KETIK, PEMALANG – Kegiatan outing class atau study tour yang diselenggarakan SMP Negeri 1 Bantarbolang, Kabupaten Pemalang, dengan tujuan Yogyakarta menuai sorotan publik. Meski bertujuan menambah wawasan siswa, kegiatan tersebut dinilai memberatkan wali murid karena biaya yang relatif tinggi dan dinilai kurang transparan.
Kegiatan study tour tersebut diketahui diberangkatkan dari Bantarbolang menggunakan armada bus pada Sabtu, 20 Desember 2025.
Seorang wali murid yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan, biaya study tour sebesar Rp850 ribu per siswa dinilai tidak wajar. Pasalnya, pihak sekolah hanya menyampaikan besaran biaya secara global tanpa disertai rincian penggunaan anggaran.
“Kami tidak diberi rincian jelas. Hanya angka Rp850 ribu. Kalau tidak ikut, khawatir anak dikucilkan. Akhirnya kami terpaksa mencari pinjaman,” ungkapnya.
Meski disebut tidak bersifat wajib, kegiatan study tour tersebut dinilai terkesan dipaksakan. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran bagi wali murid, terutama dari kalangan kurang mampu, karena berpotensi menambah beban finansial keluarga.
Sorotan juga datang dari praktisi hukum Imam Subiyanto. Ia menilai minimnya keterbukaan dalam pengelolaan anggaran study tour membuka ruang dugaan mark-up biaya hingga penyalahgunaan wewenang.
“Orang tua siswa tidak pernah dilibatkan secara terbuka dalam penyusunan maupun pertanggungjawaban anggaran. Ini menimbulkan tanda tanya besar dan membuka ruang dugaan penyalahgunaan wewenang,” ujarnya.
Menurut Imam, kepala sekolah merupakan pejabat publik dalam sistem pendidikan, sehingga setiap kebijakan yang berkaitan dengan keuangan harus dijalankan secara transparan dan akuntabel.
“Tidak ada alasan pembenar menggunakan skema keuangan yang tidak transparan. Semua biaya harus dijelaskan sejak awal. Jika tidak, ini bisa menjadi indikasi pungutan liar yang dikemas rapi dan terstruktur,” tegasnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak SMP Negeri 1 Bantarbolang belum memberikan keterangan resmi terkait rincian penggunaan anggaran study tour ke Yogyakarta. Kepala SMP Negeri 1 Bantarbolang, Ika Fariatul Apriliani, juga belum merespons saat dihubungi.
Sikap diam pihak sekolah justru memicu kecurigaan publik. Masyarakat pun mendesak agar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pemalang segera melakukan audit investigatif, serta meminta Inspektorat dan Satgas Saber Pungli turun tangan untuk menelusuri kerja sama sekolah dengan biro perjalanan.
“Transparansi biaya wajib dipublikasikan agar tidak ada lagi praktik komersialisasi pendidikan. Negara harus hadir melindungi warga dari praktik kotor yang dibungkus kegiatan edukasi. Pendidikan tidak boleh dijadikan ajang bisnis,” pungkas Imam Subiyanto.(*)
