KETIK, MALANG – Fakultas Pertanian (FP) Universitas Brawijaya (UB) merayakan dies natalis ke-65 pada Rabu 5 November 2025.
Dalam pertambahan usia tersebut, FP UB mengingatkan kedaulatan pangan yang berpotensi stagnan jika tidak diimbangi penguatan ekosistem industri pertanian.
Dekan FP UB, Prof Mangku Purnomo menjelaskan bahwa keterlibatan kampus dalam mengawal ketahanan pangan sebagai program strategis nasional. Terlebih program tersebut memakan anggaran hingga SDM yang cukup besar sehingga harus dipastikan output yang dihasilkan selaras dengan perencanaan.
"Ini masih awal, kita belum bisa judge berhasil atau tidak. Kita lihat dari statistik sudah bagus, tidak impor. Namun ketika dibandingkan dengan investasi yang besar ini, harus kita evaluasi," ujarnya kepada awak media.
Untuk menghindari ketidakselarasan investasi dengan hasil dari ketahanan pangan, diperlukan beberapa langkah strategis. Salah satu yang menjadi penekanan ialah percepatan dan penguatan kapasitas SDM, termasuk kemampuan dasar bertani.
Salah satu rangkaian acara Dies Natalis ke-65 FP UB, mendorong ketahanan pangan. (Foto: Lutfia/Ketik.com)
"Di FP ada program yang melibatkan anak-anak muda. Tami ini tidak cukup, harus ada insentif kepada industri pertanian supaya anak muda mau datang dan bergelut dipertanian. Ekosistem industri pertanian ini yang memberi ruang margin yang bagus," lanjutnya.
Mochammad Syamsulhadi, Ketua Pelaksana menjelaskan melalui Dies Natalis ke-65 ini, FP UB ingin mengingatkan pemerintah. Pasalnya, program swasembada pangan ini memiliki banyak kesamaan dengan program yang pernah dicanangkan sebelumnya.
Indonesia pernah mengalami swasembada pangan pada tahun 1986 namun tidak bertahan lama, bahkan cenderung mengalami penurunan produksi. Salah satu penyebabnya ialah tidak diperhatikannya kesehatan agro-ekosistem, ditandai dengan maraknya degradasi lahan.
"Jangan sampai program yang ada dengan dana yang luar biasa itu mengulang kesalahan yang sama di tahun 1986. Artinya kita bangga selama ini kita pernah swasembada pangan, cuma sekali. Sekarang 10 tahun baru mau diadakan lagi dengan program yang sama," tegasnya.
FP UB ingin memberikan gambaran kepada pemangku kepentingan bahwa meskipun mengulangi program yang sama, namun tidak melupakan masyarakat sebagai subjek pembangunan. Termasuk memastikan kesuburan tanah tanpa hanya berfokus pada penyaluran pestisida, pupuk, maupun benih mahal.
"Dari 1986-2025 kita tidak pernah lagi swasembada pangan padahal waktu itu luar biasa produksinya. Artinya ada sesuatu yang terlupakan. FP UB dengan usia 65 tahun itu tidak kekurangan stok SDM yang bisa memberikan sumbangsi pemikiran. Perguruan tinggi bisa dilibatkan," sambungnya. (*)
