatan reproduksi," pungkasnya.
