FoR Gress Eksplorasi Pandangan Masyarakat tentang Kondisi Pemerintahan Mutakhir Sidoarjo

25 Oktober 2025 12:16 25 Okt 2025 12:16

Thumbnail FoR Gress Eksplorasi Pandangan Masyarakat tentang Kondisi Pemerintahan Mutakhir Sidoarjo
Suasana diskusi para aktivis FoR Gress yang berlangsung di Li Masan Kopi, Desa Sidodadi, Kecamatan Candi, pada Jumat malam (24 Oktober 2025). (Foto: Fathur Roziq/Ketik.com)

KETIK, SIDOARJO – Kumpulan para aktivis Sidoarjo for Gress (FoR Gress) tetap mencermati perkembangan situasi pemerintahan lokal di Kabupaten Sidoarjo. Pada Jumat malam (24 Oktober 2025), FoR Gress kembali mengadakan Forum Group Discussion. Berbagai persoalan mutakhir dikupas. Salah satunya, peran civil society menyikapi kegaduhan elite politik.

FGD berlangsung di Li Masan Kopi, Desa Sidodadi, Kecamatan Candi. Puluhan peserta hadir. Baik dari praktisi pendidikan, kebudayaan, Sejarah, pemberdayaan masyarakat, akademisi, serta mahasiswa, tokoh masyarkat, jurnalis, dan lain-lain. Mereka menyumbangkan ide hampir selama sekitar 3,5 jam.

Temanya adalah ”Membaca Sidoarjo: Konflik Elite, Budaya Gaduh, dan Jalan Perbaikan Tata Kelola Daerah.” FGD pada Jumat malam ini merupakan Seri Ke-3 FoR Gress. Sebagai pemantik diskusi, pemerhati kebijakan Badrus Zaman mempresentasikan topik ”Dari Konflik Elite ke Masyarakat Epistemik.”

Badrus Zaman atau biasa disapa Cak Sudrab menyampaikan fakta yang menohok. Menurut dia, konflik elite di Sidoarjo bukan sekadar menjadi drama politik, melainkan juga gangguan terhadap layanan publik. Tata kelola pemerintahan menjadi lemah, transparansi rendah, dan partisipasi publik hanya bersifat simbolik.

”Masyarakatlah yang menanggung akibatnya,” ungkapnya.

Menurut Badrus, akar persoalan politik Sidoarjo juga terletak pada lemahnya kapasitas civil society yang masih reaktif, emosional, dan terjebak dalam lingkaran aktivisme yang sempit. Banyak yang berfokus pada kritik, tapi belum kuat dalam data, metodologi, dan solusi alternatif.

Dia mengajak masyarakat sipil untuk bertransformasi dari sekadar ”suara yang marah” menjadi ”pikiran yang dihormati.”  Gagasan, ide, dan pemikiran seharusnya lebih diutamakan daripada sekadar protes berupa kemarahan. Dengan begitu, akan lahir peran-peran positif bagi masyarakat sipil untuk ikut berperan membangun Kabupaten Sidoarjo.

”Kita perlu melampaui peran reaktif dan sektoral. Civil society Sidoarjo harus menjadi komunitas epistemik,  penghasil pengetahuan, data, dan gagasan yang kredibel,” ujar Badrus.

Dia berpendapat, demokrasi lokal tidak lahir dari dekrit elite, tetapi dari infrastruktur sipil yang tangguh, cerdas, berintegritas, dan berakar pada rakyat. Masa depan politik Sidoarjo akan ditentukan oleh keberanian masyarakat sipil untuk menjadi sumber pengetahuan dan pengendali moral kekuasaan, bukan sekadar pereaksi terhadap apa yang terjadi.

Foto Dari kiri, aktivis-aktivis Sidoarjo Badrus  Zaman, Kasmuin, Dr Hasan Ubaidillah, dan Nanang Haromain sebagai para inisiator FGD FoR Gres. (Foto: Fathur Roziq/Ketik.com)Dari kiri, aktivis-aktivis Sidoarjo Badrus Zaman, Kasmuin, Dr Hasan Ubaidillah, dan Nanang Haromain sebagai para inisiator FGD FoR Gress. (Foto: Fathur Roziq/Ketik.com)

FGD FoR Gress tetap berlangsung hangat meski cuaca tidak bersahabat. Para peserta menyoroti pentingnya memperkuat budaya politik dialogis, memperbaiki tata kelola pemerintahan daerah, serta mendorong partisipasi publik agar konflik antar-elit tidak lagi menjadi penghambat pelayanan dan pembangunan.

Semua peserta duduk setara. Masing-masing mendapatka kesempatan untuk menyampaikan pandangannya terkait kondisi Sidoarjo terkini. Tanpa memandang latar belakang maupun jabatan.

Menutup rangkaian sesi ketiga ini, FoR Gress mengumumkan bahwa FGD keempat akan digelar dengan tema ”Menyoroti Pendidikan di Sidoarjo”. Fokus tema itu dipilih sebagai upaya terus melanjutkan dialog publik yang lebih luas dan berorientasi pada masa depan daerah.

Menurut Founder Cepad (Center for Participatory and Development) Kasmuin, Kabupaten Sidoarjo seharusnya tidak cuma ramai oleh baliho dan proyek-proyek, tetapi harus pula hidup dengan gagasan dan perbincangan-perbincangan yang berbobot dan elegan.

Dengan semangat itu, FoR Gress menegaskan komitmennya untuk terus menghadirkan ruang diskusi yang terbuka, reflektif, dan membumi. Mengapa?

”Agar Kabupaten Sidoarjo tidak kehilangan akal sehat dalam bisingnya politik lokal,” tegas Kasmuin. (*)

 

Tombol Google News

Tags:

sidoarjo Konflik Elite Sidoarjo FoR Gress Sidoarjo Aktivis Sidoarjo