KETIK, MALANG – Program Studi (Prodi) Pendidikan dan Sastra Indonesia (Diksasindo) Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Brawijaya (UB) menggelar Jambore Puisi. Karya-karya dari maestro sastra berhasip diubah menjadi sebuah pertunjukan yang memukau.
Dosen Pelaksana, Tengsoe Tjahjono menjelaskan melalui Jambore Puisi, mahasiswa diajak untuk mengolah rasa dan melatih kehalusan budi sebagai manusia. Karya yang sudah indah, ditampilkan dalam bentuk teatrikal dan musikalisasi, menambah daya magis dari puisi tersebut.
"Ini untuk mata kuliah Apresiasi Puisi, merupakan penghargaan pada puisi. Penghargaan itu berupa aktivitas, bukan teori lagi," ujarnya, Sabtu 13 Desember 2025.
Puisi bukan sekadar medium esterika bahasa namun juga sarana melatih kepekaan dan kesadaran sosial. Melalui puisi, mahasiswa diajak peka dalam menangkap beragam peristiwa dan persoalan sosial. Mulai dari ketidakadilan, kemiskinan, bencana alam, sehingga muncul kegelisahan dan empati terhadap realitas.
"Puisi itu berdetak tentang kehalusan rasa, kehalusan budi. Jadi, orang tidak cukup hanya bisa berpikir cerdas atau logis. Tapi bagaimanakah emosinya, rasanya itu juga terguna. Jadi, nanti ada kesatuan antara pikir dan rasa," ungkap Sastrawan Indonesia itu.
Implementasi apresiasi puisi ditunjukkan dalam 4 tahap. Mulai dari resepsi atau memahami makna puisi, produksi dengan menciptakan puisi sendiri, performansi untuk menyajikan dan menampilkan puisi, dan dokumentasi.
"Performasi itu menampilkan, menyajikan, mempertontonkan puisi, sebagai karya pertunjukan. Bisa teatrikalisasi, bisa musikalisasi. Lalu dokumentasi, mahasiswa harus mempunyai buku-buku, artikel puisi yang disimpan sebagai pustaka mereka," lanjutnya.
Selama pertunjukkan, banyak mahasiswa menampilkan karya-karya dari Sapardi Djoko Damono, Widji Thukul, Kahlil Gibran, dan lainnya. Mahasiswa diberikan kebebasan dalam memilih dan menafsirkan puisi yang ditampilkan.
"Jadi seluruh materi yang saya berikan itu akumulasinya pada pertunjukan itu. Mereka memilih puisi, menafsirkan, lalu menampilkan. Saya menilai kreativitas, kompetensi, teknik mereka di dalam tampil. Lalu bagaimanakah mereka menafsirkan puisi," sebutnya.
Cara menafsirkan dan kreativitas dalam membawakan puisi menjadi kunci dari hidup dan tersampaikannya pesan puisi kepada penonton. Saat tampil, mahasiswa menjadi wakil dari penyair.
"Dia harus bisa menyampaikan dan menafsirkan dengan benar. Lalu kalau penampilan harus memilih teknik yang betul. Apakah perangkat-perangkat teatrikalisasi, musikalisasi tadi mendukung atau tidak puisi yang disajikan itu," tandasnya.(*)
