Forbina Desak Kebijakan Bagi Hasil Sawit Rp500 per Kg CPO dan PKO untuk Kabupaten Penghasil

6 November 2025 21:05 6 Nov 2025 21:05

Thumbnail Forbina Desak Kebijakan Bagi Hasil Sawit Rp500 per Kg CPO dan PKO untuk Kabupaten Penghasil
Mohammad Nur, SH, direktur Forbina Aceh. (Foto: Zaelani Bako/Ketik.com)

KETIK, ACEH SINGKIL – Forum Bangun Investasi Aceh (Forbina) mendesak pemerintah pusat dan pemerintah daerah menyusun kebijakan pembagian hasil sektor kelapa sawit yang lebih adil bagi kabupaten penghasil.

Direktur Forbina, Muhammad Nur, S.H, menilai sudah saatnya daerah-daerah penghasil kelapa sawit di Aceh, memperoleh hak langsung dari setiap produksi CPO (Crude Palm Oil) dan PKO (Palm Kernel Oil) yang diolah di wilayah mereka.

“Kami mengusulkan agar pemerintah memberlakukan kebijakan pembagian hasil minimal Rp500 per kilogram CPO dan PKO untuk kabupaten penghasil. Kebijakan ini harus berdiri di luar skema pajak, PPh, dan CSR perusahaan,” ujar Muhammad Nur, Kamis, 6 November 2025.

Menurutnya, pemerintah memang telah mengatur Dana Bagi Hasil (DBH) Sawit melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 91 Tahun 2023, namun aturan itu belum menjawab seluruh persoalan keadilan fiskal di tingkat daerah.

“PMK 91/2023 adalah langkah maju, tapi porsinya masih sangat kecil dibanding dampak sosial dan lingkungan yang ditanggung kabupaten penghasil. Karena itu, kami mendorong tambahan skema Rp500 per kilogram CPO dan PKO di luar pajak dan CSR,” jelasnya.

Muhammad Nur menilai, selama ini kabupaten penghasil sawit di Aceh hanya menjadi “penonton di rumah sendiri.” Aktivitas industri sawit memang menggerakkan ekonomi lokal, namun kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih sangat terbatas.

Ia menambahkan, dana DBH Sawit yang disalurkan pemerintah pusat bersifat terbatas dan mekanismenya dikontrol oleh kementerian, sehingga ruang fiskal kabupaten penghasil menjadi sempit.

“Daerah yang menanggung beban jalan rusak, konflik lahan, hingga dampak lingkungan. Wajar jika mereka juga menerima manfaat langsung dari setiap kilogram sawit yang dihasilkan,” ujarnya.

Melalui skema bagi hasil tersebut, Forbina menilai setiap kabupaten penghasil akan memperoleh sumber penerimaan tetap tanpa harus menunggu proyek CSR atau realisasi pajak yang sering tertunda.

“Kita bicara soal keadilan fiskal. Ketika ribuan hektar kebun sawit menghasilkan triliunan rupiah setiap tahun, logis bila masyarakat di daerah penghasil turut merasakan manfaatnya secara langsung,” tambahnya.

Muhammad Nur juga mendorong Pemerintah Aceh untuk menginisiasi Qanun atau nota kesepahaman dengan pemerintah pusat dan pelaku industri sawit agar kebijakan ini dapat menjadi model nasional yang dimulai dari Aceh.

Forbina menegaskan, usulan bagi hasil Rp500/kg bukan bentuk pungutan liar, melainkan model distribusi ekonomi baru yang transparan dan terukur untuk memperkuat ekonomi masyarakat di sekitar perkebunan.

“Kalau pemerintah bisa mematok royalti untuk tambang dan migas, mengapa tidak dengan sawit? Sawit juga sumber daya daerah yang berdampak besar terhadap lingkungan dan sosial masyarakat,” tegasnya.

Forbina berharap Komisi III DPRA bersama Dinas Perkebunan Aceh dan Badan Pengelola Keuangan Aceh (BPKA) dapat menindaklanjuti gagasan ini melalui forum resmi dan rapat bersama pelaku industri sawit.

“Aceh bisa menjadi daerah pertama yang memiliki kebijakan berdaulat dalam tata kelola sawit. Ini momentum memperjuangkan keadilan ekonomi bagi masyarakat penghasil,” tutup Muhammad Nur.(*) 

Tombol Google News

Tags:

Forbina CPO dan PKO Forum Bangun Investasi Aceh CPO Aceh