KETIK, MALANG – Carut marutnya kondisi sosial, politik, dan hukum di Indonesia beberapa waktu terakhir ini mengundang respon dari Badan Kerja Sama Dekan (BKSD) Fakultas Hukum (FH) PTN se-Indonesia. Para dekan menyoroti penangkapan aktivis hingga kebijakan pemerintah yang tidak berpihak ke masyarakat.
Ketua BKSD FH PTN se-Indonesia, Dahliana Hasan menjelaskan bahwa penangkapan aktivis oleh aparat penegak hukum (APH) merupakan tindak eksesif yang melampaui batas wajar.
"Saya pikir ini kejadian yang sangat luar biasa yang harus disikapi setiap elemen masyarakat. Situasi ini menjadi peristiwa luar biasa. Sudah banyak korban dalam aksi massa, termasuk penangkapan aktivis yang mulai eksesif," ujarnya, Rabu 3 September 2025 di Universitas Brawijaya (UB).
Banyak kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dianggap tidak berpihak kepada masyarakat. Salah satunya kenaikan tunjangan jabatan anggota DPR yang melukai perasaan masyarakat. Terlebih sistem perpajakan saat yang harusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat, justru berbelok untuk memenuhi kepentingan elit politi.
"Kalau situasi hukum saat ini banyak sekali kebijakan yang tidak berkeadilan, baik itu secara struktural maupun sosial. Misalnya tentang tunjangan jabatan DPR yang dinaikkan. Padahal sekarang ini banyak sekali masyarakat yang mencari kerja, bukankah itu sangat menyakiti perasaan masyarakat," lanjutnya.
Dahliana bersama para Dekan FH PTN se-Indonesia mendorong agar pejabat publik lebih bijak dan mengembalikan marwahnya sebagai pelayan bagi masyarakat. Berbagai aspirasi yang disampaikan rakyat harus didengar dan direspon melalui dialog terbuka, bukan dengan tindak represif.
"Pejabat publik sebagai pelayan masyarakat harus melayani, bukan agresif kepada apa yang diinginkan masyarakat. Ketika aksi damai berlangsung, harus didengar. Jangan melakukan hal-hal di luar HAM. Dialog harus dilakukan secara terbuka dan diaktualisasi dalam kebijakan," tegasnya.
Peluang untuk terus memperjuangkan aspirasi tersebut secara langsung kepada pemerintah tetap terbuka lebar. Namun ia menegaskan bahwa pernyataan sikap tersebut sebagai bagian dari empati terhadap carut marutnya kondisi di Indonesia.
"Untuk saat ini kami masih menyatakan pernyataan sikap tentang empati kami terhadap apa yang terjadi di Indonesia. Tetapi tidak menutup kemungkinan, kami juga akan memperjuangkan hal-hal tersebut kepada yang berkepentingan ataupun pemerintah," pungkasnya.(*)